Menuju konten utama
Laporan dari Marawi:

Upaya ISIS Menjadikan Marawi sebagai 'Mosul Kecil' di ASEAN

Bagaimana bom mobil bunuh diri jadi ancaman nyata bagi pasukan Filipina di pertempuran Marawi?

Upaya ISIS Menjadikan Marawi sebagai 'Mosul Kecil' di ASEAN
Tentara Filipina melakukan patroli dan penjagaan di Marawi, Filipina bagian selatan. tirto.id/Aqwam Fiazmi Hanifan

tirto.id - Saat ini Marawi, ibu kota provinsi Lanao del Sur di Pulau Mindanao, terbagi dua wilayah: sisi barat dan timur. Sisi barat dikuasai pemerintah Filipina, sementara kombatan Negara Islam (ISIS) menguasai kawasan timur. Dua kubu ini dipisahkan oleh Sungai Agus yang membelah kota. Ada tiga jembatan utama penghubung: Bayabao, Desarip, dan Mapandi.

Pada tiga lokasi inilah baku tembak rutin saban jam. Hampir dua bulan berselang, tentara Filipina kepayahan menyeberangi jembatan tersebut. ISIS selalu menyambut kedatangan pasukan Filipina dengan tembakan granat berpeluncur roket (RPG), sniper, senapan mesin kaliber 50 yang bisa menembus baja, dan bom molotov.

Satu-satunya akses ke kawasan timur Marawi melewati Jalan Roroagus, lima kilometer dari utara kota. Dari sana lalu menyeberangi Jembatan Guimba, memutari Sacred Mountain National Park seluas 94 hektare, dan tembus di Jalan Makalilay.

Jalan Makalilay membentang lurus sepanjang 3 km dan mengarah ke pusat wilayah ISIS. Di jalan inilah satu-satunya akses untuk mengepung kombatan ISIS dan mencegah mereka tidak kabur ke sebelah timur ke Perbukitan Arumpac atau Gunung Mupo—di kawasan taman nasional. Wajar jika militer pemerintah mengerahkan penjagaan di belasan pos pemeriksaan sepanjang jalan.

Pada 22 Juli lalu, di salah satu pos itu, terjadi sebuah petaka.

Sekitar jam 1 siang, sebuah colt tua melaju kencang dari arah pusat kota mengarah ke sebuah pos pemeriksaan. Tentara yang bersiaga di sana melepas tembakan peringatan, tetapi supir colt malah menginjak pedal gas dalam-dalam. Setelah menubrukkan mobilnya ke pos tersebut, ledakan keras berdentam.

Itulah untuk kali pertama serangan bom mobil bunuh diri terjadi di Marawi. (Dalam istilah bahasa Inggris: suicide vehicle borne improvised explosive device.)

Informasi ini diungkap seorang pejabat intelijen militer Filipina. Ia mengatakan serangan bom bunuh diri itu setidaknya menewaskan lima tentara Filipina.

ISIS, katanya, merekam detik-detik serangan dan hendak menjadikannya alat propaganda. Namun niatan itu urung terlaksana karena mereka kesusahan mendapatkan sinyal untuk bisa mengirimkan video itu ke Amaq, media resmi ISIS.

Meski begitu, informasi kematian lima tentara Filipina dibenarkan dan disebarkan oleh Amaq. Di hari yang sama, lima jam sesudah kejadian, Amaq menyebarkan rilis teks di Telegram bahwa ISIS berhasil membunuh lima tentara Filipina di Marawi. Tapi mereka tidak merinci penyebab kematian lima tentara nahas tersebut.

Konfirmasi yang sama pun datang dari Angkatan Bersenjata Filipina (AFP). Usai kejadian, AFP menyatakan ada lima pasukannya yang tewas pada 22 Juli siang hari tersebut.

Di Marawi, sudah jadi kebiasaan militer menggelar jumpa pers di pagi dan sore hari. Pada Sabtu pagi, 22 Juli itu, juru bicara Pasukan Gabungan Letkol Jo-Ar Hererra menyatakan total prajurit KIA (killed in action) mencapai 100 orang. Sorenya, bertambah lima orang. Namun, Herrera enggan merinci kematian lima prajuritnya.

Klarifikasi akhirnya dituturkan Panglima Angkatan Bersenjata Filipina Komandan Mindanao Barat, Letnan Jenderal Carlito Galvez. Dalam satu acara di kamp pengungsi di Kota Iligan, keesokan harinya, ia mengungkap penyebab tewas anak buahnya oleh granat tangan.

Galvez enggan berkomentar saat ditanya apakah serangan ini akibat aksi bom mobil bunuh diri. “Ini masalah operasional, saya tidak bisa memaparkannya,” katanya kepada saya.

Meski begitu, ia tak menampik informasi ISIS telah mempersiapkan taktik baru lewat aksi bom bunuh diri. Kata Galvez, aksi serangan bom bunuh diri bisa saja terjadi di pertempuran utama di Kota Marawi atau kota-kota tetangga seperti Iligan, Cagayan de Oro, atau Davao. “Ini adalah bentuk keputusasaan mereka menghadapi kita,” ucapnya.

Sebelum pergi ke Marawi, saya sempat singgah selama dua hari di Kota Cotabato. Kota ini dikenal sebagai salah satu pusat pemberontak Front Pembebasan Islam Moro (MILF). Sidney Jones, saat ini direktur Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC), menyebut MILF adalah organisasi milisi bersenjata paling kuat di Asia Tenggara.

Dalam perhitungan Jones, MILF memiliki sekitar 20 ribu–30 ribu milisi bersenjata. Angka ini belum ditambah ratusan ribu simpatisan. MILF memang jadi garda terdepan mengupayakan kemerdekaan terhadap Bangsamoro, sekelompok 13 suku Austronesia berbasis etnoreligius muslim di selatan Filipina.

Setelah puluhan tahun berperang, Sejak 2012, MILF memilih gencatan senjata dan berdamai dengan pemerintah Filipina. Pada awalnya grup-grup di Filipina yang berbaiat kepada ISIS lahir dari rahim MILF.

Seorang komandan MILF di Cotabato, yang memiliki akses informasi ke dalam kelompok ISIS, menyebut aksi bom mobil bunuh diri memang sudah dipersiapkan jauh-jauh hari.

“Hampir 2-3 minggu setelah pengepungan, mereka baru saja menyelesaikan empat bom mobil,” ucapnya kepada saya, menambahkan bahwa tidak menutup kemungkinan jumlah ini semakin bertambah karena perang hampir memasuki bulan ketiga.

Filipina selatan punya sejarah panjang berurusan dengan konflik. Sejak estafet perlawanan terhadap Manila oleh Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF), MILF, Kelompok Abu Sayyaf, Bangsamoro Islamic Freedom Fighter, atau milisi komunis macam Tentara Rakyat Baru (NPA), mereka nyaris tak pernah melakukan strategi bom mobil bunuh diri di medan pertempuran.

“Kami lebih memilih mundur dan merancang serangan balik di kemudian hari ketimbang menyerang dengan aksi bom bunuh diri,” ujar Safrullah Dipatuan, Kepala Bangsamoro Development Agency (BDA)-MILF, ketika saya menemuinya di kantornya di Iligan, sebuah kota berjarak 37 kilometer dari arah utara Marawi.

Data Global Terrorism menyebut sejak 1970-2016, ada 6.213 serangan teror di Filipina. Hampir 2.044 serangan melalui aksi pengeboman. Dari ribuan serangan itu hanya satu yang dilakukan lewat aksi bom bunuh diri—itu pun dilakukan oleh milisi komunis NPA saat hendak meledakkan diri di Istana Malacanang pada 2000 silam.

“Strategi itu [bom bunuh diri] bukanlah budaya perjuangan Bangsamoro,” ucap Safrullah.

Lalu siapa yang mengimpor strategi bom bunuh diri ke Marawi?

“Siapa lagi kalau bukan para kombatan asing,” ucap seorang pejabat MILF di Cotabato. "Merekalah yang mengajari Maute membuat bom mobil. Kami tak punya keahlian membuat itu.”

"Milisi dari negara Anda [Indonesia] dan Malaysia yang pandai membuat itu. Dan mungkin mereka yang datang dari Timur Tengah dan pernah bertempur di Irak dan Suriah membantu Maute," katanya.

Infografik HL Indepth Marawi

Menjiplak Taktik di Mosul ke Marawi

ISIS saat ini didapuk sebagai organisasi milisi yang gemar memakai strategi bom bunuh diri di pelbagai front. Amaq, media resmi ISIS, dalam rilis infografik pada awal Januari 2017 mengklaim sepanjang 2016 telah melancarkan 1.112 operasi bom bunuh diri di Irak dan Suriah. Ini angka tertinggi sepanjang konflik.

Angka itu tak lepas dari siasat bertahan saat melakoni perang kota di Mosul. Hampir 20 persen serangan bom bunuh diri atau 212 serangan pada 2016 dilakukan di Kota Mosul. Pada Januari-Juni 2017, siasat itu dilakukan sebanyak 127 kali. Jadi, apakah taktik ini efektif saat bertarung di perang kota? Tentu saja.

ISIS mengklaim telah membunuh 3.500 tentara Koalisi selama 2017. Data Kementerian Pertahanan AS menyebut kerugian tempur pasukan Irak di Mosul mencapai 40 persen. Artinya, korban jiwa dari pihak pasukan Irak mencapai ribuan orang. Pola ini yang ingin dicangkok untuk diterapkan di Marawi.

McGurk Brett, wakil utusan Presiden AS untuk pasukan Koalisi, menyatakan bahwa untuk mengatasi masalah ini, AS membekali unit-unit infanteri pasukan Irak di garis depan dengan roket anti-tank atau senapan mesin berat.

Solusi ini akan pelik jika dilakukan di selatan Filipina mengingat pemerintahan Rodrigo Duterte kerepotan membekali seluruh pasukannya dengan rompi dan helm antipeluru yang layak sekalipun.

Di sisi lain, ada sebentuk teror terhadap tentara di medan laga bila menghadapi taktik serangan ISIS di Mosul merebak di Kota Marawi. Seorang prajurit Filipina berkata, “Saya tidak ingin melihat sebuah bom mobil meluncur ke arah saya. Saya tidak tahu apa yang mesti dilakukan jika hal itu terjadi.”

“Itu akan jadi hal mengerikan.”

Baca juga artikel terkait MARAWI atau tulisan lainnya dari Aqwam Fiazmi Hanifan

tirto.id - Politik
Reporter: Aqwam Fiazmi Hanifan
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Fahri Salam