tirto.id - Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah mengungkapkan berbagai tantangan dalam penurunan pengangguran di Indonesia. Salah satunya adalah pengangguran yang mengalami hopeless of job atau mereka yang merasa tak mungkin memperoleh pekerjaan.
Dari total 8,4 juta orang pengangguran, sebanyak 2,8 juta atau 33,45 persen mengalami hopeless of job. Dari 2,8 juta orang pengangguran yang mengalami situasi hopeless of job tersebut, sekitar 76,90 persen berpendidikan rendah (lulusan SMP ke bawah).
“Jadi karena tingkat pendidikan rendah, mereka tak memiliki harapan untuk memiliki pekerjaan. Ini mengindikasikan tingkat pendidikan mereka tak mampu menyiapkan mereka memasuki pasar kerja, baik pendidikan yang rendah maupun kompetensi mereka,” kata Ida saat menjadi narasumber dalam Rakornas Kepala Daerah dan Forum Koordinasi Pimpinan di Daerah (Forkompimda) bertema 'Kebijakan Ketenagakerjaan dalam Pengurangan Angka Pengangguran' di Sentul International Covention Center, Bogor, Jawa Barat, Rabu (17/1/2023).
Ida menambahkan tantangan kedua dalam penurunan pengangguran adalah tekanan untuk meningkatkan penciptaan lapangan kerja, khususnya di sektor formal. Tantangan ketiga adanya nilai budaya kerja baru.
“Generasi Y dan Z yang masuk dalam pasar kerja telah membawa nilai-nilai budaya kerja baru. Misalnya nilai work-life-balance, pekerjaan yang bermakna dan worktainment," kata Ida Fauziyah.
Tantangan keempat, lanjut Ida Fauziyah, yakni risiko mismatched (ketidaksesuaian antara supply and demand) akibat digitalisasi.
“Digitalisasi mendorong perubahan permintaan keterampilan kerja, pola hubungan kerja, serta waktu dan tempat bekerja yang semakin fleksibel," ujarnya.
Ida Fauziyah menambahkan, kunci untuk mengatasi pengangguran di pasar kerja yakni menciptakan pasar tenaga kerja yang inklusif.
“Kemnaker telah membuat kebijakan Active Labour Market Policy (AMLP) untuk menciptakan pasar kerja yang inklusif dan penurunan pengangguran, " ujarnya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengklaim, pemerintah sudah memiliki strategi khusus untuk menyerap tenaga kerja di Indonesia. Salah satunya mengoptimalisasi belanja pusat dan daerah untuk program padat karya baik di kota maupun desa.
"Untuk mendorong penyerapan tenaga kerja, pemerintah akan mengoptimalisasi belanja pusat dan daerah untuk program padat karya," kata Airlangga, di Jakarta, Selasa (17/1/2023).
Tak hanya itu, pemerintah juga bakal memperluas kerja sama government to government bagi pekerja migran, meningkatkan inklusi keuangan dengan PNM dan KUR, serta program upskilling dan reskillinge seperti program kartu prakerja 2023.
Khusus untuk program kartu prakerja, berbeda dengan tahun sebelumnya peserta akan mendapat biaya pelatihan sebesar Rp1 juta, dan insentif pelatihan di angka Rp2,4 juta, dengan total pemberian sebanyak empat kali selama empat bulan (Rp600.000 per bulan) dan insentif survei Rp150.000.
“Jadi tahun ini bauran bantuan ataupun biayanya adalah per orang Rp4,2 juta, namun biaya pelatihannya lebih tinggi. Kalau pada saat skema bansos pelatihan lebih rendah daripada bantuan," imbuh Airlangga.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz