Menuju konten utama

Anggota DPR Minta Fadli Zon Hentikan Penulisan Ulang Sejarah

Komisi X DPR RI mengusulkan agar proyek penulisan ulang sejarah yang saat ini tengah dikerjakan Kemenbud dihentikan apabila hanya bertujuan politis.

Anggota DPR Minta Fadli Zon Hentikan Penulisan Ulang Sejarah
Anggota Komisi X Fraksi PDIP Bonnie Triyana saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/11/2024). (Tirto.id/Fransiskus Adryanto Pratama)

tirto.id - Anggota Komisi X DPR RI, Bonnie Triyana, mengusulkan agar proyek penulisan ulang sejarah yang saat ini tengah dikerjakan Kementerian Kebudayaan dihentikan apabila hanya bertujuan politis. Pernyataan ini sekaligus menyusul polemik proyek penulisan ulang sejarah hingga pernyataan Menbud, Fadli Zon soal pemerkosaan massal 1998.

"Jangan lakukan penulisan sejarah melalui pendekatan kekuasaan yang bersifat selektif dan parsial atas pertimbangan-pertimbangan politis. Apabila ini terjadi, lebih baik hentikan saja proyek penulisan sejarah ini," kata Bonnie, dalam keterangan resminya, Rabu (18/6/2025).

Bonnie menilai, Fadli Zon sebagai orang yang menggagas proyek penulisan ulang sejarah Indonesia, semestinya tidak mempersoalkan istilah massal dalam kasus kekerasan seksual tersebut. Sebab, penulisan sejarah harus bertujuan untuk mempersatukan bangsa.

“Kalau semangat menulis sejarah untuk mempersatukan, mengapa cara berpikirnya parsial dengan mempersoalkan istilah massal atau tidak dalam kekerasan seksual tersebut, padahal laporan TGPF jelas menyebutkan ada lebih dari 50 korban perkosaan," jelas Bonnie.

Menurut Legislator PDIP ini, pengalaman kolektif yang pedih dalam sejarah masa lalu bisa saja menjadi pembelajaran untuk bangsa Indonesia ke depannya. Sehingga, tak perlu hanya karena dipenuhi kisah-kisah kepahlawanan yang inspiratif saja.

"Tanpa terkecuali untuk penyelenggara negara di masa kini dan masa depan," tegas Legislator dari Dapil Banten I itu.

Sebelumnya, Fadli Zon menyebut peristiwa pemerkosaan masal tahun 1998 tidak ada buktinya. Peristiwa itu disebutnya hanya berdasarkan rumor yang beredar.

"Ada pemerkosaan masal, betul ngga ada pemerkosaan masal? Pemerkosaan masal kata siapa itu? Enggak pernah ada approv-nya. Itu adalah cerita. Kalau ada tunjukan, ada engga di dalam buku sejarah itu? Engga ada," kata Fadli Zon dalam podcast di channel YouTube IDN Times, dikutip Jumat (13/6/2025).

Pernyataan Menbud ini menjadi ramai dibicarakan dan menuai kritik dari sejumlah pihak. Salah satunya aktivis perempuan, Ita Fatia Nadia. Dia menilai pernyataan itu melukai para korban serta keluarga yang masih menyimpan trauma hingga saat ini.

“Jadi apa yang disampaikan oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon, itu adalah sebuah dusta,” ujar Sejarawan dan aktivis perempuan, Ita Fatia Nadia, dalam konferensi pers sceara daring pada Jumat (13/6/2025).

Atas ramainya kecaman tersebut, Fadli Zon kembali memberikan keterangan lanjutan atas pernyataan yang dia berikan. Dia mengatakan bahwa pernyataan tersebut bukan dalam rangka menyangkal keberadaan kekerasan seksual, melainkan menekankan bahwa sejarah perlu bersandar pada fakta-fakta hukum dan bukti yang telah diuji secara akademik dan legal.

Fadli menjelaskan dalam pernyataannya dia menyoroti secara spesifik perlunya ketelitian dan kerangka kehati-hatian akademik dalam penggunaan istilah “perkosaan massal”. Pasalnya, kata dia, hal ini dapat memiliki implikasi serius terhadap karakter kolektif bangsa dan membutuhkan verifikasi berbasis fakta yang kuat.

“Penting untuk senantiasa berpegang pada bukti yang teruji secara hukum dan akademik, sebagaimana lazim dalam praktik historiografi. Apalagi menyangkut angka dan istilah yang masih problematik,” ujar Fadli dalam keterangan tertulisnya, Senin (16/5/2025).

Baca juga artikel terkait SEJARAH INDONESIA atau tulisan lainnya dari Rahma Dwi Safitri

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Rahma Dwi Safitri
Penulis: Rahma Dwi Safitri
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama