tirto.id - Tujuh tahun lalu, gel lidah buaya (aloe vera) masih jadi benda asing di negeri ini. Materi serupa agar-agar itu adalah barang gratisan yang bisa diakses dengan cara membeli satu eksemplar majalah gaya hidup yang beredar di Indonesia. Informasi soal manfaat produk pun cuma tertera pada laman promosi dalam majalah.
Produk ini dirilis oleh sebuah perusahaan kosmetik asal Korea Selatan, Nature Republic, pada 2009. Saat itu, perusahaan yang mengandalkan produk gel lidah buaya ini baru berdiri sekitar dua tahun. Tren Kecantikan ala Korea (K-Beauty) dan penggunaan lidah buaya dalam produk kosmetik pun belum populer seperti sekarang. Tak heran banyak orang menyangsikan produk tersebut. Terlebih lagi, tidak ada toko resmi yang bisa didatangi guna mendapat informasi lengkap.
Kala itu publik seolah diminta percaya lewat ujaran promosi yang menyiratkan bahwa gel lidah buaya bisa dioles pada kulit tubuh, wajah, dan rambut. Menurut sumber yang sama, gel ini mampu memberi efek menyegarkan sekaligus melembapkan karena mengandung 92% lidah buaya.
Staf beberapa media gaya hidup tak berani mengoles gel lidah buaya pada wajah. Mereka memilih untuk mengaplikasikan gel hanya pada bagian tertentu kulit tubuh seperti tumit, siku, dan dengkul untuk membuktikan klaim promosi. Orang yang berani mencoba produk ini justru para pria berusia kepala dua atau tiga. Alasannya, gel lidah buaya tidak berbau menyengat dan bisa memberikan efek ‘dingin’ pada kulit.
Sekarang situasinya sudah berbeda. Setahun belakangan, berbagai produk gel lidah buaya bermunculan. Sebagian besar produsennya berasal dari Korea Selatan. Mereka bahkan tak segan membungkus produk dengan kemasan serupa sampai-sampai membuat orang bingung saat mencari lini produk tertentu yang mereka inginkan.
Pendiri situs ulasan kecantikan Female Daily Affi Assegaf memutuskan membuat testimoni tentang ragam produk gel lidah buaya setelah mengamati larisnya produk tersebut. Affi memaklumi jika gel lidah buaya diminati publik karena sifatnya yang serbaguna, minim risiko, dan tergolong mudah didapat karena harganya relatif terjangkau.
Gel lidah buaya sudah seperti candu bagi sebagian orang. Vlogger kecantikan Suhay Salim misalnya. Ia mengaku pertama kali menggunakan gel lidah buaya untuk memberantas jerawat serta kulit wajah yang tidak merata. Menurutnya, lidah buaya membuat kulit kembali lembut. Ia memutuskan untuk rutin merawat wajah dengan menjadikan gel sebagai masker wajah di malam hari agar kondisi kulit tetap prima.
Direktur kosmetik dan riset klinis dermatologi Mount Sinai Hospital New York, Joshua Zeichner menganggap lidah buaya mengandung banyak cairan sehingga mampu melembutkan kulit.
Tak semua orang sepakat dengan argumen sang direktur. “Masih sedikit penelitian ilmiah yang membuktikan manfaat lidah buaya. Tanaman tersebut memang punya kandungan anti inflamasi, penyembuh luka, dan memulihkan luka bakar tetapi belum ada bukti ilmiahnya,” ujar pakar kosmetik Perry Romanowski kepada Allure.
Ketimbang meributkan soal penelitian, pakar kosmetik lain seperti Ginger King memilih untuk percaya khasiat lidah buaya yang telah dipakai sejak ratusan tahun lalu.
Sung Chung Ki, peneliti dari College of Pharmacy, Chonnam National University, pernah mempelajari asal-usul penggunaan lidah buaya. Dalam tulisannya yang bertajuk "New Perspective on Aloe" (2006) ia menyatakan lidah buaya ditemukan sekitar 6000 tahun lalu di Afrika. Orang Mesir kuno adalah yang pertama memanfaatkan lidah buaya sebagai obat. Cleopatra menggunakan gel lidah buaya untuk merawat kecantikannya.
Menurut Ching Ki, catatan paling awal soal manfaat lidah buaya didapat dari masyarakat Yunani.
“Dioscorides mencatat lidah buaya mampu meningkatkan kualitas tidur, menyembuhkan kulit yang terluka, melembapkan kulit kering, menyembuhkan iritasi, menghentikan kerontokan rambut, dan menghentikan pendarahan,”
Lidah buaya akhirnya tersebar di Eropa dan Amerika Serikat. Di Asia, jenis tumbuhan ini baru dikenal sejak tahun 1600-an di Korea Selatan yang notabene adalah negara Asia pertama yang memanfaatkan lidah buaya.
Penelitian tentang lidah buaya juga dilakukan di Korsel, salah satunya oleh Park Young-in dari School of Life Sciences and Biotechnology Korea University. Studinya menyatakan bahwa lidah buaya punya kandungan yang berguna menangkal sinar ultraviolet dan mampu mencerahkan kulit.
Hasil riset berbeda muncul di AS. Pada 2015, pemerintah California mengeluarkan panduan soal kandungan berbahaya bagi tubuh. Allure mencatat olahan lidah buaya masuk dalam daftar tersebut. Meski demikian, para pakar kosmetik di AS tidak serta merta percaya pada panduan yang tertera. Mereka tetap yakin produk yang tersebar di pasar masih tergolong aman.
“Tapi tak ada salahnya mengingat bahan dasar natural tidak menjamin sebuah produk aman dan efektif,” kata pakar kosmetik Perry Romanowski.
Editor: Windu Jusuf