tirto.id - Undangan ceramah Ustaz Abdul Somad (UAS) telah menyebar ke masyarakat dan dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta awal pekan ini.
Dosen UIN Sultan Syarif Kasim Riau ini akan berbicara di sesi profetik, kajian bulanan yang ada di masjid sejak 2018, atas undangan Masjid Kampus UGM. Kajian rencana akan digelar, pada Sabtu (12/10/2019) pukul 12.45 WIB.
Ketua Takmir Masjid Kampus UGM, Mashuri Maschab menyebut ada permintaan dari pejabat kampus untuk membatalkan ceramah UAS tak lama setelah undangan menyebar.
Namun, Mashuri tolak lantaran kajian itu tak melanggar aturan dan membahas keilmuan sesuai kapasitas UAS.
Lagi pula, UAS tak sendirian. Takmir Masjid UGM juga mengundang Prof Indra Bastian sebagai pengganti Prof Heddy Shri Ahimsa Putra. Keduanya akan bicara dalam kajian bertajuk “Integrasi Islam dan ilmu Pengetahuan.”
“Kami dipaksa membatalkan acara. Tapi tak mau. Saya minta kampus bersurat ke UAS yang tembusannya ke kami untuk batalkan ceramah di masjid UGM. Ini penting untuk pertanggungjawaban ke publik,” kata pensiunan pengajar sosial politik UGM saat ditemui reporter Tirto, di rumahnya, Sinduharjo, Ngaglik, Sleman, Rabu (9/10/2019) malam.
Menurut Mashuri, permintaan kampus berlebihan, karena masjid bukan bagian langsung dari rektorat.
Sebab, kata Mashuri, Masjid Kampus UGM, dahulu dibangun dari dana publik dan sempat punya badan hukum berupa yayasan. Setelah ada pelarangan yayasan di dalam kampus, masjid ini berhimpun dalam sebuah badan yang kelola masjid-masjid di UGM.
“UGM itu hanya beri fasilitas WiFi ke masjid. Selebihnya takmir yang mengelola. Intervensi ke takmir dari petinggi kampus ini mematikan kebebasan akademik di UGM,” ujar dia.
Mashuri lantas membuka memori masa silam. Penolakan serupa pernah terjadi saat Ramadan tahun lalu.
Dua pembicara yakni Fahri Hamzah, saat itu Wakil Ketua DPR RI dan Ismail Yusanto, eks jubir HTI, akan hadir sebagai narasumber kajian. Namun, kampus menolak seperti halnya dengan UAS saat ini.
Menurut Mashuri, penolakan UAS ini muncul setelah bertemu dua petinggi UGM yakni Wakil Rektor Bidang Pendidikan, Pengajaran dan Kemahasiswaan, Djagal Waseso Marseno serta Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia dan Aset, Bambang Agus Kironoto.
Keduanya ditemui Mashuri, pada Rabu (9/10/2019) sekitar pukul 08.30 WIB.
Dalih larangan kampus, kata Mashuri, bahkan diduga ada kaitan dengan pelantikan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin yang akan digelar pada 20 Oktober 2019 di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta.
“Pokoknya setelah 20 Oktober. Dia bilang ‘kalau perlu kami fasilitasi’. Jadi dikaitkan dengan pelantikan presiden. Ini politis. Artinya dikaitkan dengan sikap politik tertentu,” kata Mashuri.
“Dicari-cari alasan pelarangan seperti selaras dengan akademik. Lha, kalau kajian profetik tak terkait akademik, malah bikin orang tertawa,” kata Mashuri.
Mashuri menilai, sebelum ada konfirmasi dari UAS dan masjid akan tetap bersiap menyambutnya. Jumat (11/10/2019) besok, merupakan batas akhir untuk memastikan apakah UAS datang atau tidak ke masjid UGM.
Alasan lain dari rektorat, kata Mashuri, yakni ada desakan alumni UGM dan profil UAS yang kontroversial di masyarakat.
Djagal Waseso belum merespons konfirmasi kaitan pelarangan UAS dengan pelantikan presiden. Ia berjanji menjelaskannya setelah ada konferensi pers resmi yang digelar UGM.
Sementara itu, Kepala Bagian Hukum dan Protokol UGM, Iva Aryani membantah pelarangan UAS terkait pelantikan presiden.
“Gak ada hubungannya dengan hal tersebut,” kata dia.
Menurut Iva, keputusan rektorat berdasar bentuk acara dan pembicaranya bertolak belakang dengan jati diri UGM.
“Hal tersebut dilakukan untuk menjaga keselarasan kegiatan akademik dan kegiatan non-akademik dengan jati diri UGM,” imbuh Iva.
Berpotensi Langgar Kebebasan Akademik
Dalam dokumentasi Masjid Kampus UGM, kajian profetik juga membahas isu sains, kedokteran, kesehatan, sufisme, depresi, marxisme, hinggga teori evolusi.
Mashuri menilai, alasan jati diri UGM ini justru aneh, karena kajian dengan UAS dalam kerangka tersebut.
“Rektorat tak bisa melarang dengan alasan insidental dan bergantung situasi orang per orang. Ini bukan demokrasi, tapi kekuasaan,” kata Mashuri.
Ketua Kaukus Kebebasan Akademik Indonesia, Herlambang P Wiratraman mengatakan, ada potensi pelanggaran kebebasan akademik di UGM terkait larangan UAS ini.
“Kebijakan UGM kurang tepat bila tanpa legitimate reason. Ada potensi pelanggaran akademik,” ujar Herlambang.
Salah satu inisiator prinsip kebebasan akademik di kampus Asia Tenggara ini menyebut, selama kegiatan di kampus untuk pengembangan pengetahuan dan teknologi, seharusnya tak dilarang.
Herlambang melihat dalam konteks pembatalan UAS di masjid UGM, tak ada alasan kuat bagi kampus melarangnya. UGM, kata dia, tak pakai alasan yang terukur.
“Harusnya ada upaya untuk menghargai proses akademik. Kebebasan ada batasannya. Sejauh batasan dimiliki harus jelas. Harus ada alasan eksplisit dan terformulasikan dalam aturan konkret,” imbuh dia.
Penulis: Zakki Amali
Editor: Abdul Aziz