tirto.id - Nada bicara Luluk Sofiatul Jannah meninggi. Istri dari personel anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang juga pesohor atau seleb TikTok itu geram dan memarahi seorang siswi magang di salah satu pusat perbelanjaan Kota Probolinggo.
Awalnya, pemilik akun TikTok @luluk.nuril itu merasa diremehkan karena dianggap telah membatalkan salah satu pesanan. Merasa direndahkan, nada bicara dia tiba-tiba meninggi dan memaki pegawai magang tersebut.
“Caramu itu loh. Aku jadi pesan kalau mau dibatalkan di kasir. Aku ini loh pesan, enggak mungkin dibatalin. Aku lewat kamu bilang 'enggak dibatalin, enggak dibatalin," ujarnya sebagaimana dikutip dari unggahan video yang dibagikan di Twitter.
Pegawai yang menggunakan seragam putih abu-abu itu terlihat sedikit ketakutan. Ia mencoba menjelaskan kepada Luluk. Namun kemudian dipotong dan membentak serta mengancam akan diadukan kepada atasan atau kepala tokonya.
“Dipikir enggak bisa bayar belanjaan segini? Tak laporin kamu!" katanya lalu meninggalkan pergi pegawai tersebut.
Tidak puas sampai di situ, lewat unggahan TikTok yang kini sudah dihapus, Luluk kembali meluapkan kekecewaannya. Ia merasa pegawai di toko tersebut tidak pernah berubah dan terkesan songong.
“Kebanyakan songong kalian. Coba deh main ke kota besar ke mal-mal besar sambutan mereka 'iya kakak' 'ada yang bisa kami bantu kaka' beda sama di KDS [salah satu toko tersebut]," tuturnya.
Dengan nada penuh emosi, Luluk mengingatkan kepada pegawai toko tersebut harus bersikap ramah kepada customer atau pelanggan. Bahkan ia melontarkan kalimat 'babu' sebagai cerminan daripada pegawai magang tersebut.
“Pegawai macam apa kayak gitu? Hei ingat kalian itu cuma pegawai. Kalian itu dibayar. Bos kalian itu tidak mungkin sesongong kalian. Kalian itu babu. Kita ini customer. Ya ampun memang dari dulu enggak pernah berubah pegawainya KDS ini songong-songong," ujarnya.
Sikap arogansi Luluk itu kemudian viral dan tersebar di berbagai media sosial. Aksi Luluk dinilai tidak etis dan dikecam publik.
Kapolres Probolinggo, AKBP Wisnu Wardana menyampaikan, kasus tersebut kini sudah dimediasi secara terbuka dan kekeluargaan. Kepolisian dalam hal ini telah memanggil Luluk dan perwakilan keluarga pegawai untuk duduk bersama dan saling memaafkan.
“Kalau damai sudah tanggal 6 [September kemarin] mediasi," kata Wisnu saat dihubungi reporter Tirto, Jumat (8/9/2023).
Luluk sendiri, kata Wisnu, sudah mendapatkan teguran. Ia juga akan mendapatkan pembinaan langsung baik dari Polres maupun dari pimpinan.
“Sudah dilakukan peneguran dan pembinaan terhadap yang bersangkutan,” ujarnya.
Pasca proses mediasi, Luluk pun menyampaikan permintaan maaf.
“Saya Luluk Sofiatul Jannah, dengan segala kerendahan hati dan kesadaran diri saya mengucapkan permohonan maaf atas ketidakbijaksanaan saya dalam menggunakan media sosial yang telah menyebabkan kegaduhan dan perhatian masyarakat saat ini. Saya sangat menyesal apa yang saya lakukan dan sampaikan di akun media sosial tidak sepantasnya saya lakukan," tuturnya.
Karier Suami jadi Taruhan
Meski tidak dilakukan penahanan terhadap yang bersangkutan, tapi kasus ini menyeret Bripka Nuril, anggota Polri yang juga suami dari seleb Luluk. Bripka Nuril resmi dicopot dari jabatannya sebagai Kanit Binmas Polsek Tiris, Probolinggo, Jawa Timur.
