Menuju konten utama

LBH Pers Desak Polisi Hentikan Kasus Pidana Ravio Patra

LBH Pers dan LBH Jakarta mendesak Polda Metro Jaya menghentikan kasus pidana pencemaran nama baik yang menjerat warganet bernama Ravio Patra. Kasus ini bermula dari laporan seorang motivator dan pengusaha, Wempy Dyocta Koto.

LBH Pers Desak Polisi Hentikan Kasus Pidana Ravio Patra
(Ilustrasi) Direktur dari LBH Pers Nawawi Bahrudin (kedua Kiri) memberikan keterangan Catatan Kebebasan Pers dan berekspresi di Kalibata, Jakarta Selatan, Rabu (28/12/2016). ANTARAFOTO/Fakhri Hermansyah.

tirto.id - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers dan LBH Jakarta mendesak Polda Metro Jaya menghentikan kasus pidana pencemaran nama baik yang menjerat warganet bernama Ravio Patra.

Kasus ini bermula dari laporan motivator dan pengusaha Wempy Dyocta Koto ke Polda Metro Jaya terkait tulisan Ravio di laman fecebook. Wempy, yang juga CEO Wardour and Oxford, sebuah perusahaan konsultan bisnis, menuding Ravio Patra telah mencemarkan nama baiknya.

Direktur Eksekutif LBH Pers, Nawawi Bahrudin menilai tulisan Ravio di laman facebook tidak memuat materi pencemaran nama baik maupun penghinaan sebab didasari hasil riset dan penelusuran informasi yang dapat dipertanggungjawabkan.

“Perbuatan Ravio sama sekali bukan bentuk pencemaran nama baik atau penghinaan seperti yang dituduhkan oleh pihak WDK (Wempy). Apa yang dituliskan Ravio merupakan informasi penting yang patut diketahui publik. Apalagi, tulisan tersebut diperoleh dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan,” kata Nawawi pada Senin (21/8/2017).

Menurut Nawawi, keputusan Ravio Patra mengunggah tulisannya mengenai praktik bisnis Wempy didasari niat untuk kepentingan publik.

“Publik harus mengetahui kredibilitas sebenernya WDK (Wempy), mengingat dia sering menyampaikan klaim-klaim atas dirinya ke publik. Perbuatan Ravio bukanlah suatu tindak pidana pencemaran nama baik dan fitnah sesuai dengan Pasal 27 (3) UU ITE, 310 KUHP, dan 311 KUHP,” kata Nawawi.

Nawawi menambahkan hasil kajian LBH Pers dan LBH Jakarta memastikan tidak ada unsur pidana dalam tulisan Ravio Patra. Karena itu, Polda Metro Jaya tidak layak melanjutkan penanganan atas laporan Wempy.

Terakhir kali, Ravio Patra sempat diperiksa oleh Polda Metro Jaya sebagai saksi di kasus ini pada 16 Agustus 2017 lalu.

Tulisan Ravio soal Wempy diunggah ke laman fecebooknya pada 27 Mei 2017 lalu. Tulisan itu menuding Wempy melakukan kebohongan publik. Ravio menemukan data bahwa perusahaan konsultan bisnis milik Wempy, Wardour and Oxford, sudah tidak aktif sejak 2012 silam.

Ravio juga membantah klaim Wempy yang mengaku pernah mendapatkan penghargaan Asia’s Highest Entrepreneurship Award.

Dalam tulisannya, Ravio melengkapi analisisnya dengan sejumlah bukti berupa gambar tangkapan layar mengenai sumber-sumber informasi yang didapatkan oleh dia.

Sehari usai kemunculan tulisan unggahan Ravio itu, Wempy sempat merespon dengan manyampaikan klarifikasi dan bantahannya.

Namun, Pada 7 Juni 2017, Wempy mengirimkan somasi tertulis kepada Ravio Patra melalui kuasa hukumnya. Somasi itu menuding Ravio telah melakukan tindak pidana pencemaran nama baik. Wempy mendesak Ravio menyampaikan permintaan maaf kepada dirinya.

Kemudian, pada 21 Juni 2017, Wempy melaporkan Ravio Patra ke Polda Metro Jaya dalam Laporan Polisi Nomor: SP.Dik/475/VIII/2017/Dit. Reskrimsus. Ravio dilaporkan melakukan tindak pidana pencemaran nama baik melalui media elektronik, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 310 KUHP dan/atau Pasal 311 KUHP juncto Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 36 Juncto Pasal 51 ayat (2) UU Informasi dan Transaksi Elektronik.

Berdasar catatan LBH Pers, selain dikenakan pasal pencemaran nama baik, Ravio juga dikenakan pasal lain yang mengakibatkan kerugian bagi pelapor dengan ancaman pidana penjara maksimal 12 tahun. Artinya jika status Ravio dinaikkan sebagai tersangka, maka dia terancam langsung ditahan oleh kepolisian.

Baca juga artikel terkait PENCEMARAN NAMA BAIK atau tulisan lainnya dari Suparjo Ramalan

tirto.id - Hukum
Reporter: Suparjo Ramalan
Penulis: Suparjo Ramalan
Editor: Addi M Idhom