tirto.id - Bareskrim Polri menyelidiki dugaan penimbunan kedelai di sejumlah wilayah usai kenaikan harga kedelai yang mengakibatkan kelangkaan.
Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit menyatakan penyelidikan dilakukan oleh tim satgas Pangan Polri di sejumlah wilayah di Indonesia dan telah melakukan pemeriksaan di sejumlah gudang importir dan distributor kedelai di wilayah Cikupa, Cengkareng, dan Bekasi.
"Satgas juga telah menginstruksikan satgas kewilayahan di tiap Polda untuk melakukan pengecekan harga, ketersediaan kedelai serta sentra-sentra pengolahan khususnya UMKM yang memproduksi tempe dan tahu," ucap Listyo, Selasa (5/1/2021) dilansir dari Antara.
Diketahui, terjadi kenaikan harga kedelai di awal tahun 2021 ini yang menyebabkan sejumlah perajin tahu tempe mogok produksi selama tiga hari. Akibatnya pasokan tahu dan tempe menghilang di pasaran dari 1 hingga 3 Januari.
Para produsen tempe dan tahu memutuskan untuk mogok produksi karena harga kedelai impor naik sampai 50 persen. Pemicu dari kenaikan kedelai adalah kenaikan terjadi karena pada Desember 2020 harga kedelai dunia tercatat sebesar USD 12,95/bushels, naik 9 persen dari bulan sebelumnya yang tercatat USD 11,92/bushels.
Kenaikan harga kedelai di kisaran angka Rp9.000 dari semula sekitar Rp7.000 per kilogram itu dinilai membebani produsen tahu dan tempe.
Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan mengklaim telah menurunkan tim untuk mencari sumber masalah mogok produksi oleh produsen tahu tempe. Pemerintah menjamin pasokan kedelai akan segera stabil.
Penyelidikan juga dilakukan Kementerian Pertanian. Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian, Suwandi menyebut salah satu pemicu mahal dan langkanya stok kedelai adalah lambatnya pengiriman kedelai dari luar negeri.
“Waktu juga ya, yang semula [perjalanan kirim kedelai impor] ditempuh selama tiga minggu menjadi lebih lama yaitu enam hingga sembilan minggu,” jelas Suwandi, Senin (4/1/2021).
Suwandi menjelaskan dampak pandemi menyebabkan pasar global kedelai saat ini mengalami goncangan akibat tingginya ketergantungan impor.
Di luar masalah distribusi, Suwandi menyebut adanya kenaikan harga kedelai impor sebesar 50 persen. Kenaikan ini disebut dampak dari pandemi di negara asal kedelai seperti Amerika Serikat, Brasil, Argentina, Rusia hingga Ukraina.
Harga kedelai impor yang selama ini digunakan oleh pengrajin tahu tempe di negara asal sudah tinggi, sehingga berdampak kepada harga di Indonesia menjadi lebih tinggi lagi.
Sementara itu, Kasatgas Pangan Polri Brigjen Helmy Santika mengatakan pihaknya juga telah memiliki data dan analisa ketersediaan serta kebutuhan kedelai secara nasional.
"Kami telah koordinasi dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian dan sejumlah pihak lain untuk menelusuri dugaan adanya penimbunan dan permainan harga kedelai yang melonjak sejak beberapa hari lalu," tutur Helmy.
Helmy juga menyebutkan bahwa perkembangan global di masa pandemik COVID-19 turut memengaruhi harga kedelai di pasar dunia.
"Berdasarkan data FAO, pada Desember 2020 ada kenaikan harga kedelai di pasar global sebesar 6 persen dari harga awal 435 dolar AS menjadi 461 dolar AS per ton," ucap Helmy.