Menuju konten utama

YLBHI Duga Ada Barter Kepentingan dalam Pembahasan RKUHP

Asfinawati mengatakan metode kodifikasi memungkinkan banyak pihak berkonsolidasi guna meloloskan kepentingannya masing-masing.

YLBHI Duga Ada Barter Kepentingan dalam Pembahasan RKUHP
Sejumlah aktivis melakukan aksi Kamisan di depan Istana Negara merespons beberapa isu undang-undang yang dianggap kontroversial dan ditolak masyarakat publik, Jakarta, Kamis (19/9/2019). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Ketua Umum Yayasan Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati, menduga ada barter kepentingan dalam pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang dilakukan DPR dan pemerintah. Asfin mengatakan pasal-pasal kontroversial kemungkinan merupakan hasil dari pertukaran kepentingan.

"Harusnya ada metode lain seperti di negara lain, tidak kodifikasi. Tidak semua harus mau diganti seluruhnya, tapi diganti per bagian, maka barter antarkepentingan tidak ada," kata Asfin dalam diskusi 'Mengapa RKUHP Ditunda' di kawasan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Sabtu (20/9/2019).

Menurut Asfin, metode kodifikasi memungkinkan banyak pihak berkonsolidasi guna meloloskan kepentingannya masing-masing. Ia mencontohkan, jika ada pihak yang ingin memasukkan ihwal pasal perzinaan, ada pula yang mau soal pasal penghinaan presiden.

"Jadi keduanya masuk [dalam pembahasan rancangan]," ujarnya.

Hal itu yang membuat pembahasan RKUHP, juga RUU lain seperti Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual, berlarut-larut di DPR. Berkebalikan dengan Rancangan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dibahas dan ketok palu jadi undang-undang secara kilat.

"Mereka bilang rekodifikasi punya semacam panggilan kenabian untuk mengambil semua tindak pidana yang ada, digabungkan seperti mushaf-mushaf," kata Asfin.

Menurut Asfin, pada awal-awal pembahasan RKUHP, masih ada pihak yang menjadi oposisi. Namun setelah Pemilu 2019, komposisi parlemen berubah dan hampir semua pihak kompak menyetujui pengesahan RKUHP termasuk dengan pasal-pasal kontroversial.

"Di akhir rancangan undang-undang ini tidak terlihat lagi oposisi dan bukan oposisi," tutur dia.

Namun, Presiden Joko Widodo kemarin meminta DPR untuk menunda pengesahan RKUHP lantaran muncul kritik atas sejumlah pasal.

“Dan setelah mencermati masukan-masukan dari berbagai kalangan yang berkeberatan dengan sejumlah substansi-substansi RUU KUHP, saya berkesimpulan masih ada materi-materi yang membutuhkan pendalaman lebih lanjut," ujar Jokowi di Istana Bogor, Jumat (20/9/2019) siang.

“Untuk itu saya telah memerintahkan Menteri Hukum dan HAM sebagai wakil pemerintah, untuk menyampaikan sikap ini kepada DPR RI, yaitu agar pengesahan RUU KUHP ditunda. Dan pengesahannya tidak dilakukan oleh DPR periode ini," imbuh Jokowi.

Dengan pernyataan Jokowi ini, RKUHP dipastikan ditunda. Sebab dalam penyusunan undang-undang, pemerintah dan DPR perlu sama-sama sepakat. RKUHP yang telah disetujui DPR dan Kemenkumham memuat beberapa pasal bermasalah.

Baca juga artikel terkait RKUHP atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Politik
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Gilang Ramadhan