Menuju konten utama

Berapa Upah Adik Tiri Sultan HB X yang Dituding Makan Gaji Buta?

GBPH Yudhaningrat tak menggunakan uang dari pemerintah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, melainkan untuk membeli pakan kuda peliharaannya. 

Berapa Upah Adik Tiri Sultan HB X yang Dituding Makan Gaji Buta?
Suasana sepi di Keraton Yogyakarta, Senin (27/4/2020).ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/hp.

tirto.id - Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono (HB) X sempat menuding dua adik tirinya, GBPH Prabukusumo dan GBPH Yudhaningrat memakan gaji buta selama 5 tahun. Lantas berapa sebenarnya gaji mereka?

GBPH Yudhaningrat mengatakan, sejak Sabda Raja dan Sabda Tama dikeluarkan oleh Sultan HB X pada 2015, ia bersama kakaknya, GBPH Prabukusumo memutuskan tidak lagi aktif terlibat di keraton. Tindakan tersebut merupakan sikap protes mereka karena Sabda Raja dianggap telah keluar dari paugeran atau tata adat keraton.

Namun demikian, terkait kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kesenian, termasuk saat acara Garebeg, Yudha masih kerap terlibat sebagai manggala yudha atau panglima perang memimpin barisan prajurit yang mengawal gunungan.

Selama menjabat sebagai Penggede Kawedanan Hageng Punakawan Purwabudaya Keraton Yogyakarta, Yudha mengaku mendapat gaji dari Keraton Rp75.000 per bulan. Namun gaji ini, menurutnya, sudah tidak lagi ia terima sejak 2015.

Oleh sebab itu, ia membantah tudingan bahwa dirinya memakan gaji buta selama lima tahun. Gaji itu juga ditegaskan bukan dari dana keistimewaan (Danais) yang bersumber dari APBN.

"Itu dari keraton resmi, bukan dari Danais," kata Yudha, Senin (25/1/2021).

Adapun dana yang bersumber dari danais, dikatakan Yudha, memang diberikan pemerintah bukan berkaitan dengan jabatan itu, namun sebagai tambahan penghasilan selaku salah satu pangeran keraton putra HB IX.

Pendapatan tambahan itu, kata dia, mencakup posisinya sebagai pangeran keraton sebesar Rp3.190.000 per bulan, serta sebagai manggalayuda Rp345.000 per bulan yang diterima secara dirapel setiap empat bulan sekali.

Pendapatan tambahan ini, kata dia, merupakan konsekuensi dari Undang-Undang Keistimewaan Tahun 2012.

"Jadi kami menerima honor itu kan kewajiban sebagai pangeran di Keraton Yogyakarta. Pangeran yang (tinggal) di Jakarta yang tidak menggubris masalah keraton pun sama diberi honor," tuturnya.

Namun demikian, Yudha mengatakan uang dari pemerintah itu tidak digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, melainkan untuk membeli pakan kuda peliharaannya. "Kalau saya sama keluarga cari yang lain," kata Yudhaningrat.

Merespon surat Dhawuh Dalem: 01/DD/HB 10/Bakdamulud XII/Jumakir 1954/2020 yang memecat dirinya, Yudha tak ingin hal itu menjadi polemik berkepanjangan.

"Kami tidak ada masalah. Kita hanya berdoa saja. Soalnya tidak mungkin kita ini seperti Solo, terus berontak, terus nabrak regol. Kita tidak seperti itu," ujarnya.

Ia telah menginformasikan ihwal keputusan Sultan HB X memberhentikan dirinya, sebagai Penggede (Kepala) Kawedanan Hageng Punakawan Purwabudaya Keraton Yogyakarta, kepada kerabat keraton lainnya.

"Kami juga sama saudara-saudara mohon maaf karena sudah tidak lagi menjabat itu. Kalau ada sesuatu yang tidak berkenan ketika menjalankan tugas mohon maaf," kata dia yang pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Kebudayaan DIY ini.

Sedangkan Sultan menepis anggapan bahwa keputusan pemberhentian adiknya, dilatarbelakangi ketidaksepahaman terkait Sabdatama dan Sabdaraja yang dikeluarkan pada 2015.

"Nggak ada hubungannya. Ya kan wong nyatanya yang nggak setuju sama saya kalau tetap dia melaksanakan tugas sebagai penghageng juga nggak saya berhentikan," kata Sultan beberapa waktu lalu.

Baca juga artikel terkait KERATON YOGYAKARTA atau tulisan lainnya

tirto.id - News
Reporter: Antara
Editor: Dieqy Hasbi Widhana