tirto.id - Korban pasal karet UU ITE terus bertambah. Salah satunya Ravio Patra. Melalui akun media sosial, Ravio mempertanyakan rekam jejak Wempy Dyocta Koto, yang mengklaim diri sebagai motivator, pebisnis, dan konsultan bisnis dengan pangsa pasar internasional.
Mulanya Ravio tertarik dengan perbincangan yang dipantik akun Twitter @startupwati. Akun anonim ini kerap memancing topik seputar dinamika bisnis rintisan di Indonesia, sebut saja perkembangan pasar online Tokopedia dan Bukalapak hingga aplikasi transportasi online seperti Go-Jek dan Grab.
Pada 5 Maret 2017, akun @startupwati memberi tebak-tebakan kalimat dalam sebuah tangkapan layar. Kalimat ini isinya seruan yang meyakinkan kepada khalayak media sosial agar tidak buang-buang waktu bekerja pada perusahaan yang membayar murah antara Rp5 juta hingga Rp100 juta per bulan.
“They make millions of dollars and pay you peanuts,” isi kutipan itu dalam bahasa Inggris. “Jadilah orang yang pintar buat hidupmu dan waktumu.” Bikinlah startup, jadikan ia sebagai impianmu, sesuai dengan bakat, tujuan, dan misi hidupmu.
Lanjutan dari kutipan itu:
“Jangan buang-buang waktumu dan jangan berpikir saya bakal di Indonesia yang seterusnya mengajarimu. Enggak. Saya punya komitmen bisnis internasional. Tetapi saya di sini karena saya menjanjikan pemerintah Indonesia dan diri saya sendiri untuk melahirkan jutawan, bisnis rintisan, dan para pemimpin Indonesia masa depan.”
Itu adalah kalimat dari salah satu postingan Instagram Wempy Dyocta Koto.
Selanjutnya akun @startupwati memposting tangkapan layar memuat sebagian kecil data Companies House mengenao perusahaan Wempy yang berbasis di London bernama Wardour and Oxford Limited, yang telah ditutup (dissolved) pada 2012.
Nyaris dua bulan berlalu, 4 Mei 2017, akun @startupwati kembali berkicau: “Guys, kira-kira siapa sih AA Gatot-nya startup scene Indonesia? Kita butuh tolok ukur.”
AA Gatot adalah panggilan akrab Gatot Brajamusti, seorang aktor yang rekam jejaknya tak menonjol tapi mendadak muncul sebagai Ketua Umum Persatuan Artis Film Indonesia, dan membuat film medioker macam Azrax (2013) dan D.P.O (2015), yang jadi olok-olok penggemar film. Tak lama setelah itu Gatot dikurung jeruji besi karena tindakan pidana.
Lebih dari tiga minggu kemudian, 27 Mei 2017, Ravio mengunggah lewat akun Facebook miliknya mengenai rekam jejak Wempy. Ravio menegaskan motivasinya mencari tahu kebenaran beberapa klaim Wempy yang tidak akurat serta inkonsisten.
Menurutnya, apa yang dilakukannya adalah hal wajar; menelusuri siapa Wempy, yang muncul dan meroket sejak 2012. Alasan Ravio, Wempy adalah figur publik yang mendapatkan keuntungan finansial dan lainnya dari reputasi yang dicitrakan.
“Gue hati-hati banget dalam menulis supaya gue enggak menuduh. Cuma cari fakta saja,” kata Ravio kepada Tirto. Ravio memang mencantumkan 12 foto berisi proses pencarian data yang didapatnya dalam postingan tersebut.
Selain sesama orang Minang, Ravio pernah bertemu Wempy dalam dua kali forum. Meski nama Wempy tak asing baginya, tetapi ia tak tahu dengan jelas rekam jejaknya. Maka, setelah pertemuan kedua, Ravio mencari tahu latar belakang Wempy. Ravio, yang kerap berkutat dengan karya tulis ilmiah, menjadikan pencarian itu secara serius.
Ia mempertanyakan apakah Wempy melakukan penipuan, terlalu narsis, atau mencintai kepalsuan? Beberapa keheranan itu adalah hasil dari penelusurannya. Ravio juga menyangka Wempy lahir di Sydney, Australia, dan besar di Eropa.
Ravio menulis bahwa situs resmi Wardour and Oxford—tempat Wempy menjabat CEO—tak bisa diakses. Ravio juga menulis bahwa tidak ada yang namanya penghargaan yang diterima Wempy, yakni Asia's Highest Entrepreneurship Award dan Asia's Highest Leadership Award
“Websitenya (wardourandoxford.com) baru muncul setelah tulisan gue. Profil LinkedIn berubah total setelah postingan gue,” ujar Ravio.
