Menuju konten utama

Putusan MA Dinilai Merugikan Sopir Taksi Online

Asosiasi sopir taksi online menilai putusan MA terkait Permenhub 26/2017 merugikan mereka. Sebab putusan MA itu menyebabkan tak ada aturan yang mengawasi usaha transportasi berbasis aplikasi.

Putusan MA Dinilai Merugikan Sopir Taksi Online
(Ilustrasi) Pangkalan taksi online Grab di Kemang, Jakarta. Tirto.id/Andrey Gromico.

tirto.id - Ketua Umum Asosiasi Driver Online (ADO) Christian Wagey mengkritik putusan MA tentang pencabutan 14 poin dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 26 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.

Wagey mencontohkan pencabutan pasal 20 dan 21 di Permenhub tersebut justru merugikan banyak sopir taksi online. Dua pasal itu mengatur pembatasan wilayah operasi, kuota jumlah kendaraan serta tarif angkutan.

"Driver (sopir) yang sudah bekerja sejak tahun lalu, pasti penghasilannya berubah. (Karena itu) Yang menjadi korban (dari putusan MA) adalah individu (driver). Harusnya kuota (taksi online) ini dibatasi," kata dia dalam Focus Group Discussion (FGD) membahas dampak putusan MA itu, yang digelar Kemenhub, di Hotel Alila, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (5/9/2017).

Karena itu, Wagey meminta pemerintah segera membuat aturan lain untuk mengawasi usaha perusahaan transportasi berbasis aplikasi, seperti Gojek, Grab dan Uber.

Sebab, dia melanjutkan, kemunculan mitra-mitra usaha baru selain individu, yang digaet perusahaan-perusahaan transportasi berbasis aplikasi, bisa merugikan para sopir taksi online. Hal ini karena tidak adanya pembatasan kuota jumlah kendaraan taksi online yang beroperasi di suatu wilayah.

Wagey mencontohkan, saat ini sejumlah perusahaan transportasi berbasis aplikasi mulai menggandeng pengusaha rental (persewaan) mobil untuk menambah unit kendaraan yang dioperasikan. Akibatnya, para sopir taksi online menemui persaingan yang semakin ketat untuk menggaet penumpang.

"Sudah terjadi pergeseran, usaha-usaha besar sudah menyiapkan armada-armada baru, bekerjasama dengan pengusaha rental. Hal ini tentu perlu dibatasi kalau pemerintah mau mendorong ekonomi kerakyatan," kata dia.

Pada 20 Juni 2017, Mahkamah Agung (MA) memutuskan memerintahkan Kementerian Perhubungan mencabut 14 pasal dalam Peraturan Menteri Perhubungan ‎Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.

Permenhub itu hasil revisi aturan lama yang hanya mengatur aktivitas taksi konvensional. Dengan begitu, taksi berbasis aplikasi atau online di Indonesia juga diatur kuotanya, wilayah operasinya hingga batas atas dan bawah tarifnya.

Usai kemunculan putusan MA itu, Direktur Angkutan dan Multimoda Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Cucu Mulyadi menegaskan ketetapan tersebut tidak langsung berlaku.

Putusan MA itu baru efektif berlaku 3 bulan usai salinan berkasnya diterima oleh Kemenhub pada 1 Agustus 2017. Dengan demikian, Permenhub Nomor 26/2017 masih berlaku hingga 1 November 2017 mendatang.

Baca juga artikel terkait TRANSPORTASI ONLINE atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Addi M Idhom