tirto.id - Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, mengungkapkan bahwa tidak ada kriteria khusus dalam pemberian amnesti kepada narapidana. Yusril menegaskan, amnesti diberikan murni atas kehendak dan kebijakan Presiden.
"Iya, amnesti kan bisa diberikan kepada siapa saja, berdasarkan pertimbangan Presiden," kata Yusril di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (11/2/2025).
Dia menjelaskan bahwa pemberian amnesti bukan lah masalah hukum, namun masuk ke dalam persoalan kebijakan yang dikeluarkan Presiden. Menurut Yusril, presiden secara sah dapat mengeluarkan amnesti kepada narapidana yang sudah inkrah putusan hukumannya oleh pengadilan.
"Karena ini kan bukan lagi persoalan hukum, tapi persoalan kebijakan yang diambil oleh presiden untuk memutuskan sesuatu, yang katakan lah misalnya sudah divonis, inkrah oleh pengadilan," kata Yusril.
Pria yang pernah menjabat sebagai Menteri Hukum dan HAM ini menerangkan, Prabowo bisa memberikan amnesti kepada narapidana siapapun dan kapanpun. Dia mengibaratkan dengan mantan Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, yang memberikan amnesti kepada narapidana di akhir masa jabatannya.
"Kita tahu juga misalnya Presiden Biden memberikan amnesti kepada para narapidana (diakhir jabatannya), normal saja," kata dia.
Saat ini, Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, menjadi penanggung jawab utama atas kebijakan amnesti narapidana. Yusril mengaku sedang menyusun aturan teknis bagaimana pemberian amnesti tersebut dilakukan.
"Amnesti sudah ditangani teknisnya oleh Supratman di Kementerian Hukum. Jadi semua koordinasi sudah kami lakukan," kata dia.
Ke depan, Supratman akan menyerahkan langsung nama-nama narapidana yang akan mendapat amnesti kepada Presiden Prabowo Subianto usai aturan teknis dan koordinasi selesai dilakukan.
"Nama-namanya sudah dikumpulkan oleh beliau (Supratman) dan sedang dibahas untuk diajukan finalnya kepada presiden," kata Yusril.
Sebelumnya, Presiden Prabowo dikabarkan berencana memberikan amnesti kepada 44 ribu narapidana. Namun, pemberian amnesti difokuskan pada kasus penghinaan terhadap kepala negara melalui Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Selain itu, pemerintah juga memberikan perhatian khusus terhadap kasus-kasus ringan di Papua.
“Ada kurang lebih 18 orang, tetapi yang bukan bersenjata. Ini menjadi bagian dari upaya rekonsiliasi terhadap teman-teman di Papua,” ucap Supratman, Jumat (13/12/2024) lalu.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Andrian Pratama Taher