Selain itu, Wempy menegaskan diri sebagai konsultan bisnis global, tetapi untuk menerbitkan buku perdananya, ia memanfaatkan situs urun dana kitabisa.org. Di kolom biografi situs tersebut, Wempy menulis pernah mendapatkan penghargaan “Fortune's 40 Under 40 in Asia”.
Melalui postingan di Facebook, Ravio berharap keheranan atas sejumlah klaim Wempy bisa diuji khalayak medsos. Di luar itu, bagi Ravio, opini apa pun yang berkembang di kolom komentar sebagai hak masing-masing individu.
Ravio meneruskan keheranan itu pada akun Twitter @startupwati. Ia menilai akun yang kerap membahas dinamika perjalanan para pebisnis itu memiliki pengikut yang lebih paham. Maka, ia berharap ada yang mengoreksi jika salah atau menambahkan data.
Sehari setelahnya, 28 Mei 2017, Wempy membalas melalui kolom komentar di postingan Facebook Ravio.
Berkat penelusuran Ravio, Wempy akhirnya membenarkan tak pernah mendapat penghargaan Asia's Highest Entrepreneurship Award, melainkan apa yang disebut Asia Pacific Entrepreneurship Award pada 2013. Wempy juga membenarkan tak pernah menyandang penghargaan Asia's Highest Leadership Award, melainkan Asia Corporate Exellence and Sustainbility Award kategori Outstanding Leaders pada 2016.
Wempy juga menjelaskan alasan menggunakan situs kitabisa.org untuk dirinya sebagai penulis pemula. Tujuan menggunakan situs tersebut untuk mengukur, seberapa banyak orang yang tertarik pada buku pertamanya yang belum ditulis dan dicetak. Jika tak ada yang berminat, ia akan mengurungkan menulis buku itu. (Dalam situs tersebut, prakarsa ini telah mengumpulkan dana Rp103.680.153 dari target Rp100.000.000.)
Namun, Wempy merasa tersinggung ketika kecintaannya kepada Indonesia dipertanyakan. Ia mengklaim 90 persen hidup di luar negeri, tetapi rasa nasionalisnya pada Indonesia tak goyah sedikit pun.
Ravio kemudian menimpali komentar itu. Ia mempertanyakan mengapa Wempy inkonsisten soal penyematan nama-nama penghargaan yang ia sandang. Kemudian menagih ada yang belum dijawab oleh Wempy: bahwa Wardour and Oxford ditutup pada 2012 atas data resmi dari Companies House. Selain itu, situsweb resmi perusahaan ini masih belum bisa diakses.
Ravio meluruskan kesalahpahaman soal nasionalisme. Padahal, yang dimaksud Ravio: mengapa Wempy dominan menyampaikan bayang-bayang bisnis besar di luar negeri, yang membuatnya dibayar mahal.
Wempy kembali membalas komentar saat ia mengklaim tengah di Tunisia, Afrika. Ia menegaskan sebagai pemilik dan pemegang saham beberapa perusahaan di seluruh dunia, termasuk di London, Eropa, dan Asia. Di Indonesia, ia mengklaim sebagai ketua dan dewan direksi perusahaan di Bandung, Jakarta, dan Surabaya.
Wempy menegaskan perusahaannya baru menyelesaikan transfer pertamanya senilai Rp500 juta untuk ekspor produk PT Maicih Inti Sinergi ke Australia. Tapi Wempy sebenarnya bukan orang pertama yang melakukan hal itu. Sejak Januari 2016, produk Maicih sudah dijual di Australia.
Ravio kembali membalas komentar Wempy. Ia merasa terganggu dengan Wempy yang menjadi sosok terkenal tetapi kredibilitasnya agak diragukan. Sebab, dari data Companies House, perusahaan Wempy ditutup pemerintah London ketika memiliki modal 1 Poundsterling.
Wempy tersinggung jika 1 Poundsterling (setara Rp17 ribu) itu dibandingkan Ravio tak cukup untuk membeli nasi Padang di Indonesia. Namun, Ravio tidak berniat membunuh karakter Wempy; ia hanya melakukan pembandingan rasional agar Wempy mau bertanggung jawab atas inkonsistensinya menyamarkan penghargaan.
