Menuju konten utama

Awasi SPMB 2025, Ombudsman RI Masih Temukan Praktik Pungli

Najih menyampaikan, masih terdapat kesenjangan yang cukup lebar antara ketentuan dalam regulasi dengan pelaksanaannya di lapangan.

Awasi SPMB 2025, Ombudsman RI Masih Temukan Praktik Pungli
Ketua Ombudsman RI, menyerahkan laporan pengawasan pelaksanaan SPMB 2025 kepada Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI, Abdul Mu'ti, di Kantor Kemendikdasmen, Jakarta, Selasa (28/10/2025). tirto.id/Auliya Umayna

tirto.id - Ombudsman RI menyatakan bahwa secara umum pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025 telah berjalan dengan baik. Namun, masih ditemukan sejumlah persoalan termasuk adanya praktik pungutan liar (pungli).

Ketua Ombudsman RI, Mokhamad Najih, menyampaikan masih terdapat kesenjangan yang cukup lebar antara ketentuan dalam regulasi dengan pelaksanaannya di lapangan. Hal tersebut disampaikan saat menyerahkan laporan pengawasan pelaksanaan SPMB 2025 kepada Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI, Abdul Mu'ti pada Senin (27/10/2025) di Kantor Kemendikdasmen.

"Kami melihat masih ada daerah yang belum siap, baik dari sisi perencanaan, koordinasi antar instansi, maupun dalam memberikan layanan yang transparan dan adil kepada masyarakat. Padahal, pendidikan adalah hak setiap anak," kata Najih dikutip dari siaran pers Ombudsman RI, Rabu (29/10/2025).

Dalam kesempatan yang sama, Anggota Ombudsman RI, Indraza Marzuki Rais, mengatakan bahwa pengawasan terhadap SPMB 2025 telah dilakukan oleh 32 Kantor Perwakilan Ombudsman.

Dia menjelaskan, ruang lingkup pengawasan terbagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap pra-SPMB meliputi pemetaan calon murid baru dan satuan pendidikan, penyusunan petunjuk teknis (juknis), sosialisasi juknis, dan pembentukan panitia SPMB satuan pendidikan.

Kedua, tahap pelaksanaan SPMB, yang meliputi pengumuman pendaftaran, pendaftaran calon murid, pelaksanaan seleksi jalur, dan pengumuman hasil seleksi jalur.

Ketiga, tahap pasca-SPMB meliputi pendaftaran ulang, penanganan calon murid yang tidak diterima di semua jalur, integrasi Data Pokok Pendidikan (Dapodik), pelaporan hasil pelaksanaan SPMB, pengelolaan pengaduan, dan pelanggaran pada tahap evaluasi pelaksanaan SPMB.

“Pada tahap pra-SPMB, Ombudsman RI mencatat masih banyak Pemda yang belum melakukan pemetaan satuan pendidikan dan sebaran calon murid secara menyeluruh, wilayah blank spot masih ditemukan karena tidak adanya pemetaan wilayah yang akurat, juknis di beberapa daerah diterbitkan kurang dari batas waktu sebelum pendaftaran,” kata Indraza.

Tak hanya itu, Ombudsman juga menemukan adanya juknis yang tidak ditetapkan melalui keputusan kepala daerah, belum efektifnya sosialisasi yang mampu menjangkau kelompok rentan, serta koordinasi panitia lintas instansi belum berfungsi secara optimal.

Sedangkan, pada tahap pelaksanaan, ditemukan ketidaksesuaian pelaksanaan antardaerah dan perbedaan penafsiran jalur seleksi, satuan pendidikan tidak mengumumkan jumlah daya tampung, surat keterangan domisili yang tidak sesuai aturan, masih adanya penggunaan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dan kartu keluarga yang belum memenuhi batas waktu satu tahun.

Lebih lanjut, Indraza mengatakan, Ombudsman RI juga menemukan pengumuman hasil seleksi kurang transparan dan belum ada ketentuan detail untuk jalur mutasi yang orang tua atau wali murid yang pekerjaannya non-formal.

Sementara, pada tahap pasca-SPMB, Ombudsman mencatat masih terjadinya pungutan tidak resmi seperti uang daftar ulang, seragam, hingga uang komite. Kemudian ditemukan adanya penambahan rombongan belajar tanpa dasar yang jelas, satuan pendidikan menerima murid melebihi daya tampung, adanya praktik intervensi dan penyisipan siswa titipan, hingga calon murid yang dinyatakan lulus saat pengumuman namun tidak bisa melakukan daftar ulang karena namanya menghilang dari daftar.

Indraza mengatakan, sebagai tindak lanjut dari temuan ini, Ombudsman RI memberikan saran agar Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah segera menyusun peta jalan pemerataan sekolah nasional untuk mengatasi ketimpangan daya tampung antarwilayah, sekaligus memperkuat kebijakan berbasis data melalui sistem Dapodik.

Selain itu, perlu diperjelas pengaturan teknis terkait wilayah blank spot, masa berlaku dokumen, serta pelaksanaan jalur afirmasi bagi penyandang disabilitas agar tidak terjadi perbedaan tafsir di daerah.

Oleh karena itu, Ombudsman RI memberikan saran agar Menteri Dalam Negeri memastikan seluruh kepala daerah menyusun juknis SPMB melalui keputusan kepala daerah, membentuk panitia lintas instansi, serta mengintegrasikan data pendidikan, sosial, dan kependudukan agar proses verifikasi penerimaan Murid baru lebih akurat dan adil.

Ombudsman juga menekankan pentingnya peran Kementerian Sosial dalam memperbarui dan memutakhirkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) atau yang kini bertransformasi menjadi Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN), agar data penerima manfaat jalur afirmasi benar-benar tepat sasaran.

Baca juga artikel terkait SPMB atau tulisan lainnya dari Auliya Umayna Andani

tirto.id - Flash News
Reporter: Auliya Umayna Andani
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Andrian Pratama Taher