tirto.id - Harlah Nahdlatul Ulama (NU) 2023 jatuh pada 31 Januari berdasarkan kalender masehi. Sementara itu, merujuk pada penanggalan hijriah, peringatan 1 abad NU bertepatan pada 7 Februari (16 Rajab). Sejarah berdirinya organisasi Islam terbesar di Indonesia tersebut bermula pada 1926 (1344 H).
NU lahir dari keprihatinan masa lalu, ketika kekuasaan masih dipegang kolonial Belanda. Kala itu, para kiai, utamanya yang berasal dari Jawa Timur, membahas upaya mempertahankan Islam tradisional di Indonesia.
Sebelum dibentuk secara resmi di kediaman K.H. Wahab Chasbullah, sebenarnya sudah ada beberapa organisasi lain dengan nama serupa. Di antaranya adalah Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Bangsa), Nahdlatul Tujjar (Kebangkitan Pedagang), hingga Nahdlatul Fikri (Kebangkitan Pemikiran).
Semua organisasi dengan nama awal 'Nahdlatul' tersebut diprakarsai oleh Wahab Chasbullah. Oleh karenanya, dapat dikatakan bahwa dia adalah tokoh generasi pertama NU.
Sejarah berdirinya NU
Antropolog Belanda bernama Martin van Bruinessen, dalam buku NU: Tradisi, Relasi-relasi Kuasa, Pencarian Wacana Baru (1994: 34), mengatakan bahwa Kiai Wahab merupakan tokoh utama dalam pendirian NU. Perjuangannya dimulai saat nyantri selama 4 tahun di Pesantren Tebuireng. Lalu, pada 1908, Kiai Hasyim memerintahkannya agar menuntut ilmu ke Mekah.
Saat di Mekah, Kiai Wahab mendapat kabar bahwa di Jawa telah berdiri organisasi Syarikat Islam dan Muhammadiyah pada 1912. Mendengar itu, semangatnya terpantik, dan akhirnya memutuskan untuk membentuk Syarikat Islam Cabang Mekah. Dia mendirikannya bersama dengan Abdul Halim, Ajengan Ahmad Sanusi, dan Kiai Mas Mansur.
Kiai Wahab pulang ke Tanah Air dan menetap di Surabaya pada 1914. Sejak itu, dia aktif di Syarikat Islam bersama Mas Mansur.
Selang dua tahun, bersama Kiai Mas Mansur, dia mendirikan organisasi bernama Nahdlatul Wathan. Namun, berdasarkan buku Tradisi Intelektual NU: Lajnah Bahtsul Masail 1926-1999 (2004), organisasi tersebut dibentuk pada 1914.
Sebenarnya ada organisasi lain dengan nama sama yang berbasis di Lombok, Nusa Tenggara Timur. Namun, Nahdlatul Wathan yang didirikan Tuan Guru Kiai Haji (TGKH) Muhammad Zainuddin Abdul Madjid tersebut berbeda dengan versi Kiai Wahab.
Nahdlatul Wathan bentukan Mas Mansur dan Kiai Wahab bergerak di bidang pendidikan berbasis sekolah Islam. Namun, konsepnya sama sekali berbeda dari madrasah lain pada zaman itu. Van Bruinessen mengatakan bahwa Nahdlatul Wathan adalah lembaga agamis bercorak nasionalis moderat pertama di Nusantara.
Selain Nahdlatul Wathan, Kiai Wahab ternyata masih mendirikan sejumlah organisasi lain. Namanya pun tidak jauh dari kata 'nahdlatul' dan 'wathan'. Salah satunya adalah Sjubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air) atau koperasi pedagang yang dijuluki Nahdlatul Tujjar.
Sampai akhirnya, terbersit ide dari Kiai Wahab untuk membuat organisasi ulama yang bisa mengakomodasi kepentingan lembaga pendidikan seperti pesantren di Pulau Jawa, terutama Jawa Timur. Ide ini lantas disampaikan kepada Kiai Hasyim.
Gagasan tersebut tidak lantas diterima oleh ulama-ulama lain. Melalui diskusi keagamaan yang diadakan oleh kelompok Tashwirul Afkar--dibentuk Kiai Wahab pada 1919, tukar pendapat yang cukup alot pun terjadi.
Perdebatan sengit pun mewarnai diskusi tentang pentingnya memiliki organisasi ulama di Jawa. Bagi kebanyakan dari mereka, ide tersebut terbilang baru. Lalu, di forum yang sama, Kiai Hasyim memutuskan untuk menyetujui usulan itu, dengan alasan sedang terjadi peralihan kekuasaan di Mekah.
Kala itu, Ibnu Saud melakukan pengambilalihan kekuasaan di Tanah Suci. Kiai Hasyim cemas dengan perbedaan konsep ideologi pemurnian akidah Islam yang dianut Ibnu Saud. Sebab, hal itu sedikit banyak berbeda dengan praktik peribadatan di Nusantara. Apalagi, saat itu ketegangan antara golongan Islam-reformis dengan golongan Islam-tradisional makin meruncing.
Kiai Wahab dan para kiai Islam-tradisional juga merasa perlu membentengi Islam Nusantara menjelang dekade ketiga abad 20. Sebagian tata cara ibadah dari Islam-tradisional dipandang golongan Islam-reformis tidak sesuai sunah. Golongan Islam-reformis ini terdiri dari Al Irsyad dan Muhammadiyah.
Para kiai lantas berkumpul di rumah Kiai wahab. Selanjutnya, pertemuan itu mewujudkan pembentukan organisasi Islam Ahlussunnah wal Jama'ah yang diberi nama Nahdlatul Ulama. Dengan makna literal "Kebangkitan Ulama", organisasi itu pun terbentuk pada 31 Januari 1926.
Semenjak itu, hari lahir NU diperingati pada 31 Januari atau 16 Rajab 1444 Hijriah. Karenanya, peringatan harlah NU setiap tahunnya bisa berubah, jika merujuk pada kalender hijriah. bisa juga Perkembangan NU makin pesat. Kini, NU telah menjadi organisasi Islam terbesar di Indonesia.
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Fadli Nasrudin