tirto.id - Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menggelar demonstrasi di depan Istana Negara Jakarta pada Rabu (6/2/2019).
Salah satu tuntutan dalam aksi demontrasi buruh tersebut adalah pembatalan rencana pemberlakuan urun biaya dalam layanan BPJS Kesehatan.
Presiden FSPMI Saiq Iqbal meminta Kementerian Kesehatan mencabut Permenkes Nomor 51 tahun 2018 tentang Pengenaan Urun Biaya dan Selisih Bayar dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional.
"Menkes jangan main-main dengan rakyat. Pemerintah jangan main-main dengan rakyat. Kami butuh BPJS. Kami siap lawan Permenkes 51," kata Said di sela-sela aksi demontrasi itu.
Said menyatakan sistem urun biaya tidak sesuai dengan sifat layanan BPJS Kesehatan yang seharusnya tidak dibatasi dalam hal biaya, berlaku seumur hidup bagi semua peserta dan menangani semua jenis penyakit.
"Ini [urun biaya] Rp20-25 ribu untuk orang rawat jalan. Bahkan kalau rawat inap ada tambahan biaya ratusan ribu sebagai urun biaya. Ini merugikan rakyat," ujar Said.
Dia menegaskan dampak dari kegagalan Direksi BPJS Kesehatan dalam mengelola keuangan, yang memicu defisit dari tahun ke tahun, tidak boleh diberatkan kepada rakyat.
"Cabut permenkes 51/2018. Kalau bisa BPJS gratis," ujar Said.
Selain menolak sistem urun biaya, FSPMI juga menuntut pemenuhan lapangan pekerjaan, penghapusan ancaman PHK dan sistem kerja kontrak atau outsourcing serta pencabutan PP Pengupahan. "Kalau ini tidak didengar, kami akan lebih masif lagi melakukan aksi di seluruh kota," kata Said.
Rencana penerapan sistem urun biaya di layanan BPJS Kesehatan kini masih digodok oleh Kemenkes, terutama soal layanan yang dikenai tambahan tarif.
Sistem urun biaya diatur Permenkes 51/2018. Beleid terakhir dibentuk dengan dasar Pasal 22 ayat 2 UU SJSN yang mewajibkan urun biaya untuk pelayanan yang menimbulkan penyalahgunaan.
Maksud pasal itu, sesuai bab penjelasan UU SJSN, ialah layanan yang diberikan tidak sesuai kebutuhan medik, melainkan karena selera pasien. Misalnya, pemakaian obat suplemen, pemeriksaan diagnostik, dan tindakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan medik lainnya.
Kepala Humas BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma’ruf sudah menyampaikan urun biaya yang ditetapkan memang akan diberlakukan untuk tindakan-tindakan yang berpotensi terjadi penyalahgunaan.
Menurut pasal 9 Permenkes 51/2018 besaran urun biaya ialah:
1. Rp20.000 setiap melakukan kunjungan rawat jalan pada rumah sakit kelas A dan rumah sakit kelas B
2. Rp10.000,00 setiap melakukan kunjungan rawat jalan pada rumah sakit kelas C, rumah sakit kelas D, dan klinik utama
3. Rp350.000,00 untuk paling banyak 20 kali kunjungan dalam jangka waktu 3 bulan.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Addi M Idhom