Menuju konten utama
Ramadhan 2022

Bagaimana Hukum Tetes Mata dan Tetes Telinga Saat Puasa?

Hukum tetes mata saat berpuasa diperbolehkan di siang hari Ramadhan, namun tetes telinga dianggap membatalkan puasa jika bukan dalam kondisi darurat

Bagaimana Hukum Tetes Mata dan Tetes Telinga Saat Puasa?
Ilustrasi dokter THT mengobati pasiennya

tirto.id - Hukum tetes mata saat berpuasa diperbolehkan dan tidak membatalkan puasa, sekalipun terasa sampai tenggorokan. Sementara itu, melakukan tetes telinga saat berpuasa, mayoritas ulama berpendapat membatalkan puasa, terlebih jika sampai ke rongga tubuh bagian dalam.

Akan tetapi, bila terjadi keadaan darurat, sebagian ulama mengatakan tetes telinga diperbolehkan. Hal itu diperkuat dengan pendapat Imam Malik (mazhab Maliki) dan Imam Ghazali (mazhab Syafi'i) menghukumi tindakan tetes telinga, walaupun sampai rongga tubuh bagian dalam tidak membatalkan puasa.

Pengertian puasa adalah perilaku menahan diri dari segala hal yang membatalkannya, termasuk makan, minum, hingga berhubungan suami-istri dari terbitnya fajar shadiq (waktu subuh) hingga terbenamnya matahari (waktu magrib).

Ibnu Qasim Al-Ghazi melalui kitabFathul Qarib menjelaskan salah satu hal yang dapat menyebabkan batalnya puasa adalah memasukkan sesuatu ke dalam tubuh dengan sengaja.

Sederhananya, apabila seseorang memasukkan benda (ain) lain dari luar tubuh menuju ke bagian dalam tubuh (jauf) secara sengaja, puasanya dianggap batal. Misalnya, orang yang makan atau minum, memasukkan suatu hal ke dalam mulutnya (salah satu rongga tubuh). Hal itu dianggap sebagai pembatal puasa.

Benda apa pun yang masuk ke dalam tubuh ini tidak terpaut ukuran. Besar atau kecil suatu benda tetap berpotensi membatalkan puasa.

Syekh Zainuddin Al-Malibari dalam kitab Fathul Mu'in (2020) mengatakan perihal tersebut sebagai berikut: “[Seseorang] batal puasanya karena masuknya benda lain sekalipun kecil atau sedikit, ke tempat rongga dalam tubuh (jauf).”

Hukum Tetes Mata di Siang Hari Ramadhan: Tidak Membatalkan Puasa

Melakukan tetes mata merupakan perbuatan yang disengaja. Namun, perbuatan tetes mata tidak membatalkan puasa.

Hal itu terjadi karena mata bukan termasuk ke dalam lubang alami seperti dubur, mulut, hidung, dan lainnya, meskipun terasa hingga tenggorokan.

Masuknya obat tetes ke tenggorokan dari mata itu melalui pori-pori, bukan melalui lubang tubuh sehingga tidak membatalkan puasa.

Rasulullah SAW ketika sedang berpuasa bahkan menyiramkan air ke atas kepalanya. Air itu tentu saja masuk melalui pori-pori kulitnya.

Hal itu tergambar dalam hadis riwayat Abu Bakar bin Abdurrahman Al-Harits sebagai berikut:

“Saya melihat Rasulullah SAW menuangkan air ke atas kepalanya karena kepanasan padahal ia sedang berpuasa,” (H.R. Ahmad dan Abu Daud).

Pendapat ini juga didukung dengan penyamaan hukum (qiyas) memakai obat tetes mata sebagaimana memakai celak mata (iktihal) oleh Syekh Muhammad bin Ahmad Ar-Ramli melalui kitabGhayah al-Bayan sebagai berikut:

“Dan tidak bermasalah memakai celak mata, meski ditemukan rasanya celak di tenggorokan, sebab tidak ada akses penghubung dari mata ke tenggorokan. Yang sampai di tenggorokan adalah dari pori-pori.”

Hukum Tetes Telinga Saat Puasa: Sebaiknya Dihindari

Sementara itu, hukum tetes telinga saat berpuasa menurut mayoritas para ulama ialah membatalkan puasa, terutama bila masuk ke rongga tubuh bagian dalam.

Namun, apabila tidak masuk ke bagian dalam, perkara ini tidak membatalkan puasa. Batasan dari bagian dalam telinga adalah bagian dalam yang sekiranya tidak terlihat oleh mata.

Akan tetapi, apabila terdapat suatu keadaan darurat, misalnya pada saat seseorang merasakan nyeri berat dan tidak bisa diredakan, kecuali dengan obat tetes telinga atas petunjuk dokter, maka hal itu diperbolehkan untuk menggunakan obat tetes telinga.

Hal ini tidak membatalkan puasa dan termasuk ke dalam perkara al-dlarurat tubihu al-mahdhurat (kondisi darurat membolehkan hal-hal yang semula diharamkan).

Akan tetapi, mengobati telinga yang sakit seyogyanya dilakukan di malam hari untuk menghindari batalnya puasa.

Dalam hal ini, anjuran untuk mengobati telinga usai berbuka puasa adalah bentuk kehati-hatian untuk mencegah batalnya puasa.

Di sisi lain, terdapat pendapat lain dari Imam Malik (mazhab Maliki) dan Imam Al-Ghazali (mazhab Syafi'i) yang memperbolehkan masuknya benda ke bagian dalam telinga seperti, obat tetes telinga. Menurut mereka, hal itu bukan termasuk pembatal puasa.

Baca juga artikel terkait RAMADHAN 2022 atau tulisan lainnya dari Syamsul Dwi Maarif

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Abdul Hadi