Menuju konten utama

Bagaimana Penjelasan BKMG soal Chemtrails yang Sebabkan Omicron?

BMKG menjawab isu yang beredar soal penyebaran varian Omicron melalui chemtrails.

Bagaimana Penjelasan BKMG soal Chemtrails yang Sebabkan Omicron?
Ilustrasi Omicron. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) angkat bicara soal kemunculan isu yang mengatakan kalau penyebaran varian Omicron melalui chemtrails.

Kabar ini sudah viral di media sosial. Kala itu ada video yang menampilkan awan mirip sisa pesawat yang direkam warganet di Buah Batu, Kota Bandung, Jawa Barat, pada 7 Februari 2022.

Menjawab isu itu, Plt. Deputi Bidang Klimatologi, Urip Haryoko mengatakan, kabar tersebut bisa diklasifikasikan sebagai teori konspirasi yang menyebar dan membuat kepanikan publik.

Chemstrails merupakan gabungan chemistry (kimia) dan trails (jejak), yang dimaknai sebagai penyebaran zat kimia tertentu (biasanya beracun atau berbahaya) melalui pesawat terbang.

Karena penyebarannya lewat udara, dampak terhadap paparan zat kimia ini dapat dirasakan secara luas dan sulit untuk dimitigasi.

Penelitian yang ditulis J. Marvin Herndon dan timnya berjudul Chemtrails are Not Contrails: Radiometric Evidence menyebut bahwa sampai saat ini, klaim chemtrails dan dampak negatifnya tidak terbukti.

“Belum ada laporan resmi atau publikasi ilmiah yang menyebutkan keberadaan, apalagi akibat buruk yang dapat ditimbulkan,” tulis laporan yang tayang di Journal of Geography, Environment and Earth Science International, Maret 2020.

"Salah satu kajian menunjukkan bahwa klaim chemtrails tidak benar karena tidak ada kandungan zat kimia yang berbahaya dari jejak yang ditinggalkan oleh pesawat terbang."

Urip menyebut, apa yang disebut chemtrails yaitu condensation trails atau sering disingkat sebagai contrails.

Contrails adalah fenomena yang terjadi di udara akibat emisi dari mesin jet pesawat terbang yang bertemu dengan udara pada temperatur yang sangat rendah.

Proses pembentukan contrails diinisiasi oleh emisi uap air pada temperatur tinggi dari mesin jet pesawat terbang yang dengan cepat bertemu dengan udara pada temperatur yang sangat rendah.

Pertemuan ini berturut-turut dilanjutkan dengan proses kondensasi (perubahan uap air menjadi air) dan proses sublimasi (air menjadi kristal es).

“Proses ini dapat disetarakan dengan proses pembentukan awan,” Ujar Urip.

Meski demikian, keberadaan contrails di udara bergantung pada kondisi atmosfer seperti penyinaran matahari, perbedaan temperatur, dan wind shear (perubahan instan arah dan kecepatan angin). Pada kondisi atmosfer yang stabil, contrails dapat bertahan lama dan menyebar secara lateral;

“Contrails menjadi fenomena yang penting dalam pembahasan mengenai pemanasan global. Hal ini karena keberadaannya di lapisan udara yang tinggi dapat memiliki karakter yang mirip dengan awan cirrus,” lanjutnya.

Awan cirrus merupakan awan pada lapisan udara tinggi yang dapat memantulkan balik radiasi gelombang panjang kembali ke permukaan bumi. Akibatnya temperatur di permukaan bumi dapat menjadi lebih panas dari kondisi normalnya.

Urip mengatakan ada dua pendekatan untuk menjawab kesalahan informasi mengenai fenomena contrails dan wabah Omicron. Pertama, Arias-Reyes, et al. yang berjudul Does the pathogenesis of SARS-CoV-2 virus decrease at high-altitude?. Respiratory physiology & neurobiology menyimpulkan bahwa proses pembentukan unsur patogen (berbahaya) dari virus SARS-CoV-2 berkurang pada lokasi dengan elevasi tinggi.

“Hal ini disebabkan karena virus tidak dapat bertahan lama pada lingkungan seperti ini karena minimnya lapisan oksigen. Contrails biasanya nampak pada ketinggian 7.000 meter sampai dengan 13.000 meter dengan lapisan oksigen yang sangat tipis,” ungkap Urip

Kedua, jika terdapat virus SARS-CoV-2 keberadaan sinar ultraviolet (UV) di udara mematikan virus ini sehingga tidak dapat menyebar secara luas dan sampai ke permukaan.

Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa chemtrails dan penyebaran Omicron merupakan informasi yang tak tepat dan dibuat untuk menciptakan keresahan masyarakat.

Baca juga artikel terkait OMICRON

tirto.id - Sosial budaya
Sumber: Siaran Pers
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Iswara N Raditya