Tapi Wempy kembali mengungkit terkait status kewarganegaraannya. Ia tak memegang paspor selain kebangsaan Indonesia. Terkait laju bisnis, pemerintah Inggris menawarkan visa residensi sesuai kekayaan individu, pendapatan, investasi, aset, pekerjaan, pendidikan, dan pengalaman. Masalah peraturan izin tinggal itu yang membuat Wempy meminta pengacaranya untuk menutup Wardour and Oxford pada 13 Maret 2012.
Menurut Wempy, mendirikan, menutup, dan membuka kembali perusahaan adalah hal lumrah. Ia menilai, menutup perusahaan berbeda dari istilah bangkrut. Sebab, perusahaannya dibubarkan tanpa terlilit utang dan tak ada kasus hukum terkait hal itu yang menerpanya.
“Saya tidak pernah memiliki perusahaan bangkrut dan tidak pernah kehilangan uang investor,” tulis Wempy.
“Saya memiliki dan menjadi pemegang saham berbagai perusahaan di seluruh dunia,” tegas Wempy dalam kolom komentar lain.
“Berbagai pendapatan, keuntungan, dan dividen saya dibayar melalui entitas (perusahaan) yang berbeda.”
“Saya juga mengirim tautan atas penghargaan yang saya menangkan. Dokumen-dokumen keuangan telah diajukan dan diverifikasi secara menyeluruh oleh komite pemerintahan serta akuntan dan auditor internasional independen.”
“Saya berharap kalian dalam keadaan baik. Wassalam,” lanjut Wempy pada 29 Mei untuk mengakhiri perdebatan tersebut.
Inisiasi Mediasi Dipukul Somasi dan Kriminalisasi
Namun, apa yang jadi perbincangan pada postingan Ravio Patra tersebut berbuntut ancaman. Pada 4 Juni, Wempy Dyocta Koto mengunggah pernyataan mengenai postingan Ravio yang disebut “informasi fitnah atau bohong (hoax) mengenai saya.”
Wempy menyampaikan bahwa postingan Ravio “merusak apa yang telah saya kerjakan selama 20 tahun dan merugikan kredibilitas dan finansial saya.”
“Awalnya saya tidak ingin menanggapi post tersebut secara resmi, akan tetapi karena efeknya sudah mulai merugikan saya, maka saya harus memberikan klarifikasi dan bukti awal terkait tudingan yang bersangkutan,” tulis Wempy. “Pencapaian dan jerih payah saya selama ini bukanlah klaim sepihak yang saya lebih-lebihkan.”
“Saya akan menindak tegas permasalahan ini melalui jalur hukum pidana,” tambah Wempy.
Sehari setelahnya, Ravio mengirimkan surat elektronik kepada Wempy. Ia paham bagaimana citra begitu penting bagi seorang pebisnis. Ia menyampaikan permohonan maaf jika pola penyampaian keheranan dan pendapatnya membuat Wempy tersinggung. Di sisi lain, ia percaya bahwa Wempy mau menghargai kebebasan berpikir dan berpendapat sebab Wempy adalah sosok yang telah malang-melintang di luar negeri.
Ravio bersedia untuk memposting klarifikasi agar tak ada lagi simpang-siur di laman Facebook miliknya. Ia juga bersedia menulis permintaan maaf di atas materai.
Selain itu, Ravio membuka ruang mediasi. Ia mengajukan permohonan agar bisa bertemu dengan Wempy. Ia yakin Wempy bersedia sebab citra dirinya sebagai guru, figur publik, dan pebisnis internasional yang menghargai diskusi.
Namun, dua hari setelahnya, Harvardy M. Iqbal, kuasa hukum Wempy, justru membalasnya dengan mengirimkan surat somasi. Ternyata Wempy telah menyewa Harvardy sebagai kuasa hukum sejak 2 Juni 2017. Sedari bagian pengantar, nada somasi itu berisi gertakan.
Harvardy menduga Ravio telah melakukan tindakan pidana penghinaan atau pencemaran nama baik melalui sistem elektronik dengan pasal 27 ayat (3) juncto pasal 45 ayat (3) UU ITE.
Ravio dianggap tak memiliki hak untuk mengunggah di akun Facebook terkait Wempy. Tak ada alasan Ravio bisa melakukan hal ini karena tak pernah dirugikan secara langsung oleh Wempy.
Postingan yang bisa diakses secara terbuka tersebut tercatat dibagikan 161 kali, lebih dari 120 akun berkomentar, dan lebih dari 430 akun menyukai status tersebut. Postingan ini juga telah disunting oleh Ravio sebanyak 21 kali.
Dalam surat somasi, Ravio dituntut “melakukan banyak hal tak rasional”. Ia didesak untuk membuat klarifikasi bahwa apa yang dipertanyakan Ravio selama ini tidak benar, serta permohonan maaf. Naskah ini harus disetujui dulu oleh Wempy. Ravio diminta untuk membuat pernyataan tertulis pada satu halaman penuh di media cetak Kompas dan Media Indonesia.
