Menuju konten utama

Yang Longgar dan Ketat dalam Revisi Aturan Taksi Online

Draft revisi Permenhub No. 26/2017 soal taksi online sudah dibuat. Pemerintah berharap revisi tersebut tak mendapat gugatan hukum.

Yang Longgar dan Ketat dalam Revisi Aturan Taksi Online
Sejumlah tukang ojek, taksi, dan angkutan kota konvensional, melakukan unjuk rasa menolak keberadaan transportasi daring, di Alun-alun Purwokerto, Banyumas, Selasa (17/10/2017). ANTARA FOTO/Idhad Zakaria

tirto.id - Sugeng, pengemudi taksi online yang biasa "mangkal" di sekitar Gandaria City, Jakarta Selatan tengah asyik menyantap rujak. Sambil berteduh di bawah pohon rindang, dia menceritakan uneg-uneg soal aturan taksi online

“Saya sebenarnya siap ikut aturan dari pemerintah. Yang penting bisa tetap cari penumpang. Lumayan penghasilannya. Saya sendiri sudah jadi driver online sejak 2014,” katanya kepada Tirto.

Ia ingin agar taksi online dapat segera punya aturan main agar memberi kepastian bagi dirinya dan kawan-kawannya sesama pengemudi. Selain tak ingin melanggar aturan angkutan umum, ia juga tak mau ribut-ribut di jalan dengan taksi konvensional.

Suara Sugeng memang didengar, pemerintah sudah membuat payung hukum untuk taksi online melalui Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No. 32/2016 tentang penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek pada 1 April 2016. Namun, aturan yang dibuat pemerintah ini mendapatkan penolakan dari pengemudi taksi online. Akibatnya, pemberlakuan Permenhub No. 32/2016 pada Desember 2016 juga terpaksa ditunda.

Permenhub No. 32/2016 tersebut tidak kunjung juga berlaku efektif. Malah, harus kena revisi atau digantikan dengan beleid baru, yakni Permenhub No. 26/2017 tentang penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek. Permenhub No. 26/2017 punya nasib yang sama seperti aturan yang sudah ada sebelumnya, juga mendapatkan perlawanan. Aturan ini sempat digugat oleh beberapa pengemudi taksi online ke Mahkamah Agung (MA). Sebanyak 14 pasal di Permenhub No. 26/2017 pun diputuskan harus dicabut paling lambat 1 November 2017.

Buntut dari putusan MA itu, taksi online seakan-akan kembali bebas aturan. Pemda di sejumlah daerah melarang kegiatan taksi online untuk menghindari gesekan fisik antara pengemudi taksi aplikasi dan taksi konvensional.

Pemerintah merespons dengan merevisi Permenhub No. 26/2017. Rencananya, revisi ini akan berlaku 1 November 2017. Meski belum 100 persen rampung, pemerintah sudah memberikan kisi-kisi apa saja yang akan direvisi.

Berdasarkan draf revisi Permenhub No. 26/2017 per 13 Oktober 2017 yang diterima Tirto, hal-hal yang diatur beleid sebelumnya telah dimodifikasi. Ada yang diperketat, namun ada juga yang diperlonggar.

Beberapa bagian yang diperketat misalnya, menyangkut pemasangan stiker di taksi online. Sebelumnya, stiker hanya memuat informasi wilayah operasi saja. Dalam direvisi, stiker juga memuat informasi jangka waktu berlaku izin, nama badan hukum dan logo perhubungan.

Baca juga: Alasan Dishub Jabar Keluarkan Larangan Taksi Online

“Secara substansi kami setuju [pemasangan stiker]. Ini salah satu tanda di kendaraan, bahwa kita sudah melakukan profesi sebagai angkutan sewa khusus,” kata Christiansen F.W, Ketua Umum Asosiasi Driver Online kepada Tirto.

Namun, sebelum pemasangan stiker, pemerintah juga harus terlebih dahulu dapat menjamin keamanan dan kenyamanan bagi pengemudi taksi online. Pasalnya, tidak sedikit pengemudi taksi online yang diintimidasi saat mengangkut penumpang, misalnya di bandara atau stasiun kereta.

Selain stiker yang diperketat soal ketentuannya, dokumen yang harus dipenuhi ketika mengajukan perubahan alamat dan direksi Perusahaan Angkutan Umum juga bertambah. Pemohon harus juga menyertakan salinan surat tanda nomor kendaraan bermotor yang berlaku, dan salinan bukti lulus uji berkala berupa buku uji/kartu lulus uji yang berlaku.

