tirto.id -
"Ditahan untuk 20 hari pertama di Rutan Cabang KPK di Kavling K4 [di belakang gedung Merah Putih KPK Jakarta]," kata Juru Bicara KPK saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (2/10/2018) dini hari.
Usai diperiksa KPK sekitar 11 jam, Lucas mengaku tidak tahu menahu atas kasus yang menjeratnya tersebut.
"Saya terus terang jujur proses penyidikan dan pemeriksaan dari KPK, saya jujur bahwa saya tidak tahu," ucap Lucas.
Ia pun membantah terlibat membantu tersangka Eddy Sindoro yang merupakan petinggi Lippo Group itu kabur ke luar negeri.
"Apa yang dituduhkan pada saya bahwa menghalangi penyidikan dalam arti seolah-olah diduga membantu Eddy Sindoro bisa lolos dari Malaysia, keluar Indonesia saya juga tidak tahu," kata Lucas yang telah mengenakan rompi jingga tahanan KPK itu.
Ia juga mengaku tidak ditunjukkan bukti bahwa dirinya terlibat membantu Eddy Sindoro ke luar negeri.
"Sampai saat ini, saya juga tidak ditunjukkan bukti bahwa saya ada hal seperti itu," ucap Lucas.
Saat dikonfirmasi apakah akan mengajukan praperadilan, ia hanya mengatakan bahwa segala upaya akan dilakukan.
"Segala upaya hukum akan kami lakukan," ujar dia.
Lucas diduga telah menghindarkan tersangka Eddy Sindoro ketika yang bersangkutan ditangkap oleh otoritas Malaysia dan kemudian dideportasi kembali ke Indonesia.
Ia diduga berperan untuk tidak memasukkan tersangka Eddy Sindoro ke wilayah yurisdiksi Indonesia, melainkan dikeluarkan kembali ke luar negeri.
Atas perbuatannya, Lucas disangkakan melanggar Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubaj dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam kasus terkait pengajuan PK pada PN Jakpus itu, KPK telah menetapkan tiga tersangka. Dua diantaranya telah divonis bersalah dan menjalani hukuman sesuai putusan Majelis Hakim masing-masing panitera sekretaris PN Jakpus Edy Nasution dan perantara suap Dody Arianto Supeno.
Sementara untuk tersangka Eddy Sindoro masih dalam proses penyidikan. KPK pun mengimbau agar yang bersangkutan bersikap kooperatif dengan proses hukum dan segera menyerahkan diri ke KPK.
Eddy Sindoro diketahui sejak April 2016 sudah tidak lagi berada di Indonesia.
KPK sudah menetapkan Eddy Sindoro sebagai tersangka sejak November 2016 lalu. Eddy diduga memberikan hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait pengurusan perkara di Pengadilan Jakarta Pusat (PN Jakpus) terkait dengan permohonan bantuan pengajuan Peninjauan Kemabali di PN Jakpus.
Atas perbuatannya tersebut, Eddy Sindoro disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam putusan Edy Nasution, disebutkan bahwa uang 50 ribu dolar AS untuk pengurusan Peninjauan Kembali (PK) PT Across Asia Limited (AAL) yang diputus pailit oleh mahkamah agung melawan PT First Media. Edy pun menerima uang dari salah satu kuasa hukum yang baru dari Law Firm Cakra & Co, yaitu Austriadhy 50 ribu dolar AS yang terbungkus dalam amplop warna coklat
Eddy Sindoro pernah bertemu dengan mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi menanyakan kenapa berkas perkara belum dikirimkan dan Nurhadi sempat menelepon Edy Nasution untuk mempercepat pengiriman berkas perkara PK namun Nurhadi mengatakan itu dalam rangka pengawasan.
Edy Nasution juga mengakui menerima 50 ribu AS dari Dody dimana uang tersebut ada kaitannya dengan pengurusan dengan perkara Lippo.
KPK hingga saat ini juga masih melakukan penyelidikan terhadap Nurhadi.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri