tirto.id - Sebanyak 344 akademisi dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia mendesak pemerintah segera mengambil langkah atas kondisi bangsa saat ini.
Mereka prihatin dengan kebijakan restrukturisasi kabinet hingga penolakan terhadap wacana darurat militer dan upaya penyesatan sejarah.
Koordinator Aliansi Akademisi Peduli Indonesia, Prof. Sulistyowati Irianto, menilai pemerintah saat ini kurang menyerap aspirasi masyarakat. Sehingga, kebijakan yang dihasilkan jauh dari realitas kebutuhan rakyat.
Guru Besar Antropologi Hukum dari Universitas Indonesia ini melihat situasi krisis multidimensi yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini menuntut suara moral akademisi untuk tampil di ruang publik.
"Semuanya dibuat tanpa dasar ilmiah dan bukti juga tidak mengakomodasi realitas, pengalaman dan kebutuhan rakyat. Ini terbukti dari banyaknya program yang salah sasaran, rawan penyimpangan, dan cenderung bisa ditafsirkan sebagai ‘power build-up’," jelas Sulistyowati dalam keterangannya, dilansir dari Antara, Rabu (3/9/2025).
Aliansi Akademisi menyoroti melemahnya tiga pilar utama dalam negara hukum yakni keruntuhan demokrasi, melemahnya prinsip moral dan keadilan dalam kebijakan, serta melemahnya mekanisme kontrol akibat lembaga pengadilan yang gagal independen.
Mereka juga menyinggung data BPS yang dinilai membingungkan dan tidak sejalan dengan temuan lembaga survei independen. Kebijakan pemekaran pajak di daerah pun disebut semakin membebani rakyat.
Merespons kondisi tersebut, Aliansi Akademisi mendesak langkah konkret kepada pemerintah. Tuntutan pertama adalah restrukturisasi kabinet dan pejabat lembaga pemerintahan agar kompeten, ramping, efisien, dan tidak memberatkan keuangan negara.
Aliansi juga mendesak perbaikan kebijakan politik anggaran yang salah sasaran. Mereka menyarankan sumber keuangan negara seharusnya berasal dari perampasan aset koruptor dan pengusaha sumber daya alam, bukan dari pajak rakyat.
Mereka mendesak pencabutan berbagai instrumen hukum dan kebijakan yang dibuat instan dan bermuatan kepentingan kekuasaan, serta penguatan pemberantasan korupsi dan gratifikasi.
Aliansi juga secara tegas menolak pemberlakuan darurat militer atau sipil atas kondisi saat ini.
Selain itu, Aliansi juga meminta untuk menghentikan upaya menyesatkan sejarah bangsa. Serta mencegah berbagai bentuk diskriminasi rasial dan kekerasan berbasis gender.
“Membungkam aspirasi dengan pendekatan koersif hanya akan memperlebar jarak negara dan rakyat. Saatnya pemerintah menunjukkan akuntabilitas, bukan sekadar represifitas,” tegas Sulis.
Masuk tirto.id


