Selain itu, pasal-pasal soal mengenai perusahaan aplikasi seperti Gojek, Grab dan Uber juga diperketat. Dalam draft revisi Permenhub No. 26/2017, perusahaan aplikasi kini wajib membuka kantor cabang dan penanggungjawabnya sesuai dengan wilayah operasi yang ditetapkan pemerintah.

infografik kebijakan baru transportasi online

Selain diperketat, draf revisi regulasi itu juga memperlonggar beberapa aturan sebelumnya. Misalnya, wilayah operasi taksi online kini tidak lagi hanya di kawasan perkotaan, akan tetapi juga bisa menyasar ke tempat-tempat lainnya.

Kemudian, aturan yang menyangkut surat tanda nomor kendaraan (STNK) juga diperlonggar. Pengemudi taksi online bisa bergembira. Kini, persyaratan STNK untuk taksi online tidak harus atas nama badan hukum, tetapi bisa nama perorangan atau pengemudi.

Agar nama pemilik yang tercantum di STNK atas nama perorangan, pengemudi taksi online harus tergabung dalam Koperasi. Adapun, Koperasi tersebut harus memiliki izin sebagai penyelenggara angkutan umum.

Selain STNK, kartu pengawasan yang wajib dibawa oleh taksi online pun tidak seketat sebelumnya. Kini, kartu pengawasan tidak perlu memuat nomor rangka kendaraan bermotor dan daya angkut bagasi. Namun, harus memuat nama pimpinan perusahaan.

Baca juga: Organda Nilai Draf Revisi Angkutan Sewa Khusus Masih Belum Tegas

Sanksi denda yang diberikan pun juga diperlonggar, khususnya bagi perusahaan aplikasi. Sebelumnya, denda pelanggaran ringan bisa mencapai Rp5 juta. Kini, nilai dendanya hanya Rp1 juta per pelanggaran.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan ada beberapa hal yang ditambahkan salah satunya kewajiban asuransi yang harus dimiliki perusahaan penyelenggara taksi online.

"Ada beberapa hal yang ditambahkan, sekarang itu masih ada SIM A pribadi, jadi harus ada SIM A umum yang harus dibuat. Yang kedua, harus ada asuransi," kata Menhub Budi Karya

Bila melihat hal-hal yang diubah, pemerintah memberikan banyak kelonggaran kepada pengemudi taksi online. Namun, secara umum, revisi tersebut kurang lebih sama seperti Permenhub No. 26/2017. “Saya lihat aturan ini sama saja. Nanti, kita lihat apakah aturannya bisa diimplementasikan di lapangan atau tidak," kata Ateng Aryono Sekjen Dewan Pengurus Pusat Organda saat konferensi pers, Kamis (19/10).

Revisi Rawan Digugat

Draf revisi Permenhub No. 26/2017 rawan untuk digugat kembali ke MA. Sebanyak 14 pasal di Permenhub No. 26/2017 yang dicabut oleh MA pada Agustus 2017, muncul kembali di draf revisi tersebut.

Misalnya, aturan mengenai penetapan tarif batas atas dan batas bawah. Kemudian, kewajiban taksi online memiliki dokumen perjalanan yang sah, berupa surat tanda nomor kendaraan atas nama badan hukum, kartu uji dan kartu pengawasan. Selain itu juga, persyaratan permohonan izin bagi kendaraan bermotor baru yang harus melampirkan salinan Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT) kendaraan bermotor. Ada juga, soal larangan bagi perusahaan aplikasi untuk melakukan rekrutmen pengemudi.

Budi Karya Sumadi menegaskan draf revisi tersebut sudah dibicarakan kepada seluruh pemangku kepentingan. Ia berharap revisi Permenhub No. 26/2017 ini bisa diterima. Kemenhub mencoba melakukan sosialisasi ke beberapa kota soal aturan ini.

“Tarif batas atas dan batas bawah misalnya. Ini kan perlu agar tidak ada monopoli, dan kesetaraan itu terjadi. Dengan kesetaraan ini, saya yakin semua stakeholder bisa hidup berdampingan,” tuturnya.

Baca juga: Putusan MA Dinilai Merugikan Sopir Taksi Online

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan juga mewanti-wanti agar tidak ada lagi sengketa di lapangan. Dia mengakui bahwa masih ada masalah hukum yang tidak bisa diakomodir oleh UU yang ada saat ini. “Kita ingin melihat keseimbangan, enggak boleh menang sendiri. Jangan ada pengadilan, jangan ada lagi. Kita sudah bicara dengan Gojek dan Uber agar jangan ada yang aneh-aneh lagi. Perjanjian sudah disepakati.”

Baca juga artikel terkait TRANSPORTASI ONLINE atau tulisan lainnya dari Ringkang Gumiwang

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Ringkang Gumiwang
Penulis: Ringkang Gumiwang
Editor: Suhendra