tirto.id - Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa sejumlah orang terkait Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS TK/BP Jamsostek). Semuanya diperiksa “guna mencari fakta hukum dan mengumpulkan alat bukti,” kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak. Menurutnya ada indikasi tindak pidana korupsi di lembaga tersebut.
Pemeriksaan dilakukan setelah Kejagung menggeledah kantor BPJS TK di Jakarta Selatan pada 18 Januari 2021. Penggeledahan berdasarkan surat perintah penyidikan nomor Print-02/F.2/Fd.2/01/2021. Tim Jaksa agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) telah menyita dokumen untuk keperluan penyidikan.
Rabu (20/1/2021) pekan lalu, saksi yang diperiksa adalah Presdir PT Ciptadana Sekuritas JHT, Presdir BNP Paribas Asset Management PS, dan Deputi Direktur Pasar Modal BPJS TK berinisial KBW. Lalu Asisten Deputi Analisis Pasar Uang dan Reksadana BPJS TK SMT, MTT selaku Presdir PT Schroder Investment Management Indonesia, SM sebagai Deputi Direktur Kepatuhan dan Hukum BPJS TK, Direktur Utama PT Samuel Sekuritas Indonesia WW , dan OB selaku Direktur PT Kresna Sekuritas.
Kejagung juga telah memeriksa enam saksi lain, yaitu: AA mantan Deputi Direktur Analisis Portofolio BPJS TK, RU Deputi Direktur Manajemen Resiko Investasi BPJS TK, EH Asisten Deputi Analisis Portofolio BPJS TK, HN Deputi Direktur Akuntansi BPJS TK, dan HR Deputi Direktur Keuangan BPJS TK.
Menurut Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Febri Ardiansyah, kasus ini berawal dari “pengajuan BPK” yang menduga ada penyimpangan pengelolaan uang oleh BPJS TK. Febri juga menduga kasus ini “menyangkut investasi seperti Jiwasaraya”--menaruh dana di saham berkinerja buruk sehingga berujung gagal membayar polis asuransi para nasabah.
Kasubid Humas Pusat Penerangan Hukum (Puspenkum) Kejagung Muhammad Isnaeni belum mau menjelaskan pepak. “Kalau modus yang saya tahu soal dana investasi saja. Selebihnya belum ada info,” ujar Isnaeni kepada reporter Tirto, Rabu pekan lalu.
Kejagung pun belum menetapkan tersangka dan menghitung kerugian negara. “Terlalu dini itu [menghitung kerugian negara]. Masih disidik. Kita beri kesempatan penyidik bekerja dengan tenang, ya,” ujarnya.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar yakin kasus ini tidak sama seperti Jiwasraya. Menurutnya BPJS TK masih menaati Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2015 tentang perubahan atas PP Nomor 99 Tahun 2013 tentang pengelolaan aset jaminan sosial ketenagakerjaan.
Dalam catatan BPJS Watch, uang BPJS TK sebesar Rp 494 triliun ditempatkan ke beberapa pos; dari mulai obligasi sebesar 63 persen, saham 15,9 persen, deposito 12,1 persen, reksadana 8 persen, properti 0,4 persen, hingga penyertaan 0,1 persen.
“Saham yang dibeli Jiwasraya beda dengan yang dibeli BPJS TK, BPJS beli saham LQ45,” ujar Timboel kepada reporter Tirto, Rabu.
Menurut Timboel, beberapa saham LQ45 memang naik turun seiring pengaruh pasar. Oleh karena itu Kejagung perlu memperjelas unsur dan penyebab kerugian negara dalam kasus BPJS TK. “Kecuali ada upaya membeli saham ini dengan permainan di belakang,” ujarnya.
Meski yakin tak ada yang keliru dari aspek itu, ia tetap mendesak BPJS TK kooperatif kepada Kejagung.
Deputi Direktur Bidang Humas dan Antara Lembaga BP Jamsostek Irvansyah Utoh Banja memastikan instansi “siap untuk memberikan keterangan dengan transparan guna memastikan apakah pengelolaan investasi telah dijalankan sesuai tata kelola yang ditetapkan.”
Dalam keterangan resmi yang diterima redaksi Tirto, Rabu, dia mengatakan kegiatan operasional BPJS TK termasuk pengelolaan dana sudah diawasi dan diaudit baik oleh satuan pengawas internal, dewan pengawas, dan berbagai lembaga lain yang berwenang secara berkala seperti BPK, OJK, KPK dan kantor akuntan publik.
“Hasil audit BP Jamsostek dari lembaga-lembaga tersebut dari tahun 2016-2019 mendapat predikat Wajar Tanpa Modifikasian (WTM)/Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)” katanya.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Rio Apinino