“Sudah dilakukan pencopotan terhadap yang bersangkutan [Bripka Nuril] per 1 September 2023 kami copot," terang Wisnu.
Saat ini, lanjut Wisnu, Bripka Nuril sedang dilakukan proses untuk menjalani sidang etik. Kepolisian nantinya akan memberikan kepastian hukum kepada yang bersangkutan.
“Kami akan sidangkan kode etik. Segera mungkin karena ini masih pemeriksaan, kan, kami masih membutuhkan saksi-saksi dari pihak lain yang terlibat," ujarnya.
Peneliti bidang kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto memahami, perilaku tersebut memang bukan pelanggaran berat, tetapi sedang. Karena hal ini menyangkut dengan kekerasan (bullying) non-fisik pada masyarakat.
“Istri personel atau bhayangkari juga bukan anggota kepolisian, yang bisa diberi sanksi adalah anggota polisi yang tak bisa menjaga perilaku anggota keluarganya," ujar dia kepada Tirto.
Bambang menilai, untuk memberi efek jera agar perilaku tersebut tidak terulang pada lainnya, sanksi sedang demosi dengan dilepas dari jabatan semula dan di 'Yanma-kan' layak untuk diberikan.
Berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2017, Yanma Polri merupakan unsur pelayanan Polri yang bertugas menyelenggarakan fungsi pembinaan dan pelayanan umum. Di Mabes Polri, posisi Yanma berada langsung di bawah Kapolri.
Yanma Polri memiliki tujuh unsur susunan organisasi, yakni bagian perencanaan dan administrasi. Kemudian urusan keuangan, pelayanan umum, subbagian angkutan dan perbengkelan, dan subbagian pemeliharaan. Selanjutnya sub bagian pengamanan protokol dan subbagian musik.
Lebih lengkapnya, Yanma Polri merupakan unsur pelayanan yang bertugas untuk menyelenggarakan pelayanan markas yang terdiri dari pelayanan angkutan, perumahan, pengawalan, protokoler, penjagaan markas. dan urusan di lingkungan Polri.
“Bila Polri benar-benar ingin membangun kepercayaan publik, harusnya juga layak ditelusuri dari mana biaya hedon [Luluk Nuril] tersebut diperoleh," ujarnya.
Mengapa Sikap Arogansi Selalu Terulang?
Bambang mengatakan, sikap arogansi anggota Polri maupun keluarganya selalu terjadi karena beberapa hal. Pertama, karena tidak adanya kontrol dan pengawasan dari atasan yang efektif.
Kedua, tidak adanya suri tauladan dari atasan. Serta yang terakhir tidak adanya konsistensi antara imbauan dan edaran Kapolri dengan pelaksanaan di lapangan.
“Imbauan lisan maupun surat edaran Kapolri pada keluarga anggota polisi untuk berperilaku baik dan sederhana itu sudah seringkali dan lama disampaikan," ujarnya.
Akan tetapi, kata Bambang, imbauan dan surat edaran yang seharusnya menjadi pedoman etik tersebut hanya dianggap macam kertas bagi anggota. Ini terjadi karena tak ada keteladanan dan konsistensi dari elite kepolisian terkait substansi imbauan tersebut.
“Para personel di bawah tentu juga melihat bagaimana perilaku hedon petinggi kepolisian maupun bhayangkari-nya di medsos tanpa ada teguran maupun sanksi yang tegas, bahkan ada yang mendapat promosi," kata Bambang.
Mengenai gaya hedon dan arogan personel anggota maupun keluarganya, kata Bambang, ini terjadi karena semakin menurunnya etika dan moral anggota. Pada akhirnya berimbas juga pada perilaku anggota keluarga.
Gaya hidup hedon tentunya membutuhkan biaya yang tinggi. Karena dengan gaji resmi yang terukur sangat berat untuk bermewah-mewah. Sehingga layak untuk ditindaklanjuti dari mana biaya hidup hedon keluarga anggota polisi tersebut diperoleh.
“Jadi tak salah bila publik berasumsi ada pelanggaran lain di balik kasus gaya hidup mewah dan arogansi istri bripka di Probolinggo tersebut," ujarnya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz