tirto.id - DPR membentuk tim ad hoc baru di luar alat kelengkapan dewan (AKD) untuk mengawasi kinerja lembaga yang berhubungan dengan sektor Intelijen. Hal ini terungkap setelah Ketua DPR RI, Puan Maharani, melantik Tim Pengawas (Timwas) Intelijen yang dibentuk oleh DPR di Ruang Rapat Komisi I, Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (3/12/2024). Timwas Intelijen DPR akan berada di bawah koordinasi Sufmi Dasco Ahmad selaku Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Korpolkam).
Puan mengatakan, timwas intelijen bertugas sebagai representasi rakyat dalam mengawasi kinerja lembaga telik sandi negara agar tak melenceng dari tugas pokok dan fungsi. Dengan begitu, rakyat percaya dengan badan yang menyimpan banyak rahasia negara tersebut.
Tim ini terdiri dari 13 anggota DPR, dengan lima anggota unsur pimpinan. Kelima pimpinan Tim Pengawas Intelijen DPR adalah Politikus PDIP Utut Adianto, Politikus Partai Golkar Dave Laksono, Politikus Partai Gerindra G. Budisatrio Djiwandono, Politikus PKS Ahmad Heryawan, serta Politikus Partai Demokrat Anton Sukartono.
Pakar hukum tata negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, menyatakan pembentukan timwas intelijen membuat DPR RI seolah menyelam sambil minum air. Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara memang mengamanatkan pengawasan secara eksternal dari komisi yang ada di DPR. Maka sesuai Pasal 43 ayat 2, Komisi I DPR memiliki tugas menjadi pengawas eksternal penyelenggara intelijen negara.
Namun, Herdiansyah memandang DPR memanfaatkan momentum ini untuk menambah lagi tim ad hoc di tengah gemuknya alat kelengkapan dewan (AKD) DPR periode ini. Sebelumnya, DPR juga habis membentuk komisi baru untuk mengimbangi besarnya kabinet pemerintahan.
“Sama saja untuk kepentingan memperluas proses pengawasan yang sejatinya juga berasal dari orang yang sama. Sebenarnya kalau pengawasan dibangun dari DPR justru berdampak ruang konflik kepentingan, sebab bagaimana mungkin jeruk mengawasi jeruk,” kata Castro, sapaan akrabnya, kepada reporter Tirto, Jumat (6/12/2024).
Terlebih, kata Castro, tim pengawas intelijen DPR berada di bawah arahan Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, yang notabenenya merupakan Ketua Harian DPP Partai Gerindra. Dasco dikenal sebagai sosok ring satu atau yang dekat dengan kekuasaan Presiden Prabowo Subianto.
Menurut laporan LIPI pada 2021, Castro menjelaskan, konflik kepentingan adalah salah satu faktor lembeknya pengawasan lembaga intelijen negara. Tim Kajian Keamanan Nasional di Pusat Penelitian Politik LIPI – sekarang bernama BRIN – menilai justru hambatan besar dari pengawasan intelijen negara justru bersumber dari lingkup internal DPR.
“Itu pertanda konflik kepentingan yang sangat besar,” ucap Castro.
Hasil laporan yang berjudul Menguak Kabut Pengawasan Intelijen di Indonesia menyatakan bahwa ada sekitar 55 masalah pengawasan intelijen yang terdapat di 7 aktor pengawas intelijen di Indonesia. Berdasarkan temuan tersebut, DPR jadi pengawas dengan masalah terbanyak dengan jumlah 14 masalah. Diikuti oleh publik 11 masalah; presiden 10 masalah; Lembaga Independen Negara 7 masalah; lembaga internasional 5 masalah; serta pengadilan negeri dan pengawas internal intelijen 4 masalah.
Dari keseluruhan masalah tersebut, LIPI membagi 6 kategori utama pengawasan intelijen: meliputi program regulasi, transparansi, konflik kepentingan, minimnya kapasitas pengawas, intimidasi dan kekerasan, serta masalah kompleksitas ancaman.
DPR sebetulnya pernah membentuk tim pengawas intelijen beranggotakan legislator Komisi I. Langkah itu diresmikan lewat Peraturan DPR Nomor 2 Tahun 2014 tentang Tim Pengawas Intelijen Negara DPR. Kendati begitu, kinerja tim pengawas DPR tak bertaji dan diliputi berbagai hambatan internal.
Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, menilai Timwas Intelijen DPR perlu memastikan kegiatan intelijen berjalan sesuai hukum yang berlaku dan tidak melanggar hak asasi manusia. Fahmi menyoroti beberapa poin agar tim pengawas DPR tak mengulang kesalahan pendahulunya dalam memelototi kinerja intelijen.
Menurutnya, pengumpulan data dan operasi intelijen perlu dipastikan berjalan secara sah untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan. Tim pengawas Intelijen DPR juga dapat mengawasi performa anggaran badan-badan intelijen negara, demi memastikan efektivitas dan akuntabilitas kinerja lembaga telik sandi.
“Timwas harus memastikan koordinasi yang baik antarbadan intelijen seperti BIN, BAIS, dan Baintelkam untuk mencegah duplikasi tugas dan memastikan pertukaran informasi yang efektif,” kata Fahmi kepada reporter Tirto, Jumat (6/12/2024).
Selain itu, Timwas Intelijen DPR perlu mengawasi potensi penyalahgunaan wewenang intelijen untuk kepentingan politik. Politisasi lembaga intelijen tentu merusak independensi. Dalam hal ini, tim pengawas perlu memperhatikan proses rekrutmen dan penempatan personel telik sandi untuk mencegah politisasi lembaga intelijen.
Fahmi menilai Timwas Intelijen DPR dapat mengevaluasi kinerja operasional badan intelijen negara, terutama kinerja dalam menghadapi berbagai ancaman non-tradisional, seperti ancaman siber. Dengan ancaman digital yang semakin berkembang, tim pengawas perlu memastikan badan-badan intelijen memiliki sistem keamanan yang mumpuni dalam melindungi data-data sensitif.
“Ancaman siber yang dapat merusak infrastruktur vital negara,” ujar Fahmi.
Kental Aroma Gimik
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Sufmi Dasco Ahmad, memastikan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) dari Tim Pengawas Intelijen yang baru dibentuk DPR berguna untuk mengawasi lembaga intelijen agar tidak menyalahgunakan wewenang. Politikus Partai Gerindra itu menyebut, tim ini akan bertugas berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara dalam melakukan pengawasan. Dasco menerangkan aturan itu sudah menjelaskan tupoksi tim pengawas intelijen.
"Secara independensi itu bisa jalan, yang kami kemudian jaga bahwa kemudian tugas fungsi pokoknya intelijen tersebut kemudian tidak abuse of power atau kemudian melanggar undang-undang," kata Dasco di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (5/12/2024).
Terpisah lewat keterangan tertulis, Pimpinan Tim Pengawas Intelijen DPR, Dave Laksono, mengatakan bahwa Timwas Intelijen DPR akan segera mengatur program kerja sehingga fungsi pengawasan yang dilakukan terhadap lembaga-lembaga intelijen negara tidak mengganggu independensi badan tersebut. Dave mengatakan program kerja tersebut akan diatur untuk memastikan kinerja lembaga intelijen yang ada di semua matra dan aparat penegak hukum (APH) bekerja secara optimal.
"Dan juga [kami] berkomunikasi agar segala jenis ancaman dan potensi permasalahan negara dapat dengan cepat teratasi," kata Dave.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai langkah DPR membentuk tim pengawas intelijen cukup membingungkan. Padahal, Komisi I DPR saat ini sudah mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap lembaga Intelijen. Seharusnya, kata Lucius, Komisi I sudah cukup dalam mengawasi lembaga intelijen negara.
Lucius menilai aksi DPR bisa masuk akal jika hadir kebijakan khusus di lembaga Intelijen yang sifatnya mempengaruhi kepentingan publik dan mendesak. Namun, ia tidak melihat adanya urgensi membentuk tim pengawas intelijen DPR saat ini.
“Ini kok tanpa alasan yang jelas tiba-tiba ada Timwas. Kan wajar kalau kita bertanya-tanya ada apa gerangan yang mendorong membentuk Tim Pengawas khusus intelijen,” kata dia kepada reporter Tirto, Jumat (6/12/2024).
Ia menduga ada kepentingan tertentu secara perorangan atau kelompok seperti parpol yang ingin memanfaatkan tim pengawasan intelijen. Hal itu seperti ingin mendapatkan akses pada informasi intelijen tertentu. Kekhawatiran tersebut dinilai masuk akal, sebab tampaknya aras politik saat ini kerap memanfaatkan informasi rahasia untuk menekan individu dan kelompok atau lawan politik.
Peneliti dari Indonesian Parliamentary Center (IPC), Arif Adiputro, menilai pembentukan tim pengawas intelijen DPR berpotensi tumpang tindih dengan kerja dari komisi I DPR. Selain itu, kata Arif, timwas ini tentu akan menambah anggaran. Terlebih, mekanisme akuntabilitas dari Timwas intelijen DPR selama ini juga tidak jelas.
DPR perlu menetapkan prioritas kebijakan yang harus diawasi di masing-masing mitra kerja. Sebab fungsi legislasi dari DPR jelas mengharuskan adanya perencanaan legislasi lewat mekanisme Prolegnas. Timwas perlu juga dibekali bingkai kerja perencanaan berdasarkan anggaran program yang telah disepakati di APBN.
“Sebenarnya pembentukan tim ad hoc di luar AKD sifatnya biasanya cuma gimik saja,” ucap Arif kepada reporter Tirto, Jumat (6/12/2024).
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Andrian Pratama Taher