tirto.id - Richard Eliezer alias Bharada E divonis 1 tahun 6 bulan penjara dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu (15/2/2023). Vonis ini jauh lebih rendah dari tuntutan jaksa sebelumnya dengan 12 tahun penjara. Apakah peran Richard Eliezer sebagai justice collaborator benar-benar meringankan vonisnya?
Richard Eliezer menjadi terdakwa kelima yang menjalani sidang putusan dan pembacaan vonis dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriyansah Yosua Hutabarat (Brigadir J). Sebelumnya, ada mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo (FS) dan istrinya Putri Candrawathi (PC), lalu Kuat Ma'ruf serta Ricky Rizal (RR).
FS divonis hukuman mati, PC divonis 20 tahun penjara, Kuat Ma'ruf divonis 15 tahun penjara, dan RR divonis 12 tahun penjara, semuanya lebih tinggi dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya. Sedangkan vonis Richard Eliezer jauh lebih rendah dari tuntutan JPU.
Apa Itu Justice Collaborator?
Richard Eliezer berperan sebagai justice collaborator dalam pengungkapan kasus pembunuhan Brigadir J yang sempat simpang-siur karena adanya skenario yang disusun atasannya, Irjen Ferdy Sambo.
Atas perintah FS, Richard Eliezer yang berpangkat Bharada -termasuk pangkat terendah di kepolisian- menembak Brigadir J di Duren Tiga, Jaksel, pada 8 Juli 2022. Berkat keterangan Richard Eliezer, kasus ini dapat terkuak.
Lantas, apa itu justice collaborator?
Justice collaborator dapat diartikan sebagai pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum dalam mengungkap suatu kasus yang melibatkan dirinya.
Pasal 37 Konvensi PBB Anti Korupsi tahun 2003 menyatakan bahwa justice collaborator merupakan orang yang memberikan kerja sama atau penuntutan suatu tindak pidana. Pelaku selama penuntasan kasus akan berstatus sebagai saksi sekaligus pelaku.
Justice collaborator biasanya berperan dalam membuka kasus tindak pidana tertentu yang sulit diungkap oleh penegak hukum.
Keterangan dari justrice collaborator dapat menjadi pertimbangan hakim dalam meringankan pidana yang dijatuhkan terhadap dirinya. Selain itu,seorang justice collaborator juga berhak mendapat perlindungan setelah mengajukan diri dan diterima.
Justice collaborator pertama kali dikenal di Amerika Serikat pada 1970-an dan berkembang di sejumlah negara Eropa hingga 1980-an.
Seiring dengan itu, justice collaborator digunakan untuk mengungkap tindak pidana serius, seperti korupsi, terorisme, peredaran narkotika, pencucian uang, perdangangan uang, dan tindak pidana yang bersifat terorganisir atau mengancam stabilitas dan keamanan masyarakat.
Justice collaborator dalam penuntasan kasus juga berdasarkan pada sejumlah produk undang-undang baik dari dalam maupun luar negeri, merujuk pada Surat Edaran Mahkamah Agung RI (SE-MA) 4/2011 Tentang Pelakuan bagi Pelapor Tindak Pidana dan Saksi Pelaku.
Diatur dalam SE itu di antaranya adalah UU 7/2006 Konvensi PBB Anti Korupsi 2003, UU 5/2009 Konvensi PBB Anti Kejahatan Tansansional yang Terorganisasi, Pasal 10 UU 13/2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, hingga UU 31/2014 tentang perubahan atas UU 13/2006.
Benarkah Status Justice Collaborator Meringankan Vonis Richard Eliezer?
Richard Eliezer dalam sidang putusan pada Rabu (15/2/2023) di PN Jakarta Selatan divonis 1 tahun 6 bulan, jauh lebih ringan dari tuntutan JPU yakni 12 tahun.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Richard Eliezer dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan,” kata Ketua Majelis Hakim, Wahyu Iman Santoso, dalam sidang putusan di PN Jaksel, Rabu (15/2/2023).
Dalam kasus ini, Richard Eliezer terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Saat pemaparan hakim, Richard Eliezer mendapat sejumlah keringanan termasuk perannya sebagai justice collaborator alias pelaku yang memberi kesaksian.
“Hal-hal yang meringankan terdakwa adalah saksi pelaku yang bekerja sama,” ucap hakim anggota Alimin Ribut Sujono saat sidang.
Hakim mengabulkan permintaan terdakwa sebagai justice collaborator meskipun Richard Eliezer terbukti menembak Brigadir J kendati atas perintah Ferdy Sambo.
Lebih lanjut, keringanan itu juga tak lepas lantaran Richard Eliezer bukan pelaku utama kendati dirinya menjadi eksekutor.
“Kejujuran, keberanian, dan keteguhan terdakwa berbagai risiko telah menyampaikan kejadian sesungguhnya sehingga layak terdakwa ditetapkan sebagai saksi pelaku yang bekerja sama (justice collaborator),” kata Alimin Ribut Sujono.
Richard Eliezer mengajukan diri sebagai justice collaborator pada 8 Agustus 2022 lalu atau sebulan setelah peristiwa penembakan terjadi. Pengajuan diri itu diterima Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Wakil Ketua LPSK, Susilaningtyas menyatakan pihaknya memberi pendampingan terhadap Bharada E alias Richard Eliezer.
“Kami berikan perlindungan sampai kondisi yang kita lindungi adalah benar-benar aman dan tidak ada ancaman kepada yang bersangkutan,” ungkapnya dalam persidangan, Rabu (15/2/2023) dikutip dari Antara.
Susilaningtyas mengapresiasi langkah Eliezer sebagai justice collaborator termasuk dalam mengusut sejumlah skenario dalam kasus penembakan Brigadir J.
“Kami mengharapkan orang yang hendak menjadi justice collaborator pasti melihat kasus ini, jangan sampai yang bersangkutan mundur, sehingga kasus besar tidak tertutup,” sebutnya.
Sejak resmi menjadi justice collaborator, Richard Eliezer mengungkap banyak keterangan dalam kasus penembakan dan menyeret nama Ferdy Sambo yang sebelumnya memberikan skenario berbeda.
Awalnya, peristiwa itu disebut merupakan baku tembak antara Richard Eliezer dengan Yosua Hutabarat. Alasannya, Yosua dituding melakukan pelecehan terhadap istri FS, yakni Putri Candrawathi, yang pada akhirnya tidak terbukti.
Penulis: Dicky Setyawan
Editor: Iswara N Raditya