tirto.id - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Eddy Soeparno, menilai bahwa berhentinya LG dalam investasi proyek ekosistem baterai EV di Indonesia tidak ada hubungannya dengan pengesahan Undang-Undang TNI.
“Saya, kok, tidak melihat ada relevansinya ke sana [UU TNI], ya. Jadi, saya enggak berani berkomentar karena menurut saya benang merahnya itu enggak ada di situ,” ujar Eddy saat ditemui di Hotel Mandarin Oriental, Jakarta, Selasa (22/4/2025).
Eddy pun mewajarkan apabila ada pihak tertentu yang berpendapat seperti itu. Namun, dia menekankan bahwa hal tersebut tidak saling berkaitan dengan keputusan investasi.
“Saya belum melihat ada relevansi yang erat terkait dua hal tersebut karena keputusan investasi kan dilakukan berdasarkan berbagai aspek yang dasarnya adalah keekonomian dan komersial,” ujarnya.
Menurut Eddy, pesatnya revolusi teknologi dalam industri pengembangan baterai merupakan salah satu faktor hengkangnya LG dari investasi itu.
“Hari ini, kita bicara baterai nikel, sekarang sudah ada LFP [lithium iron phosphate]. Bahkan, sekarang ada baterai yang sifatnya blade batter yang mana itu tahan goncangan, tahan panas, dan memiliki kemampuan untuk melakukan recharging (mengisi daya ulang) secara sangat cepat,” jelas Eddy.
Selain itu, Eddy juga melihat adanya kemungkinan faktor lainnya, yakni dari segi pertimbangan bahan baku.
“Mungkin juga pertimbangan bahan baku menjadi salah satu faktor karena sekarang teknologinya sudah mulai beralih, ada alternatif lain selain baterai berbasis nikel,” terangnya.
Meski demikian, Eddy menilai Indonesia merupakan pasar besar untuk EV. Lalu, Indonesia juga dinilai merupakan pasar besar untuk konsumsi baterai. Di sisi lain, Eddy menilai Indonesia juga merupakan salah satu basis produksi untuk ekspor baterai.
“Jadi, saya kira kita punya kemampuan untuk mengadopsi teknologi baterai, bisa memproduksi sendiri, memproduksi dengan mitra lain juga bisa. Dan tujuannya tidak hanya untuk konsumsi dalam negeri kita, tetapi juga untuk kita lakukan ekspor,” ujarnya.
Sebelumnya, LG memutuskan untuk menarik diri dari proyek senilai sekitar 11 triliun won atau 7,7 miliar dolar AS alias setara dengan Rp130,7 triliun (kurs: Rp16.800) untuk membangun rantai pasokan baterai kendaraan listrik di Indonesia.
Mengutip Yonhap, Konsorsium tersebut, yang meliputi LG Energy Solution, LG Chem, LX International Corp, dan mitra lainnya, telah bekerja sama dengan pemerintah Indonesia dan sejumlah perusahaan milik negara untuk membangun "rantai nilai menyeluruh" untuk baterai EV.
Inisiatif tersebut berupaya untuk mencakup seluruh proses mulai dari pengadaan bahan baku hingga produksi prekursor, bahan katode, dan pembuatan sel baterai.
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Fadrik Aziz Firdausi
Masuk tirto.id







































