Menuju konten utama

Kapan Batas Lapor SPT Tahunan 2025? Simak Jadwal dan Sanksinya

Batas lapor SPT Tahunan 2025 diperpanjang hingga 11 April. Hindari denda dan cek jadwal serta sanksinya di sini.

Kapan Batas Lapor SPT Tahunan 2025? Simak Jadwal dan Sanksinya
Petugas melayani wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga di Jakarta, Selasa (5/3/2024). Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) hingga 28 Februari 2024 atau satu bulan menjelang batas akhir pelaporan yang jatuh pada 31 Maret 2024, sebanyak 5,41 juta Wajib Pajak (WP) sudah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Angka tersebut tumbuh 1,63 persen dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya atau secara year-on-year (yoy). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay.

tirto.id - Pelaporan SPT Tahunan wajib dilakukan oleh seluruh wajib pajak (WP) yang mengantongi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang aktif.

Berdasarkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), batas pelaporan SPT Tahunan Orang Pribadi diperpanjang jatuh temponya menjadi tanggal 11 April 2025.

Keputusan tersebut tertuang dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-79/P/2025 yang diterbitkan pada Selasa (25/3/2025 lalu.

Adapun merujuk pada aturan batas waktu lapor SPT yang termuat dalam UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, SPT 2024 Orang Pribadi paling lambat dilaporkan paling lambat tiga bulan setelah akhir tahun pajak, seharusnya sudah dimulai sejak 1 Januari 2025 sampai 31 Maret 2025, sedangkan untuk SPT Tahunan Badan jatuh tempo pada 30 April 2025.

Mempertimbangkan adanya cuti bersama Hari Raya Nyepi dan Lebaran 2025, DJP melakukan perpanjangan dan pembebasan sanksi bagi WP yang melapor setelah batas lapor awal. Sanksi administratif tetap berlaku bagi WP yang membayar melebihi batas tempo yang sudah diperpanjang.

Apakah Ada Sanksi Terlambat SPT Tahunan?

Secara umum, keterlambatan dalam melaporkan SPT Tahunan dikenakan sanksi administrasi berupa denda. Namun, DJP memutuskan untuk menghapus sanksi keterlambatan bagi wajib pajak yang melaporkan SPT setelah 31 Maret tetapi tetap dalam periode perpanjangan hingga 11 April 2025. Artinya, selama wajib pajak melapor dalam batas waktu perpanjangan, mereka tidak akan dikenakan denda keterlambatan.

Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), WP yang membayar melebihi jatuh tempo, perlu membayar denda sebesar Rp100.000. Seperti disinggung, denda baru akan berlaku jika pelaporan SPT Tahunan Orang Pribadi melebihi tanggal 11 April 2025.

Denda tersebut akan ditagihkan melalui Surat Tagihan Pajak (STP) yang akan diterbitkan kantor pajak. Jika WP tidak melunasi denda keterlambatan atas STP yang sudah terbit, WP akan diusulkan pemeriksaan pajak oleh otoritas pajak.

Kenapa Harus Lapor SPT Tahunan?

Pelaporan SPT Tahunan merupakan kewajiban setiap WP (Wajib Pajak) untuk melaporkan penghasilannya selama satu tahun pajak. Lantas mengapa lapor SPT Tahunan Orang Pribadi harus dilakukan?

Secara yuridis, kewajiban lapor SPT Tahunan ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan atau UU KUP sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Dasar hukum ini memastikan setiap wajib pajak menjalanjan perannya dalam sistem perpajakan yang berbasis self-assesment system (SAS). Di mana setiap Wajib Pajak menghitung, membayar dan melaporkan pajaknya sendiri.

Adapun merujuk pada laman resmi DJP, terdapat beberapa alasan SAS menjadi sistem yang justru menguntungkan Wajib Pajak, di antaranya sebagai berikut:

1. Wajib Pajak memegang kendali penuh atas perhitungan dan pelaporan pajak tanpa menunggu penilaian atau penetapan dari otoritas pajak terlebih dahulu.

2. Sistem ini membangun budaya sadar pajak, karena kepatuhan seharusnya tidak hanya timbul karena takut diawasi, namun juga kesadaran akan tanggung jawab sebagai warga negara.

3. Pelaporan lebih mudah dilakukan secara online melalui e-Filing atau e-Form yang pada nantinya akan terintegrasi dalam Coretax DJP, sehingga menghemat waktu dan biaya.

4. Sistem SAS memberikan kepastian hukum karena perhitungan pajak seluruhnya didasarkan pada aturan yang jelas.

5. Dengan menghitung pajak sendiri membuat WP baik Orang Pribadi maupun Badan lebih paham dengan kondisi keuangannya.

6. Wajib Pajak bisa melakukan perencanaan pajak (tax planning) untuk memaksimalkan efisiensi pembayaran pajak secara legal tanpa melanggar ketentuan.

Baca juga artikel terkait SPT TAHUNAN atau tulisan lainnya dari Aisyah Yuri Oktavania

tirto.id - Aktual dan Tren
Kontributor: Aisyah Yuri Oktavania
Penulis: Aisyah Yuri Oktavania
Editor: Dipna Videlia Putsanra