Menuju konten utama

Benarkah Aris Budiman Kuda Troya di Tubuh KPK?

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, pihaknya tidak mengetahui maksud pengakuan Aris soal email yang menuding Direktur Penyidikan KPK menjadi “Kuda Troya”.

Benarkah Aris Budiman Kuda Troya di Tubuh KPK?
Direktur Penyidikan KPK Brigjen Pol Aris Budiman. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga.

tirto.id - Brigjen Pol Aris Budiman kembali memantik isu baru. Pria yang menjabat Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan kekesalannya karena ada sejumlah pihak di internal komisi antirasuah yang menganggap dirinya sebagai kuda troya.

Aris semula bercerita kepada wartawan bahwa ia pada Jumat (6/4/2018) menerima surat elektronik via email yang menyinggung dirinya. Surat itu mempermasalahkan langkah Aris mengangkat salah satu tenaga penyidik dari Polri di KPK.

“Salah satu kasatgas saya, saya minta untuk kembali ke KPK dan dia adalah penyidik yang baik, termasuk penerimaan beliau [baik]” kata Aris usai pelantikan Deputi Penindakan, Firli dan Diretur Penuntutan, Supardi, di Gedung KPK, Jumat lalu.

Ia menambahkan, “Dan di dalam KPK dikembangkan [isu] seolah-olah ini [pengangkatan penyidik] seperti kuda troya.”

Aris mengklaim dirinya sudah membalas surat email tersebut. Dengan nada suara meninggi, Aris lalu menyatakan, “Saya katakan [di email] bahwa saya adalah kuda troya bagi oknum-oknum yang memanfaatkan kesucian KPK untuk kepentingan pribadi.”

Tak hanya itu, Aris kemudian “bernyanyi” soal kejanggalan proses penyidikan di internal KPK. Ia mencontohkan kasus proyek e-KTP yang menyeret sejumlah pejabat publik, baik legislatif maupun eksekutif. Misalnya, Aris menyinggung KPK yang tidak pernah memeriksa saksi kunci Johanes Marliem dan menggeledah perusahaan Biomorf, perusahaan milik Marliem.

Selain itu, Aris menyebut kasus e-KTP sempat mandek. Menurut Aris, saat dia mulai aktif di KPK pada 16 September 2015, penanganan perkara korupsi proyek e-KTP sudah berjalan 2 tahun. Dia mengklaim, saat itu gelar perkara sudah dilakukan beberapa kali.

“[Tapi] itu tidak jalan,” klaimnya.

Aris menambahkan, dia juga pernah memenuhi permintaan Supardi untuk memasukkan sejumlah tenaga dari Divisi Penuntutan KPK untuk menangani penyidikan korupsi e-KTP. “Dan semuanya, Anda lihat seperti sekarang ini, ada sejumlah pertanyaan,” kata Aris.

Menanggapi “nyanyian' Aris tersebut, pihak komisi antirasuah melalui Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, pihaknya tidak mengetahui maksud pengakuan Aris mengenai adanya surat via email yang menuding Direktur Penyidikan KPK menjadi “Kuda Troya”.

“Saya akan cek apa sebenarnya yang terjadi. Untuk email, proses di KPK [biasanya] ada diskusi, saling mengirimkan, kemudian menjawab, tapi saya belum tahu persisnya seperti apa,” kata Febri.

Febri juga membantah klaim Aris yang menyebut KPK belum pernah memeriksa Johannes Marliem maupun menggeledah kantor Biomorf Lone. Menurut Febri, KPK sudah mengirimkan penyidik untuk melakukan pemeriksaan. Namun, karena terkendala dalam regulasi lintas-negara, kata dia, KPK bekerja sama dengan FBI.

Tirto berusaha menghubungi Pimpinan KPK soal pernyataan Aris Budiman tersebut. Namun, hingga artikel ini ditulis, pimpinan komisi antirasuah belum memberikan pernyataan.

Komisi III DPR akan Panggil KPK

Pernyataan Aris Budiman soal masalah di internal KPK bukan yang pertama. Aris pernah bersilang pendapat dengan Novel Baswedan, salah satu penyidik senior KPK. Aris bahkan sempat melaporkan Novel ke polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik.

Selain berkonflik dengan internal KPK, Aris juga pernah melakukan tindakan kontroversial dengan hadir dalam Pansus Hak Angket KPK di DPR. Kehadiran mantan Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri itu menjadi perbincangan lantaran KPK memutuskan tidak hadir memenuhi undangan pansus tersebut.

Saat itu, Aris sempat dikonfirmasi tentang geng dalam pansus hak angket. Meskipun mengaku tidak ada friksi, Aris menyebut idenya mendapat perlawanan dari internal KPK. Ide yang menimbulkan pandangan friksi adalah wacana merekrut perwira menengah Polri di dalam KPK. Setelah kejadian tersebut, Aris menerima email yang seolah membunuh karakter dirinya di tengah usahanya selama ini membangun integritas sebagai personel Polri.

