tirto.id - Pengusaha Kawasan Industri mengeluhkan kaburnya investasi ratusan triliun rupiah akibat aksi premanisme yang dilakukan oleh organisasi masyarakat (ormas). Ketua Himpunan Kawasan Industri (HKI), Sanny Iskandar, mengatakan, aksi premanisme oleh ormas yang kerap terjadi di Karawang, Jawa Barat; Jawa Timur; hingga Batam membuat investasi yang tadinya akan masuk ke kawasan-kawasan industri hilang.
“Kalau dihitung semuanya, ngitungnya bukan cuma yang keluar, tapi yang nggak jadi masuk juga. Itu bisa ratusan T (triliunan rupiah),” kata dia dalam dialog optimalisasi kawasan industri, dikutip Antara, Selasa (11/2/2025).
Menurut Sanny, ormas-ormas tersebut membuat calon investor kabur dengan protes yang disampaikan melalui demonstrasi agar diikutsertakan dalam proses pembangunan ataupun aktivitas pabrik. Selain itu, ormas-ormas tersebut juga tak segan melancarkan ancaman kepada investor atau pengelola pabrik di kawasan industri, menuntut uang transportasi, jatah catering dan lainnya. Jika tak dituruti, bahkan ada ormas yang berani memblokir pintu masuk pabrik sehingga menghambat aktivitas produksi dan distribusi di kawasan industri tersebut.
“Kalau lihat fotonya tahulah, bajunya loreng-loreng dan segala macam. Ini yang nyegel (pabrik) bukan polisi, ini ormas. Jadi sudah sampai segitunya,” imbuh Sanny.
Sebagai modus, ormas-ormas tersebut mengatasnamakan diri mereka sebagai putra asli daerah. Padahal, ia tahu persis, mereka berasal dari daerah-daerah lain.
Dengan aktivitas premanisme oleh para ormas yang telah berdampak pada biaya operasional atau bahkan operasional pabrik sendiri, tak sedikit investor yang bersurat langsung kepada presiden. Meski begitu, aksi premanisme masih saja berlangsung.
Karenanya, dia pun meminta jaminan keamanan kepada pemerintah. Apalagi, beberapa kawasan industri merupakan objek vital negara.
“Surat-surat dari pengelola kawasan kayaknya sudah kurang mempan. Akhirnya, beberapa investor akhirnya nulis surat langsung ke presiden, ketemu presiden. Ini beberapa tenant kita dalam kawasan. Kemarin juga ada yang langsung ke BKPM minta jaminan keamanan,” terang Sanny.
Menanggapi keluhan ini, Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Febri Hendri Antoni Arif, mengatakan pihaknya sudah mendorong kawasan industri untuk masuk dalam kategori objek vital dan mendapat pengamanan dari kepolisian. Hal ini juga untuk menjamin keamanan bagi realisasi investasi di sektor industri dari gangguan premanisme ormas.
“Kemenperin sudah mengupayakan beberapa industri strategis masuk dalam objek vital yang mendapatkan pengamanan dari kepolisian,” kata dia, dalam keterangan resminya, dikutip Selasa (11/2/2025).
Febri mengakui, premanisme yang dilakukan oleh ormas diduga telah menjadi salah satu sebab terhambatnya pertumbuhan investasi manufaktur. Padahal, jaminan dan kepastian hukum sangat penting serta dibutuhkan agar investasi di sektor manufaktur tumbuh lebih tinggi.
“Saya bilang lebih tinggi, nggak bisa saya keluarkan angka. Karena saya belum menghitung dan juga belum lihat laporan detailnya,” sambung Febri.
Sementara itu, tanggapan berbeda disampaikan oleh Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Deputi Bidang Pengembangan Iklim dan Penanaman Modal BKPM, Riyanto, mengatakan pihaknya akan terlebih dulu memeriksa informasi yang diungkap Sanny.
BKPM berkomitmen akan memanggil para investor jika memang informasi terkait premanisme ormas memang benar adanya. Pun, dia juga akan memfasilitasi penyelesaian masalah yang tengah dihadapi para investor di kawasan industri tersebut.
“Kalau tadi misalnya terkait adanya ormas, kami akan adakan rapat. Kami akan undang stakeholder terkait dan mencarikan solusi bersama,” ujar dia kepada awak media, di Four Season, Jakarta, Senin (10/2/2025).
Terpisah, Menteri Investasi/Kepala BKPM, Rosan P Roeslani, mengatakan bakal mengajak ormas-ormas di sekitar kawasan industri untuk berdiskusi. Dengan demikian, ia berharap masalah premanisme yang terjadi di kawasan industri tersebut dapat segera diselesaikan.
“Kalau saya lihat, perlu ada ini (diskusi) saja,” kata dia dalam acara Mandiri Investment Forum, di Hotel Fairmont, Jakarta, Selasa (11/2/2025).
Diskusi yang baik dengan komunitas, lanjut dia, perlu dilakukan untuk menjaga agar kawasan industri tetap kondusif. Dus, investasi bisa tetap masuk ke daerah dan menciptakan banyak lapangan kerja baru. Selain itu, masuknya investasi ke suatu daerah juga dapat dinilai akan mendongkrak usaha masyarakat, misalnya restoran hingga penginapan.
