tirto.id - Solusi pelemahan rupiah dalam jangka panjang harus difokuskan pada upaya melibatkan dan membangun sektor riil yakni koperasi dan usaha kecil dan menengah (UKM).
Tawaran solusi ini disampaikan Ketua Umum Asosiasi Manajer Koperasi Indonesia (AMKI) Sularto dalam keterangan pers, Rabu (5/9/2018).
Menurut Sularto jika pembangunan koperasi berjalan benar, koperasi yang berbasis sektor riil akan hidup dan fundamental ekonomi akan kuat. "Fundamental ekonomi yang kuat harus digerakkan pada upaya membangun industri yang bukan hanya mampu mencukupi kebutuhan ekonomi dalam tetapi juga berorientasi ekspor," kata Sularto.
AMKI menilai, saat ini nyaris tidak ada koperasi yang mampu bergerak di sektor riil apalagi menyumbang ekspor. Ekspor Indonesia saat ini paling banyak didominasi oleh ekspor bahan mentah.
"Pemerintah harusnya berkepentingan membangun koperasi lebih kuat dalam tata perekonomian kita saat ini," ujar Sularto.
Jumlah Koperasi di Indonesia
Berdasarkan data anggota koperasi Indonesia per Desember 2017, jumlah koperasi aktif di Indonesia ada sebanyak 153.171 unit dengan jumlah anggota 26.535.640 orang.
"Kami mencatat dari sekian ribu koperasi di Indonesia koperasi yang bergerak di sektor riil apalagi berkontribusi pada ekspor masih bisa dihitung jari. Hal ini adalah ironi di tengah usia koperasi Indonesia yang sudah 71 tahun lebih," kata Sularto.
Jika melihat data 2017, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah mengumumkan kontribusi sektor koperasi terhadap total Produk Domestik Bruto (PDB) per Triwulan III 2017 mencapai 4,48 persen. Adapun nilai PDB nasional per Triwulan III 2017 mencapai Rp10.096 triliun. Dengan demikian, kontribusi sektor koperasi terhadap PDB Nasional, berdasar data per triwulan III 2017, nilainya setara Rp452 triliun.
"Kami menyakini jika koperasi sektor produksi dan berorientasi ekspor dibangun dengan baik, kontribusi koperasi terhadap PDB akan naik. Kami meyakini jika sumbangan koperasi terhadap PDB mencapai 2 digit fundamental ekonomi kita akan kuat karena berarti ekonomi ditopang bukan hanya oleh investasi asing dan hutang," kata Sularto.
AMKI berharap pemerintah tidak lagi selalu berorientasi menyelesaikan masalah dengan jalan pintas. Intervensi Bank Indonesia dengan penjualan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder untuk perbaikan nilai tukar rupiah terhadap AS sudah sebesar Rp18,5 triliun (year to date) Rabu (12/7). Bahkan sejak beberapa hari ini dalam sehari pembelian SBN di pasar sekunder menghabiskan Rp3 triliun.
Jika hal itu berjalan terus, lanjutnya, akan menguras energi yang besar pada ekonomi Indonesia. "Kami melihat inilah saat yang tepat untuk mensinergikan beberapa kementerian terkait untuk menumbuhkan dan membangun koperasi sektor riil berbasis produksi yang mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri dan berorientasi ekspor," ujar Sularto.