Menanggapi “nyanyian” Aris tersebut, anggota Komisi III DPR, Arsul Sani memastikan, pihaknya akan mendalami keterangan Aris Budiman. Anggota Fraksi PPP ini mengklaim, Komisi III akan melakukan pembahasan dengan KPK tentang pernyataan Aris. Menurut dia, DPR bahkan tidak menutup kemungkinan akan membentuk panja terkait pengakuan tersebut.

“Kami akan melakukannya, baik melalui RDP [Rapat Dengar Pendapat] dengan Pimpinan KPK dan lebih lanjut kemungkinan melalui Panja Penegakan Hukum yang akan kami aktifkan kembali,” kata Asrul, kepada Tirto, Sabtu (7/4/2018).

Arsul menerangkan, niatan RDP dengan KPK sudah dibahas oleh para Anggota Komisi III DPR lain. Walaupun belum ada putusan resmi, Sekjen DPP PPP ini mengklaim, seluruh fraksi di Komisi III DPR akan mendalami keterangan Aris.

“Para anggota komisi dari seluruh fraksi tidak ada satu pun yang keberatan apabila isu yang dilontarkan oleh Aris ini didalami dengan investigasi untuk memastikan bahwa KPK melakukan due process of law dengan benar,” kata Arsul.

Arsul menerangkan, Panja akan dibentuk apabila tidak ada titik temu dalam RDP yang dilakukan antara Komisi III dengan KPK. Panja ini, kata dia, akan melakukan pengawasan soal penegakan hukum oleh Polri, Kejaksaan maupun KPK.

calon-kepala-daerah-ditangkap-KPK-CURRENTISSUE

Hasil rekomendasi dari Panja yang akan dibentuk, kata Arsul, mengikat dan harus dilakukan oleh institusi terkait. Arsul optimistis, KPK tidak akan mengulang kisah Pansus Hak Angket, di mana KPK tidak mau hadir dalam pemeriksaan dengan berdalih tengah bersengketa di MK. Ia pun memastikan Panja tidak akan menyinggung penanganan perkara KPK.

“Yang tidak boleh memang bicara materi penanganan perkara, tetapi kalo membahas perilaku mereka yang menangani perkara dan ada dugaan penyimpangan perilaku, maka ya boleh saja," tutur Arsul.

Akan tetapi, Arsul enggan menjawab adanya manuver atau maksud tertentu dari ujaran Aris. Ia ingin mendengar keterangan detail Aris sebelum menyinggung ada istilah “Kuda Troya” atau kasus lain di internal KPK. Menurut dia, Komisi III perlu memeriksa Aris sebelum menyimpulkan maksud pernyataan jenderal bintang satu itu.

“Komisi III juga berharap agar Aris tidak sebatas bicara di media saja, namun harus bersedia bicara di Komisi III atau Panja tersebut dengan jelas, lengkap dan disertai bukti atau indikasinya, sehingga bisa didalami lebih lanjut dengan memanggil personal-personal terkait di KPK atau institusi lainnya,” kata Arsul.

Kuda Troya di KPK Bukan Wacana Baru

Koordinator Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri angkat bicara soal pernyataan Aris Budiman. Febri tidak memungkiri kalau isu “Kuda Troya” sudah lama di KPK.

“KPK, kan, punya kewenangan yang cukup besar dalam penanganan perkara korupsi. Jadi kalau ada yang memasukkan orang dan orang itu sebagai 'kuda troya' ya wajar aja,” kata Febri kepada Tirto, Sabtu (7/4/2018).

Hanya saja, kata Febri, ia tidak mengetahui secara pasti konteks pernyataan Aris Budiman soal “kuda troya” yang dimaksud.

“Kuda Troya untuk melemahkan KPK, ya macam-macam kan? Tapi dalam konteks Aris, saya enggak ngerti maksudnya apa kuda troya,” kata dia.

Sementara untuk masalah pemeriksaan Johanes Marliem dan penggeledahan kantor Marliem, Febri tidak mengerti motif di balik Aris mengungkapkan proses penyidikan itu. Alasannya, sejauh yang ia ketahui, proses penyidikan tidak boleh dibuka ke publik. Pembukaan keterangan di publik seperti langkah Aris, kata Febri, bisa mengganggu proses penyidikan.

Selain itu, kata dia, Aris juga harus sadar kalau Deputi Penindakan, Pimpinan KPK serta satgas di lapangan juga berperan penting dalam penanganan perkara. Oleh sebab itu, tidak sepantasnya Aris mengungkap kepada publik.

Aktivis ICW ini menilai, KPK juga tidak mengistimewakan perusahaan Marliem. Meskipun tidak mengetahui adanya dugaan pemberian uang atau kekhususan bagi Marliem, kata dia, permasalahan e-KTP ada pada juridiksi hukum. Ia mengingatkan, Marliem merupakan warga negara asing yang tinggal di luar negeri. Aturan yang berbeda membuat penyidik KPK tidak bisa asal menindak Marliem.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz