Menuju konten utama

"Uang Pensiun Saya Sebagai Jenderal Rp4,5 Jutaan"

Para jenderal terpaksa berbisnis ataupun menjadi komisaris setelah purna. Pilihan itu diambil salah satunya karena uang pensiun yang sangat kecil. Bagaimana sebenarnya?

Jenderal (Purn) Fachrul Razi. [Foto/Andrey Gromico]

tirto.id - Senyum mengembang di wajahnya. Badannya tetap tegap dan gagah meski usia baru saja memasuki 69 tahun. Jenderal (Purn) Fachrul Razi menerima Tirto id, di ruang kerjanya, ruang khusus Presiden Komisaris (Preskom) PT Central Proteina Prima (CPP) Tbk, pada Kamis (21/7/2016).

“Hahaha... Alhamdulillah. Saya cucu sudah ada delapan...,” begitu ucap mantan Wakil Panglima TNI itu ketika ditanya seputar keluarga dan aktivitas kesehariannya. Pria kelahiran Banda Aceh dan alumni Akmil tahun 1970 itu, memaparkan berbagai tugas yang harus dikerjakannya sebagai Preskom di PT CPP maupun PT Antam Tbk. Termasuk alasannya menerima tanggung jawab menjadi seorang preskom. Berikut wawancaranya:

Bagaimana anda melihat TNI saat ini?

Tentara tugas utamanya memang penangkal. Membangun militer yang kuat tak hanya persenjataan, tapi juga profesionalisme yang kuat, tangkas, menguasai medan, fisik dan mental yang prima. Nah, saya lihat itu sekarang bagus.

Tapi memang, volume penugasan sekarang tak sebanyak dulu, seperti Aceh, Kalbar, atau Papua. Kalau sekarang kan terbatas. Tapi pengalaman di lapangan kan sudah dihimpun menjadi data. Jadi kalau mereka menghadapi persoalan yang sama, data itu bisa mereka pelajari. Jadi walaupun lapangannya terbatas, tapi himpunan datanya ada. Insya Allah kualitasnya lebih baik.

Saran anda untuk kemiliteran di Indonesia?

Teritorial kita kan luas dan banyak, meski persoalan yang dihadapi sudah tidak seperti dulu lagi. Nah, beri misi kepada para babinsa di pelosok yang tidak lagi bertugas di pertempuran. Bentuklah menjadi badan informasi. Misalnya untuk medeteksi terorisme secara dini. Bukankah yang dilatih lompat-lompat atau jungkir balik TNI? Bukan menyingkirkan polisi ya, tapi bisa juga polisi merangkul TNI untuk masalah terorisme.

Bagaimana anda melihat perpolitikan di Indonesia?

Politik dulu sama sekarang sama saja. Selalu harus dilihat dari kacamata politik. Kalau ada trik-triknya, asal tidak melanggar UU ya sah-sah saja. Hanya jika dapat kekuasaan, ya harus tetap melihat ke bawah. Kalau sekarang yang saya lihat, presiden banyak yang dukung. Bahkan hampir semua parpol kan mendukung, walaupun banyak gejolak internal parpol. Tapi Jokowi sebagai presiden butuh dukungan parlemen dan saya lihat sudah banyak yang dukung.

Anda sendiri sekarang tampaknya menikmati masa tua dengan anak dan cucu?

Hahaha... Alhamdulillah. Saya cucu sudah ada delapan. Anak ada empat orang dan yang tiga sudah menikah. Satu lagi masih kuliah. Kebahagiaan paling tinggi ya kalau Sabtu dan Minggu, cucu semua pada kumpul di rumah. Kalau mereka menginap, semua orang tuanya pada diusir pulang. Kan cucu lebih lengket ke kakek dan neneknya. Pasti lebih capek sih, tapi hati senang.

Lalu apa saja kegiatan sehari-hari?

Kalau kegiatan ya banyak. Termasuk mencari tambahan uang pensiun. Saya di sini sebagai Presiden Komisaris PT Central Proteina Prima (CPP) Tbk. Satu lagi saya baru diangkat jadi Preskom di Antam (PT Aneka Tambang Tbk) pada Oktober tahun lalu. Kalau di sini sudah lama, sekitar 4 tahun atau 4,5 tahun lalu.

Apa tugasnya?

Yang namanya preskom itu tugas utamanya memberi nasihat dan mengawasi langkah manajemen. Kan harus ada yang mengawasi dan memberi nasihat. Ya itu kerja saya di sini dan di Antam.

Contohnya ketika masuk Antam yang cabang perusahaannya banyak di seluruh Indonesia. Kita mengawasi dan memberi nasihat. Jadi ya harus datang-datang begitu. Nah, sama juga di CPP yang cabangnya banyak. Ada di Lampung, Surabaya, atau Medan. Jadi saya sibuk jalan keliling, sibuk baca laporan-laporan, rapat mingguan dan rapat bulanan.

Tugas berkeliling mendatangi cabang apa tidak lelah?

Itu yang justru membuat kita sehat. Sebenarnya saya ada satu lagi, yakni sebagai komisaris di PT Toba Sejahtera bersama Pak Luhut (Luhut Binsar Pandjaitan, Menko Maritim). Saya masih di sana, tapi memang volume tugasnya tidak seperti dulu lagi. Karena itu (bisnis) paling utama di batu bara dan batu bara sedang turun bisnisnya. Jadi sekarang maintenance power plan di Palu, juga di Kaltim.

Tapi sistemnya kan sudah baik, jadi bisa diawasi dari mana saja. Jadi di Toba Sejahtera tidak terlalu seperti dulu. Dengan banyaknya kesibukan itu, mudah-mudahan saya tidak cepat pikun, sehat, tinggal atur makan saja.

Memang soal makan jadi tak terkontrol?

Iya nih. Tapi pengawas paling ketat ya ibu (isteri), apa-apa dilarang. Tapi ya dimakan juga. Hahaha...

Jadi komisaris di PT Toba Sejahtera sudah berapa lama pak?

Saya sudah lama di sana, dari awal pensiun 2005-an. Saya pensiun itu 2002.

Berarti sempat menganggur setelah pensiun?

Ada, sekitar 2-3 tahun. Itu benar-benar free.

Lalu mengapa memutuskan bekerja lagi?

Ya pertama memang cari aktivitas. Kalau kita tak ada aktivitas, pasti kesehatan turun. Cepat pikun. Di pihak lain, kan pensiun tentara itu kecil. Jadi harus cari tambahan lah.

Wah kecilnya berapa?

Dulu waktu awal-awal pensiun itu, bintang empat masih Rp3 jutaan. Sekarang naik tapi tidak banyak. Yah, paling uang pensiun saya sebagai jenderal Rp4,5 jutaan. Saya juga lupa, soalnya langsung masuk rekening. Jadi harus prihatin jadi tentara. Dulu mempertaruhkan nyawa dan jiwa untuk membela negara, sekarang sudah pensiun begitu kecil pensiunannya.

Tapi ya alhamdulillah, sebagian termasuk saya, bisa mendapat uang tambahan. Bagaimanapun saya harus peduli dengan anak-cucu meskipun mereka punya pekerjaan. Kemudian juga kepada teman-teman yang tidak ada tambahan, juga harus bantu. Banyak teman-teman saya yang tidak ada aktivitas signifikan. Ya harus bantu mereka lah.

Benar sejumlah itu uang pensiun yang anda terima?

Iya, tidak wah. Tapi kalau sekarang, ya syukur ada tambahan-tambahan. Tambahan di Toba, CPP dan Antam. Bisa mengubah hidup, juga bisa berbagi.

Berapa tambahan yang diperoleh dengan menjadi komisaris?

Ya kalau dibandingkan dengan uang pensiun ya lumayanlah. Tapi ya ada lah..., tidak usah disebut. Intinya cukup, alhamdullilah. Dan yang harus digaris bawahi, tidak banyak teman (purnawirawan) seperti saya. Mereka yang mendapat kesempatan seperti saya, bisa tambah-tambah uang pensiun ini sedikit, paling-paling 5-10 persen.

Kalau bisa sih saran juga, pensiunan dikasih uang yang agak besar supaya bisa menikmati masa tuanya. Kalau di negara maju, walaupun tidak bisa dibandingkan, tapi pensiunnya bisa dimanfaatkan untuk jalan-jalan. Kalau kita tidak bisa, malah harus kerja lagi. Tapi tetap disyukuri. Buat kami alhamdullilah sekali.

Pensiunan jenderal yang ditarik ke perusahaan hanya 5-10 persen, apa tidak punya kapasitas?

Orang memang melihat kami punya kapasitas. Tapi peluang kan tidak banyak. Kadang-kadang nasib baik karena dikenal orang. Si A misalnya bilang,“Ayo Pak, ikut saya saja, masuk Pak.” Atau ada teman yang ajak karena sudah masuk duluan. Kalau di Antam kan BUMN, mungkin dia punya data rekam jejak atau background, wah ini bagus nih.

Bagaimana kalau ada yang menuding bahwa keberadaan purnawirawan jenderal justru sebagai beking pengusaha?

Wah, sama sekali tidak seperti itu. Kita betul-betul bekerja dengan baik. Kita kan juga kaya dengan pengalaman. Ada masalah cepat ditangani. Malah terkadang, mereka kalau ada masalah, merasa belum afdol, belum pas kalau belum minta pendapat kita.

Mungkin secara teknis mereka punya kemampuan. Tapi kan butuh orang untuk merangkumnya, mengawasi dan membuat kekompakan. Banyak yang kita lakukan. Kita kan kaya ilmu, walaupun tidak secara tajam kepada bidang-bidang tertentu.

Jadi kapan anda benar-benar mau pensiun?

Istilah rehat bukan berarti tidak ada aktivitas, tapi ada aktivitas hanya saja tidak memberatkan. Saya kira kalau istirahat total itu malah sakit. Orang yang biasa sibuk lalu istirahat total, buat dia siksaan sekali. Kadang-kadang pikiran ke mana-mana. Tapi kalau kita ada aktivitas yang tidak memaksa, malah membuat kita istirahat dengan tenang. Selama masih sehat dan terpakai, ya..., walaupun semakin menurun fisiknya.

CPP bergerak di bidang apa?

Pernah dengar Fiesta Nugget? Champ? Lalu juga bergerak di makanan ternak, ikan, udang, juga makanan-makanan laut. Tapi kita memang lebih banyak ekspor. CPP ini punya tambak dengan hamparan terbesar di Indonesia. Orang lain mungkin ada tambak-tambak yang lebih banyak dari kita, tapi tidak merupakan hamparan. Kalau punya kita dengan hamparan luas ikan dan udang budidaya.

Ekspornya ke mana saja?

Banyak. Jepang, Amerika dan China. Paling tinggi, sekerang kami ekspor ke Eropa.

Kalau Toba Sejahtera dan Antam?

Kalau Toba maintenance power supply, tenaga dan peralatan. Bisnis batu baranya masih, tapi tidak signifikan karena sudah jatuh. Volumenya kecil sekali. Marjinnya kecil. Antam juga lagi payah, karena semua harga barang tambang sedang jatuh. Minyak, nikel, bauksit jatuhnya jauh sekali. Tapi kita optimis bakal naik lagi.

Apa suka-duka menjadi komisaris?

Kalau perusahaan lagi turun, ya kita ikut sedih. Kalau sedang naik, ya ikut senang walaupun kaitan dengan gaji tidak ada. Misal Antam, kan barang tambang sedang turun, kita juga sedang pikirkan bagaimana efisiensi, bagaimana tetap bisa menghasilkan uang, bagaimana bisa masuk hilir bisnis, dll. Itu suka dukanya.

Apa kiat anda dalam menjalankan tugas sebagai komisaris?

Kepemimpinan. Itu penting. Bagaimana ketika ide kita tidak diterima? Bagaimana menolak dengan tidak melukai rekan kerja? Itu sudah diajari di militer.

Pengalaman parah ketika saya komandan batalyon, meninggalkan 50 orang di basis. Untuk meninggalkan mereka itu susah bukan main. Tidak ada yang mau ditinggal. Mereka merasa tidak terpakai dan jelek. Maunya ikut misi walaupun berbahaya. Nah, di situ tugas sebagai pemimpin untuk menjelaskan.

Nah, di perusahaan juga sama walaupun tidak taruhan nyawa. Tidak begitu-gitu amat. Sama juga misalnya, ketika sedang bernegosiasi dengan pengusaha asing. Sudah diiming-imingi keuntungan berlipatlah, tapi kita harus jeli melihatnya. Siapa tahu hanya untung buat dia saja. Bagaimana menolak, itulah seni melobi dan memimpin.

Baca juga artikel terkait BISNIS PARA JENDERAL atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

Reporter: Aditya Widya Putri
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Kukuh Bhimo Nugroho