tirto.id - Berprasangka baik dan bersikap simpatik adalah bagian dari akhlak mulia yang dianjurkan Islam. Dua sikap ini merupakan perilaku terpuji dan sumber kebahagiaan bagi seorang muslim.
Orang yang berprasangka baik akan memiliki hidup yang tenang. Ia tidak merasa khawatir bahwa orang lain merasa iri atau dengki dengannya.
Jika ditambah dengan sikap simpatik, maka hubungannya dengan orang lain juga akan kian harmonis. Sebab, sikap simpatik akan menumbuhkan perilaku tolong-menolong dan saling bantu dengan sesama muslim.
Akhlak mulia ini, termasuk berprasangka baik dan bersikap simpatik, merupakan misi penting ajaran Islam yang universal bagi umat manusia. Hal ini tergambar dalam sabda Nabi Muhammad SAW:
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia,” (H.R. Baihaqi).
Berikut ini penjelasan rinci mengenai prasangka baik dan sikap simpati sebagaimana dikutip dari buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti (2015) yang ditulis oleh Hindun Anwar dan Feisal Ghozali.
Anjuran Berprasangka Baik
Islam mengajarkan umatnya untuk berbaik sangka dan berpikir positif sepanjang waktu. Berbaik sangka adalah perilaku terpuji yang dianjurkan Islam.
Tidak hanya itu, Allah Swt juga akan memperlakukan hambanya sesuai dengan prasangka hambanya tersebut.
Dalam Islam, prasangka baik istilahnya adalah husnuzan. Anjuran untuk berprasangka baik ini tergambar dalam firman Allah dalam hadis qudsi:
“Aku ‘mengikuti’ prasangka hamba-Ku kepada-Ku, maka silakan berprasangka apa saja terhadap-Ku,” (HR. Ahmad)
Sebaliknya, seorang muslim juga diwanti-wanti untuk tidak melakukan prasangka buruk atau suudzon, baik itu menghindari prasangka buruk kepada Allah atau ke sesama manusia.
Hal ini dikarenakan orang lain belum tentu seburuk yang kita kira. Selain itu, kita juga belum tentu sebaik orang yang diprasangkakan tersebut.
Larangan berprasangka buruk ini tertera dalam Al-Quran surah Al-Hujurat ayat 12:
“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik ... " (QS. Al-Hujurat [49]: 12)
Contoh prasangka baik dalam kehidupan sehari-hari ini dapat ditunjukkan ketika ada teman yang menolak ketika dimintai tolong.
Orang yang berprasangka baik tidak mudah menuduh bahwa temannya tidak setia kawan atau egois, melainkan berpikir positif bahwa temannya bisa jadi juga dalam kesulitan atau sedang mengerjakan tugas penting lainnya.
Bersimpati kepada Orang Lain
Simpati adalah sikap merasakan apa orang yang dialami orang lain. Sikap simpati akan menumbuhkan rasa tolong menolong, kerja sama, dan perhatian pada orang lain.
Bersimpati juga ditunjukkan dengan rasa tertarik dan menghargai kelebihan orang lain, serta tidak menjelek-jelekkannya. Sikap simpatik ini dapat memperkuat hubungan harmonis dengan sesama.
Anjuran bersimpati ini tertera dalam firman Allah dalam surah Al-Maidah ayat 2:
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam [mengerjakan] kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan,” (QS. Al-Maidah [5]: 2).
Dalam praktik sehari-hari, rasa simpati ini akan menjadi sumber perilaku baik sesama muslim. Misalnya, ketika bersimpati kepada kesusahan orang lain, maka orang yang bersimpati itu akan mengulurkan tangan memberi bantuan.
Di kasus lain, ketika orang lain sakit, maka ia akan menjenguk dan menghiburnya karena turut merasakan rasa sakit yang dialami saudaranya sesama muslim tersebut.
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Dhita Koesno