tirto.id - Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 telah berlangsung serentak pada Rabu, 14 Februari 2024. Proses pencoblosan digelar mulai pukul 07.00 hingga 13.00 WIB, meskipun beberapa wilayah ada yang mengalami keterlambatan.
Berdasarkan siaran langsung "Ngawal Hari Pemilu dan Musyawarah-in Hasil Quick Count Pilpres 2024", yang tayang di kanal YouTube resmi Najwa Shihab, sejumlah TPS di Kota Jayapura, Sentani, dan Makassar, mengalami keterlambatan. Telatnya waktu pencoblosan ini dilaporkan mencapai 1-2 jam.
Lepas dari itu, hasil hitung cepat sudah dirilis. Hasil quick count Pilpres 2024 per Rabu (14/2) petang menunjukkan keunggulan Pasangan Calon (Paslon) nomor urut 2. Mayoritas lembaga survei menyatakan, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka setidaknya telah memperoleh lebih dari 55 persen suara.
Namun, ada beberapa pihak menyebut adanya kecurangan pemilu yang di hari pencoblosan. Lantas, benarkah ada keculasan di Pilpres 2024? Apa buktinya?
Dugaan Kecurangan Pilpres 2024 di Hari Pencoblosan
Satu di antara sejumlah indikasi kecurangan pemilu disampaikan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto. Menukil dari Media Indonesia, ia menyatakan ada beberapa orang yang melapor adanya kecurangan Pilpres 2024.
"Hari ini, Ibu Megawati Soekarnoputri didampingi Pak OSO dan Pak Mardiono bersama Pak Ganjar dan Prof Mahfud MD sedang menerima laporan dari Pak Todung Mulya Lubis, yang menyampaikan berbagai indikasi kecurangan," terangnya.
Kecurigaan Hasto bahwa tim Prabowo curang didasarkan pada peristiwa yang terjadi di Madura, Jawa Timur, juga di Jateng dan Papua. "Tadi malam kami pun sempat menyampaikan kewaspadaan tertinggi untuk Jawa Tengah dan Jawa Timur," terangnya.
Media arus utama, Kompas, juga mewartakan hal serupa. Kali ini Deputi Bidang Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, yang menerangkan indikasi keculasan Pemilu 2024.
"Cukup banyak, saya enggak bisa menghitung tapi cukup banyak. Dan kalau melihat temuan itu, bukan soal jumlahnya, tapi apakah temuan itu signifikan atau tidak. Menurut saya banyak sekali pelanggaran yang sangat signifikan yang menggerus integritas Pemilu itu," klaimnya, dalam pemberitaan Kompas yang mengudara pada Rabu (14/2), pukul 19.10 WIB.
Bukti yang menurutnya bisa menguatkan dugaan tersebut ialah laporan yang diterima oleh timnya, bahwa banyak surat suara yang tercoblos lebih dulu untuk Paslon 02.
Todung juga mengklaim keculasan serupa terjadi di luar negeri. "Dari London, Hong Kong, kita mendapat laporan bahwa banyak warga negara Indonesia tidak bisa menggunakan hak pilihnya," jelasnya.
Di media sosial, video yang menunjukkan laku culas dalam Pilpres 2024 berseliweran, utamanya di X. Sejumlah tayangan menunjukkan adanya kecurangan pemilu 2024 di Madura, luar negeri, dan beberapa wilayah Jawa lainnya.
Merespons tudingan tersebut, Ketua Divisi Teknis KPU, Idham Holik, menilai proses pemungutan suara telah dipantau langsung oleh pengawas. Ia katakan, proses pencoblosan telah digelar secara terbuka.
"Apabila ada hal-hal terindikasi kuat adanya dugaan pelanggaran di dalam proses pemungutan suara, Bawaslu-lah yang akan menanganinya," ujarnya.
Indikasi Culas Tercium Sejak Jauh-Jauh Hari
Salah satu bukti Pemilu 2024 curang ditemukan oleh Tempo lewat laporannya yang bertajuk "Operasi Senyap Menangkan Prabowo", terbit pada Rabu (14/2). Terindikasi bahwa ada pergerakan sejumlah kepala desa yang berupaya memenangkan paslon 02.
Hal itu setidaknya disampaikan oleh tiga kepala desa (kades) dari Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Salah satu di antaranya mengaku diminta oleh pengurus TKN Prabowo-Gibran untuk memenangkan paslon 02 di desanya. Tak tanggung-tanggung, target perolehan suara yang diharapkan ialah lebih dari 50 persen.
Kala pertemuan antara kepala desa dan TKN paslon 02 itu terjadi, ada yang mengaku diberi uang Rp500 ribu. Mereka juga "disalami" sejumlah uang lagi untuk dibagikan kepada pemilih.
"Kepala desa dikumpulkan di sebuah pendopo di sana," ujar narasumber anonim yang diperoleh Tempo. Berdasarkan buku Warp Speed (1999) karya Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, ada tujuh syarat dibolehkannya sumber anonim. Salah satu di antaranya ialah keamanan narasumber, seperti yang dilakukan Tempo.
Dugaan kecurangan sebenarnya telah tercium sejak jauh hari. Dalam laporan Majalah Tempo bertajuk "Cara Lembaga Negara Mendukung dan Menghimpun Suara untuk Prabowo-Gibran", yang terbit Selasa (11/2), ditemukan sejumlah akademisi yang mengalami intimidasi dari aparat.
Gertakan itu salah satunya dialami Hardi Winoto, Wakil Rektor II Universitas Muhammadiyah Semarang. Ia didatangi Kepolisian Sektor Tembalang, Kota Semarang, pada Jumat (2/2) sore.
Ia mengaku disuruh oleh aparat yang mendatanginya untuk membuat video kesaksian. Video itu berisi pujian keberhasilan Jokowi menangani Covid-19.
Tak hanya itu. Setidaknya ada enam video yang tersebar di media sosial. Semuanya berisi pujian kinerja Jokowi selama menjabat sebagai presiden dua periode.
Terkait itu, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jawa Tengah, Komisaris Besar Satake Bayu Setianto, menyebut bahwa pembuatan video itu dipakai untuk mendinginkan situasi. Akan tetapi, ia tak membantah ataupun membenarkan perintah itu.
"Salah satu kegiatannya manajemen kemitraan dengan sivitas akademika dan mahasiswa," terangnya, Jumat (9/2).
Beberapa dugaan tingkah culas lain jelang Pilpres 2024 juga diwartakan Majalah Tempo dalam laporan sama. Ada indikasi pemerintah pusat yang menginstruksikan pejabat daerah untuk membantu pemenangan Prabowo-Gibran.
Selain itu, Pejabat kepala daerah diduga mengganti kepala dinas yang memilih selain paslon 02. Kecurigaan yang sama di Kementerian Agama juga terdapat, meskipun kemudian dibantah oleh Yaqut Cholil Qoumas selaku Menteri Agama.
"Perintah presiden, [menyatakan bahwa] seluruh ASN, tentara, polisi, BIN, hingga perangkat negara yang lain, harus netral. Sebagai pembantunya saya taat," katanya, dikutip dari laporan Majalah Tempo yang sama, Jumat (9/2).
Editor: Iswara N Raditya