tirto.id - Mahasiswa asing di Amerika Serikat (AS) yang dianggap pro-Palestina ditangkapi. Mereka terancam untuk dideportasi. Pemerintah AS bahkan mencabut visa ratusan mahasiswa yang memberikan dukungan kepada Palestina.
Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, telah mengonfirmasi bahwa setidaknya 300 visa mahasiswa telah dicabut. Mereka dinilai terlibat dalam aksi protes pro-Gaza. Dilansir dari Palestine Chronicle, tindakan tersebut sebagai bagian dari kebijakan imigrasi Pemerintahan Presiden Donald Trump.
Rubio mengaku pihaknya melakukan aksi pencabutan visa setiap hari begitu mahasiswa yang diduga pro-Palestina ditemukan. Ia bahkan menganggap aksi mahasiswa seperti itu seperti tindakan orang gila.
"Kami melakukannya setiap hari. Setiap kali saya menemukan salah satu dari orang gila ini, saya mencabut visa mereka," kata Rubio.
Ada beberapa universitas yang menjadi bidikan yaitu Universitas Columbia, Universitas Tufts, dan Universitas Alabama. Sebagian mahasiswa dari kampus tersebut sudah ditangkap dan visanya dicabut. Mereka terancam dideportasi dari AS.
Awal Kebijakan Trump Memburu Mahasiswa Asing Pro-Palestina
Pemerintahan AS di bawah rezim Presiden Donald Trump cukup keras dalam menangani orang-orang yang dianggap pro-Palestina dan pro-Hamas.
Tanggal 29 Januari 2025, Trump menandatangani perintah eksekutif bertajuk “Additional Measures to Combat Anti-Semitism”. Dengan kebijakan ini, Trump memerintahkan setiap departemen atau lembaga eksekutif agar menyerahkan laporan dalam waktu 60 hari tentang semua kewenangan serta tindakan pidana dan perdata yang tersedia untuk memerangi anti-Semitisme.
“Kepada semua penduduk asing yang bergabung dalam protes pro-jihadis, kami memberi tahu Anda: mulai tahun 2025, kami akan menemukan Anda, dan kami akan mendeportasi Anda," tandas Tump dalam lembar fakta yang diterbitkan Gedung Putih sehari setelah keluarnya perintah eksekutif, seperti dikutip Al Jazeera.
"Saya juga akan segera membatalkan visa pelajar semua simpatisan Hamas di kampus-kampus yang telah dipenuhi dengan radikalisme, yang belum pernah terjadi sebelumnya," lanjutnya.
Sejak saat itu, pemerintahan Trump mulai memburu mahasiswa dan cendekiawan internasional di AS yang dianggap pro-Palestina. Kini akan sangat banyak mahasiswa asing yang menjadi target sasaran.
Daftar Mahasiswa Asing Pro-Palestina yang Terancam Dideportasi AS
Pemerintah AS telah menahan dan mengancam beberapa mahasiswa asing yang dianggap terlibat dalam aksi pro-Palestina.
AJPlus melalui postingan di Instagram menyebutkan, mereka diketahui menyampaikan pandangan pro-Palestina atau menghadiri demonstrasi pro-Palestina di AS. Para ahli hak asasi manusia setempat menganggap tindakan ini sebagai kekerasan terhadap undang-undang kebebasan berbicara.
Daftar mahasiswa asing yang terancam dideportasi AS sebagai berikut:
1. Rumeysa Ozturk
Rumeysa Ozturk adalah warga negara Turki yang menerima Beasiswa Fulbright dalam program doktoral Universitas Tufts untuk Studi Anak dan Pengembangan Manusia. Visa pelajarnya masih berlaku saat ia ditangkap.Dalam sebuah rekaman video CCTV pada Selasa (25/3/2025) sore waktu setempat, Ozturk didatangi enam orang berpakaian preman di dekat apartemennya di Somerville, Massachusetts. Ia diborgol dan ditahan saat hendak berangkat bertemu teman-temannya untuk berbuka puasa
Ozturk dikabarkan telah dipindahkankan penahanannya dari Massachusetts ke Louisiana pada Rabu (26/3/2025) malam. Pengacara Ozturk, Mahsa Khanbabai, mengaku belum bisa menghubungi kliennya itu.
Wanita 30 tahun ini diketahui pernah menulis opini di laman Tufts Daily bersama empat mahasiswa lain yang mengkritik Presiden Universitas Tufts lembaganya, Sunil Kumar. Sunil telah mengirim email berisi penolakan atas resolusi yang dikeluarkan Senat Serikat Komunitas Tufts.
Isi resolusi Senat Serikat Komunitas Tufts. yaitu menyerukan agar Universitas Tufts menarik investasi dari perusahaan-perusahaan yang berafiliasi dengan Israel. Resolusi juga meminta diakuinya genosida di Palestina.
2. Mahmud Khalil
Mahmud Khalil telah ditangkap agen ICE pada 8 Maret 2025. Saat ditangkap, status Khalis adalah penduduk tetap AS yang memiliki kartu hijau (visa). Saat Khalil memperlihatkan kartu hijaunya, agen imigrasi dan bea cukai AS (ICE) mengatakan kartunya tersebut akan dicabut. istri Khalil, Noor Abdala, mengaku saat sang suami ditangkap di apartemennya, agen ICE tidak menunjukkan surat perintah penangkapan.Khalil adalah lulusan Universitas Columbia yang menjadi negosiator utama di Columbia University Apartheid Divest (CUAD) saat terjadi demonstrasi di kampus pada 12 Oktober 2024, atau lima hari usai perang Israel di Gaza meletus. Penangkapan Khalil menandai upaya deportasi pertama kali dari Pemerintahan Trump terhadap aktivis asing pro-Palestina.