Ravio juga harus membuat konten video dan memublikasikan di YouTube. Padahal Ravio sendiri tak pernah mengunggah video melalui akun YouTube.
Belum selesai di situ, Ravio diminta memposting permohonan maaf melalui seluruh akun sosial media miliknya. Kemudian membalas seluruh komentar dan share atas postingannya yang berhubungan dengan Wempy.
Ravio makin tak diberi napas sedikit pun dengan diharuskan membayar ganti rugi terhadap Wempy senilai Rp5 miliar.
Seluruh permintaan dari pihak Wempy tersebut harus ditunaikan paling lambat 8 Juni 2017 jam 12 siang.
“Gue kumpulin semua harga gue enggak terkumpul kali. Gue kerja 20 tahun aja belum terkumpul Rp5 miliar. Kapan kekumpulnya saja enggak kebayang. Berlebihan reaksinya,” keluh Ravio.
Melalui surel, Ravio membalas somasi tersebut. Ia menegaskan ulang maksud mengirimkan surat permohonan maaf sebelumnya adalah agar diberi kesempatan untuk mediasi secara langsung. Sebab, dari sana, masalah bisa didiskusikan secara damai dan kekeluargaan. Ia juga keberatan karena harus memenuhi seluruh tuntutan somasi hanya dalam tenggang tak sampai sehari.
Harvardy memberi kesempatan sekali saja mediasi. Waktu yang ditentukan pada 20 Juni 2017 di kantornya, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Syaratnya, Ravio harus membawa kedua orangtua. Balasan Harvardy juga diselingi ancaman: jika tak dipenuhi, maka Ravio akan dilaporkan pidana.
Untuk pertemuan itu, konfirmasi kehadiran maksimal harus dilakukan Ravio pada 14 Juni 2014. Ravio justru menanggapi agenda mediasi ini di akhir tenggang waktu konfirmasi kehadiran. Ia mengatakan hanya bersedia melakukan pertemuan didampingi penasihat hukum. Sebab ia takut salah menentukan sikap yang bakal berakibat fatal di mata hukum.
Tapi Harvardy ngotot menunggu kehadiran Ravio bersama kedua orangtuanya sesuai agenda.
Pada 21 Juni 2017, Wempy secara resmi melaporkan Ravio ke Polda Metro Jaya dengan dugaan pencemaran nama baik. Delik yang digunakan adalah pasal 310 dan 311 KUHP jo. pasal 27 ayat (3) UU ITE dengan laporan polisi SP.Dik/475/VIII/2017/Dit.Reskrimsus.
Pada 2 Juli 2017, melalui akun Facebook, Wempy menegaskan merasa dirugikan karena Ravio memancing komentar negatif tentang dirinya.
Pada 16 Agustus 2017, Ravio diperiksa Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya selama 12 jam. Ponsel, akun Facebook, dan emailnya disita pihak kepolisian.
“Kerjaan gue di media, ada proyek gue lewat Facebook,” ujar Ravio. “Gue tanya ke polisi, 'Boleh enggak bikin akun Facebook baru, terus gue jadi admin Facebook baru ini di page yang gue bikin?' Akhirnya, gue pakai Facebook baru.”
Baca juga: LBH Pers Desak Polisi Hentikan Kasus Pidana Ravio Patra
Soal perkara pidana tersebut, Hendy Setiono, Pendiri Kebab Turki Baba Rafi yang membantu Wempy saat kembali ke Indonesia, saat dimintai komentar berkata bahwa ia berharap Wempy “berbesar hati” untuk tidak meneruskan upaya hukum.
“Saya pikir hal seperti itu cukup di internally berdua, tanpa harus melibatkan pelaporan dan sebagainya. Tidak perlu dibesarkan atau dilanjutkan pada stage yang lebih tinggi. Cukup diselesaikan antar kedua belah pihak saja,” ujar Hendy kepada saya.
=====
Ralat: Pada infografik sebelumnya, tertulis perusahaan Wempy Koto yang terdaftar di London, Wardour and Oxford, bangkrut sejak 2012. Istilah bangkrut itu keliru. Yang tepat adalah dissolved alias ditutup, salah satunya karena perusahaan yang memiliki selembar saham seharga 1 Poundsterling itu (punya Wempy sendiri) tidak pernah menjalankan usaha.
Penulis: Dieqy Hasbi Widhana
Editor: Fahri Salam