“Itu juga akan menciptakan banyak simpul-simpul ekonomi apalagi itu kan di kawasan ekonomi khusus ya. Jadi penduduk sekitar bisa mempunyai misalnya, mempunyai penginapan yang bisa disewakan pada para pekerja-pekerjanya, jadi menurut kami ya komunitinya,” ujar Rosan.
Premanisme Masih Jadi Momok Investasi
Sampai saat ini, premanisme memang masih menjadi momok investasi. Kendati begitu, penegakan hukum terhadap masalah ini belum juga optimal. Di saat pemerintah tengah berupaya untuk memeratakan pembangunan daerah melalui kawasan-kawasan industri di berbagai daerah, jelas memastikan keamanan di kawasan industri menjadi pekerjaan rumah (PR) utama yang harus diselesaikan.
“Tetapi, keamanan dan kenyamanan sering tidak begitu mendapat perhatian, sehingga yang ada investor membatalkan investasinya,” kata Peneliti Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA), Baidul Hadi, saat dihubungi Tirto, Selasa (11/2/2025).
Untuk memusnahkan aktivitas premanisme di kawasan industri, Hadi menilai sudah seharusnya melibatkan masyarakat, termasuk ormas di sekitar kawasan industri. Namun, dengan catatan ormas yang dilibatkan adalah yang sudah resmi berdiri sebagai organisasi dan memiliki izin dari Kementerian Hukum. Selain itu memiliki pula Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Hal ini perlu dilakukan guna memastikan bahwa masyarakat juga bagian dari penerima manfaat atas investasi yang ditanamkan investor di kawasan industri. “Sehingga keamanan dan kenyamanan perlu dijaga bersama-sama,” kata Hadi.
Selain itu, untuk mengatasi aksi-aksi yang tidak diinginkan dan meminimalisir terjadinya premanisme oleh ormas gadungan, diperlukan adanya penguatan koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah (Pemda), serta pihak-pihak terkait termasuk aparat penegak hukum (APH). Dalam hal ini, pelibatan pemerintah daerah dan juga APH tak bisa dipinggirkan, karena bagaimanapun keberadaan preman-preman berbaju ormas sangat berpotensi merugikan daerah, masyarakat dan investor.
“Dan tidak kalah penting adalah penegakan hukum. Karena negara ini negara hukum. Salah satu faktornya juga itu (pengelolaan kawasan industri hanya dilakukan oleh pemerintah pusat), sehingga pelibatan Pemda dan masyarakat di sekitarnya tidak optimal. Jika dalam proses perencanaan dilibatkan, kejadian seperti itu bisa dihindari,” tegas Hadi.
Terpisah, pegiat media sosial, Islah Bahrawi, sepakat jika aktivitas premanisme yang dilakukan ormas-ormas di daerah telah menimbulkan kerugian bagi kawasan industri. Dengan adanya gangguan ini, upaya pemerintah untuk memberikan berbagai stimulus supaya investor bersedia menanamkan modalnya di Tanah Air, menjadi sia-sia.
Masih maraknya aktivitas premanisme dan juga lemahnya penegakan hukum oleh APH membuat investor memilih untuk hengkang dari Indonesia dan memindahkan investasinya ke negara-negara lain di Asia Tenggara. Vietnam adalah salah satunya. Contoh nyata dari kalahnya Indonesia berebut investasi dengan Vietnam adalah ketika raksasa teknologi asal Amerika Serikat (AS) Apple yang memutuskan untuk mengguyur Vietnam dengan investasi senilai 15,8 miliar atau sekitar Rp255,9 triliun sejak 2019.
Sementara di Indonesia, produsen ponsel pintar tersebut hanya menjanjikan investasi 100 juta dolar lewat pembangunan akademi. Terbaru, Apple menawarkan investasi senilai 1 miliar dolar AS agar dapat memasarkan produk anyar mereka, iPhone 16 yang sampai kini masih dilarang distribusinya secara massal di Tanah Air.
Kata Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action (ISEAI), Ronny P Sasmita, kekalahan Indonesia dalam menjaring investasi ini tak lain karena pemerintah tak bisa menjamin investasi di kawasan-kawasan industri berjalan efisien. Dus, Indonesia menjadi tidak menarik di mata investor.
“Indonesia itu undang-undangnya bermasalah, perilaku aparatnya juga bermasalah, fundamental ekonominya bermasalah. SDM-nya juga masih rendah,” kata dia, kepada Tirto belum lama ini, dikutip Selasa (11/2/2025).
Untuk mengatasi masalah yang masih terjadi di kawasan industri, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenperin, Eko Cahyanto, mengatakan, pemerintah akan terus mendukung pengembangan kawasan industri melalui kebijakan yang adaptif serta percepatan perizinan di kawasan industri. Tidak hanya itu, pengembangan kawasan industri pun juga akan dilakukan hingga ke luar Pulau Jawa.
“Kami terus mendorong kawasan industri agar semakin berkembang dan memberikan dampak nyata bagi pertumbuhan ekonomi,” kata dia, dalam acara dialog Optimalisasi Kawasan Industri, di Jakarta, Kamis (6/2/2025).
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Anggun P Situmorang