Juru bicara Departemen Keamanan Dalam Negeri AS (DHS), Tricia McLaughlin, menuduh Khalil memimpin kegiatan yang berkaitan dengan Hamas. Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, mengomentari kabar penangkapan Khalil dengan berkata, "Kami akan mencabut visa dan/atau kartu hijau pendukung Hamas di Amerika sehingga mereka dapat dideportasi.”
3. Badar Khan Suri
Badar Khan Suri adalah warga negara India yang ditangkap aparat pada 17 Maret 2025 saat berada di rumahnya, Virginia Utara. Saat ditahan, ia masih memegang visa pelajar yang sahPenahanan Suri dikaitkan dengan penyebaran propaganda Hamas dan menyebarluaskan anti-semitisme. Suri juga dituduh memiliki hubungan dekat dengan teroris yang diduga penasihat senior Hamas. Meski demikian, pemerintahan Trump belum mempublikasikan bukti apapun bahwa Suri telah melakukan semua tuduhan tersebut
Suri adalah peneliti pascadoktoral pada Alwaleed Bin Talal Center for Muslim-Christian Understanding di Universitas Georgetown. Ia sudah tiga tahun menetap di Virginia.
4. Yun Seo Chung
Yun Seo Chung ditangkap setelah ikut dalam protes pro-Palestina yang digelar di Barnard College pada 5 Maret 2025. Mahasiswi keturunan Korea-Amerika ini telah menjadi penduduk tetap AS sejak usianya 7 tahun.Wanita 21 tahun tersebut telah melayangkan gugatan kepada pemerintahan Trump melalui Pengadilan Distrik AS di Distrik Selatan New York agar terhindar dari deportasi. Menurut kuasa hukumnya, izin tinggal tetap Seo Chung telah dicabut awal bulan ini lalu surat penangkapan dikeluarkan pada 8 Maret 2025.
Untungnya kondisi Seo Chung masih aman untuk saat ini. Hakim Pengadilan Distrik AS, Naomi Reice Buchwald, menghentikan sementara upaya deportasinya.
5. Momodou Taal
Momodou Taal diketahui pernah berpartisipasi pada protes por-Palestina tahun lalu. Kandidat doktor dalam Studi Afrika di Universitas Cornell itu meminta kampusnya agar menarik diri dari perusahaan yang menjual senjata ke ISrael. Tall sempat menghadapi dua kali skorsing dari Cornell karena ikut dalam aksi protes.Taal bersama dua koleganya telah mengajukan gugatan hukum pada 8 Maret 2025 setelah Khalil ditangkap. Sehari setelah hakim federal menjadwalkan sidang gugatan, atau 19 Maret 2025, "petugas tidak dikenal" terlihat mendatangi rumahnya di Ithaca, New York. Di lain hari, Tall melihat ada tambahan mobil polisi yang ditempat di berbagai sudut tidak jauh dari rumahnya dan di kampus.
Atas hal tersebut, Tall mengatakan hal tersebut sebagai sebuah pola yang diterapkan sebelum para aktivis pro-Palestina ditahan.Visa milik Tall sendiri sudah dicabut pada 14 Maret 2025
“Anda diawasi selama beberapa hari dan kemudian mereka menerkam untuk menculik Anda pada suatu saat," ujarnya.
6. Alireza Doroudi
Alireza Doroudi adalah mahasiswa asal Iran pada program doktoral teknik mesin di Universitas Alabama. Ia ditahan personel ICE pada Selasa (25/3/2025) pagi hari menurut laman ICE. Namun, ICE tidak memberitahukan lokasi penahanan Doroudi.Mahasiswa yang memperoleh visa pelajar F-1 dari kedutaan AS di Oman pada Januari 2023 tersebut sebenarnya sudah dicabut izin tinggalkan enam bulan setelah kedatangannya di AS. Laman berita universitas, The Crimson White, menyebutkan penangkapan Doroudi masih teka-teki karena melebihi batas visa atau bukan.
Menurut juru bicara Universitas Alabama, Alex House, mahasiswa internasional adalah anggota komunitas kampus yang berharga. Namun, pihak akan mematuhi semua undang-undang imigrasi dan bekerja sama dengan otoritas federal.
7. Rinjani Srinivasan
Rinjani Srinivasan adalah kandidat PhD untuk perencanaan kota di Universitas Columbia. Perempuan 37 tahun itu visanya telah dicabut pada 5 Maret 2025 dan sebelumnya memegang visa yang berlaku sampai 2029.Srinivasan didatangi personel imigrasi pada 7 Maret 2025 di rumah susun milik universitas. Orang-orang tersebut mengatakan bahwa pihak imigrasi berencana menyeret Srinivasan ke pengadilan agar bisa mengeluarkannya dari AS. Ia ditangkap sehari sebelum Mahmud Khalil ditangkap.
"Yang benar-benar membuat saya gelisah adalah bahwa Columbia sudah tahu ICE beroperasi di kampus – tetapi tampaknya tidak tertarik untuk campur tangan dan bahkan tampak berkolusi dengan mereka sebelum Mahmoud menghilang," kata Srinivasan ketika berkomunikasi dengan Al Jazeera saat meninggalkan kediamannya menuju lokasi yang tidak diungkapkan.
Universitas Columbia telah mengeluarkan Srinivasan dari daftar mahasiswa per 9 Maret 2025. Ia juga telah meninggalkan New York menuju Kanada pada 11 Maret 2025 memakai visa kunjungan untuk tinggal bersama keluarga dan teman-temannya.
Editor: Ibnu Azis