tirto.id - Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya Sugiarto, mengungkap bahwa masalah sampah masih menjadi tantangan bagi kepala daerah. Berdasarkan data, terdapat 64 juta ton sampah per tahun dengan 5,4 juta ton merupakan sampah plastik. Dari sampah plastik tersebut, sekira 3 juta ton sampah plastik terbuang ke laut setiap tahun.
"Omong kosong Indonesia emas 2045. Tidak mungkin menjadi negara maju di 2045 kalau sampah enggak kita selesaikan. Kalau ada satu masalah yang buat pusing kepala daerah selain organisasi masyarakat, adalah masalah sampah. Banyak kepala daerah enggak sentuh karena sangat kompleks," kata Bima kepada awak media dalam kunjungan kerjanya ke Jimbaran, Bali, Sabtu (5/7/2025).
Bima menyebut ada tiga masalah utama yang dihadapi pemda dalam menangani sampah plastik. Pertama, belum ada bahan substitusi yang terbukti andal untuk menggantikan plastik. Kedua, tindakan mereduksi plastik yang akan berdampak pada keseimbangan perekonomian.
Ketiga, masalah sampah tidak bisa diselesaikan secara parsial, melainkan harus dari hulu ke hilir. Dia bahkan menyebut pemerintah sekalipun sering gagal paham mengenai penanganan sampah.
"Banyak sekali kepala daerah itu latah. Memilah dan memilih disosialisasikan, di rumah dipilah, oleh armada pemerintah kota dicampur lagi. Sama saja bohong. Ada lagi yang sudah berhasil dipilah, masuk ke TPA, diolah menjadi paving dan lainnya, tapi tidak ada yang beli. Ketika ditanya kenapa tidak dibeli, katanya enggak masuk standar biaya dan lainnya," beber Bima.
Menghadapi ketiga permasalahan tersebut, Bima berencana berkolaborasi dengan sektor swasta untuk mempercepat pendistribusian produk berbahan sampah plastik. Bahkan, dia memiliki rencana agar seluruh wilayah dapat menggunakan aspal plastik untuk pembuatan hingga pemeliharaan jalan.
"Kami hitung produksi sampah plastik per tahun berapa, dikaitkan langsung dengan kebutuhan pemeliharaan lahan, ruas jalan di mana saja. Jadi, supply side [penawaran] dan demand side [permintaan] bisa ketemu karena ini memerlukan produksi yang masif," bebernya.
Menurut data yang dimiliki Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), daya tahan aspal plastik lebih lama dibandingkan aspal biasa. Bima juga menyebut model aspal plastik sudah diterapkan di beberapa daerah percontohan, di antaranya di Cilegon, Banten, dan Garut, Jawa Barat.
"Kami juga akan buat kajian regulasi apa yang dibutuhkan untuk diperkuat. Mana yang dari Kemendagri, mana yang mungkin dari kementerian lain. Yang penting kami membuka ruang teknologi untuk masuk ke semua itu," jelasnya.
Dari segi pembiayaan, Bima mengakui bahwa aspal plastik masih 3 persen lebih mahal dibandingkan aspal biasa. Kendati demikian, biaya dapat ditekan apabila aspal plastik sudah diproduksi massal dan digunakan di semua daerah.
"Kami akan dorong, paling tidak, di kota-kota besar dengan kapasitas APBD yang mumpuni dan memerlukan kebutuhan infrastruktur," tegasnya.
Sementara itu, Direktur Legal, External Affair, dan Ekonomi Sirkular Chandra Asri Grup, Edi Rivai, mengungkap sudah terdapat 120,8 kilometer jalan yang menggunakan aspal plastik di berbagai daerah. Jalan beraspal plastik tersebut dibuat dari 2023 hingga 2025. Sampah plastik yang digunakan diambil dari daerah tempat aspal plastik tersebut dikerjakan.
"Konstruksinya per kilometer memerlukan 3 ton sampah. Jadi, dari 120 kilometer, kami mengelola sampah lebih dari 1.500 ton. Inisiatif ini perlu dukungan dari semua pihak agar dapat berkelanjutan dari sisi lingkungan, pengelolaan sampah, dan pemanfaatan ekonomi," pungkasnya.
Penulis: Sandra Gisela
Editor: Fadrik Aziz Firdausi