tirto.id - Anggota DPR Komisi XI dari fraksi Golkar Ahmadi Noor Supit selesai menjalani pemeriksaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus korupsi e-KTP pada Selasa (7/5/2019) sore. Ahmadi diperiksa sebagai saksi untuk tersangka korupsi e-KTP, Markus Nari.
Kepada wartawan, Ahmadi mengaku tidak mengerti pembahasan proyek e-KTP di badan anggaran (banggar) DPR. Politikus Golkar itu berdalih ketika pembahasan megaproyek itu bergulir, dirinya belum menjabat ketua Banggar.
"Saya menjadi ketua Banggar sudah tidak ada lagi pembicaraan proyek e-KTP. Jadi saya tidak mengerti soal e-KTP," kata Ahmadi usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK.
Ahmadi menyebut yang menjabat sebagai ketua Banggar ketika pembahasan proyek e-KTP bergulir adalah politikus Golkar lainnya, Melchias Markus Mekeng.
"E-KTP bukan jaman saya ketuanya [Banggar], ketuanya adalah Pak Mekeng," ujarnya.
Dalam dakwaan untuk 2 mantan pejabat Kemendagri, Irman dan Sugiharto, nama Mekeng disebut menerima aliran dana korupsi e-KTP sebesar 1,4 juta dollar AS.
Selain itu, mantan ketua DPR Setya Novanto pun menyebut bahwa Mekeng menerima aliran dana korupsi e-KTP senilai 500 ribu dollar AS.
Namun, Mekeng pun telah membantah hal ini. Dia mengklaim tidak pernah menerima duit suap terkait proyek e-KTP.
"Yah palsu lah, itu mah hoaks, 1,4 (juta dollar AS) jadi 500 (ribu dollar AS). Mereka yang makan, saya yang dikena-kenain [dituduh]," kata Mekeng, di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (22/3/2018).
Setelah sejumlah terpidana korupsi e-KTP sudah dinyatakan bersalah dan dipenjara, termasuk mantan Ketua DPR Setya Novanto, KPK masih melanjutkan proses penyidikan kasus ini.
Ahmadi Noor Supit dan sejumlah saksi lainnya dipanggil KPK pada hari ini untuk penyidikan kasus e-KTP dengan tersangka anggota DPR dari Fraksi Golkar, Markus Nari.
KPK resmi menahan Markus Nari pada 1 April 2019. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, Markus Nari ditahan selama 20 hari pertama untuk menjalani pemeriksaan.
Markus sebenarnya sudah ditetapkan sebagai tersangka pada 19 Juli 2017 silam. Saat itu, KPK menduga Markus berperan dalam memuluskan pembahasan anggaran dan penambahan anggaran di proyek e-KTP.
Selain itu, Markus Nari juga diduga memperkaya sejumlah korporasi dalam proyek e-KTP. Febri mengatakan, pada 2012, Markus Nari diduga ikut berperan mengatur pembahasan perpanjangan anggaran proyek e-KTP sebesar Rp1,49 triliun. Markus juga diduga meminta uang kepada Irman sebesar Rp5 miliar.
KPK menjerat Markus dengan pasal 3 dan pasal 2 ayat 1 UU Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Penetapan tersangka kepada Markus Nari itu bukan yang pertama kali. Sebelumnya Markus telah disangkakan melanggar pasal 21 UU Tipikor lantaran berusaha mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung proses pemeriksaan di sidang pengadilan dengan terdakwa Irman dan Sugiharto dalam sidang perkara e-KTP serta penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terhadap Miryam S Haryani.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Addi M Idhom