tirto.id - Cerpen, novel dan drama merupakan jenis karya sastra prosa (cerita) yang di dibangun oleh beberapa unsur intrinsik, di antaranya ada alur, tema, latar, sudut pandang, tokoh dan penokohan.
Unsur Intrinsik adalah beberapa aspek yang disebut sebagai bahan pembentuk karya sastra dan terdapat di dalam cerita yang disajikan penulis itu sendiri (Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Sastra, 2009:23).
Jika seorang pembaca ingin mengetahui atau mengkaji tentang unsur intrinsik apa saja yang ada di dalam sebuah cerpen, drama, atau novel, maka perlu mencermati terlebih dahulu dengan membaca secara perlahan karya tersebut.
Menurut Wisrawaty Wahyuddin dalam artikel "Kemampuan Menentukan Isi Cerita Rakyat Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Raha" yang termuat di jurnal Bastra (volume.1, No.1, 2016:5), pemahaman tentang unsur intrinsik bisa membawa pembaca menemukan kecerahan terkait isi dan alur cerita yang disajikan secara gamblang di karya sastra.
Tokoh dan penokohan merupakan salah satu contoh bagian dari unsur intrinsiknya. Ketika membaca cerita, maka peran tokoh yang ada di dalamnya mempunyai peran penting sebagai pengembang alurnya.
Pada dasarnya kedua istilah ini berbeda. Lantas, apakah perbedaannya?
Tokoh
Berdasarkan pendapat Nurgiyantoro yang tertulis di Modul 3 Ceritamu Ceritaku (2018:4) terbitan Kemendikbud, disebutkan bahwa tokoh memiliki peranan yang didasari oleh tingkat kepentingannya di dalam cerita.
Definisi tokoh yang dikatakan sebagai individu ciptaan penulis, ternyata diklasifikasikan oleh seberapa besar kehadirannya bisa mempengaruhi isi cerita. Pembagiannya adalah tokoh utama dan tokoh tambahan (pembantu).
Tokoh utama didefinisikan sebagai orang yang punya pengaruh paling besar dibanding tokoh lainnya. Ia berpotensi mengubah alur, membuat konflik, bahkan menyelesaikan permasalahan yang diceritakan.
Sedangkan tokoh tambahan, atau biasa disebut pembantu keberadaannya tidak terlalu diperhatikan dibanding tokoh utama. Dengan kata lain, kendati ada sedikit colekan dari tokoh tambahan terhadap cerita, mereka tetap dianggap tidak terlalu mempengaruhi jalan cerita sebesar tokoh utama.
Selain itu, tokoh juga dibagi menjadi tiga jenis atas sifat yang dimilikinya, yakni tokoh protagonis (seorang penegak kebenaran), tokoh antagonis (individu berkelakuan buruk yang menentang protagonis), dan tokoh tritagonis (seorang penengah yang tidak memihak siapapun).
Penokohan
Berbeda dengan tokoh yang hanya memperhatikan peran dan sifat individu. Penokohan terkesan lebih deskriptif karena dari situ bisa dilihat bagaimana pengarang menggambarkan seorang tokoh, mulai dari secara langsung (eksplisit) atau tidak langsung (implisit).
Kedua cara penyampaian ini bisa diidentifikasi menggunakan dua teknik, yaitu analitik dan dramatik. Keduanya sama-sama disampaikan pengarang dalam bentuk tulisan, namun perbedaannya terdapat di bentuk penggambarannya.
Teknik analitik lebih melihat bagaimana tokoh digambarkan secara langsung oleh penulis, misalnya terdapat keterangan, “Pria itu sangat sabar ya!” yang menjelaskan sifat tokoh.
Berbeda dengan yang sebelumnya, dramatik lebih memerlukan tenaga ekstra karena musti melihat tokoh dari berbagai sudut pandang. Hal ini terjadi karena penulis tidak menggambarkan tokoh secara langsung, melainkan tidak langsung.
Misalnya, kita mendapatkan sebuah cerita, “Suatu hari, Mulyo pergi ke rumah milik temannya yang biasa dijadikan tempat transaksi minuman keras”. Cerita tersebut bisa saja menggambarkan bahwa Mulyo ingin membeli “miras” dan punya sifat tak baik.
Namun, masih diperlukan tinjauan kembali untuk memastikan sifat tokoh tersebut. Bisa saja, ia ke rumah temannya untuk menasihati. Baik Anda atau Saya, tidak ada yang tahu sebelum membaca karya cerpen, drama, atau novel tersebut secara lengkap dan melakukan pembandingan dari setiap bukti yang ditemukan.
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Alexander Haryanto