Menuju konten utama

Tak Bisa Melancong Tanpa Smartphone

Inginnya sih detoks digital, tapi bagaimana check in pesawat, (periksa) booking hotel, dan mengetahui rute perjalanan jika mematikan smartphone?

Tak Bisa Melancong Tanpa Smartphone
Ilustrasi traveler yang menggunakan perangkat digital dalam perjalanannya. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Afifah Humairo (26), seorang karyawan di salah satu perpustakaan swasta Jakarta. Ia merupakan gambaran pekerja yang doyan traveling, setidaknya menyempatkan pergi berlibur tiap empat bulan sekali dalam setahun. Pada setiap perjalanan, di dalam maupun luar negeri, ia selalu menyiapkan segala keperluan secara mandiri.

Afifah tergabung dalam ragam forum pelancong di media sosial. Dengan bergabung di forum-forum tersebut, ia jadi punya banyak informasi tentang tempat-tempat wisata juga promo-promo tiket. Prinsip perjalanannya: memaksimalkan liburan dengan pengeluaran seminim mungkin.

Untuk merealisasikannya, Afifah rela repot membandingkan harga di setiap penginapan dan maskapai. Ia juga memesan tiket perjalanan dan tiket wisata secara langsung. Kalaupun menggunakan agen perjalanan, sebelumnya ia telah memastikan harga yang dijual lebih murah ketimbang harga di situs resmi.

“Dengan mengurus semuanya sendiri, biaya perjalanan bisa dihemat sampai 30 persen lebih,” katanya.

Saat liburan, tujuan wisata yang dikunjungi juga ia susun sendiri, tanpa menggunakan jasa penyusun acara yang banyak ditawarkan agen perjalanan. Katanya, untuk jasa menyusun kunjungan wisata selama 3 hari di Macau saja, bisa menghabiskan sekitar Rp390 ribu. Biaya yang lumayan bisa dialihkan untuk hal lain selama perjalanan. Guna mengurus segala keperluan sebelum dan saat liburan, Afifah sangat menggantungkan diri pada beragam aplikasi di perangkat digitalnya.

Cara yang digunakan Afifah hampir juga dilakukan oleh para pelancong lain di berbagai belahan dunia. Selain lebih murah, memanfaatkan teknologi digital untuk merencanakan perjalanan secara mandiri juga memberikan fleksibilitas waktu saat berlibur. Survei The Global Digital Traveler Research dari Travelport, platform niaga perjalanan terkemuka dunia menunjukkan bahwa sebagian besar pelancong bergantung pada alat digital saat berpergian.

Mereka melakukan survei terhadap sebelas ribu wisatawan Toluna Research pada bulan Agustus 2017. Responden setidaknya telah melakukan satu kali penerbangan di tahun 2016 dan berada di rentang umur 19-55 tahun. Ada 19 negara yang masuk daftar survei, termasuk Indonesia dengan pertimbangan pertumbuhan signifikan pariwisatanya. Melampaui kawasan Asia Pasifik dan pasar negara berkembang lain.

Indonesia memiliki kelas menengah keempat terbesar di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat, sehingga diproyeksikan sebagai pasar travel dengan pertumbuhan tercepat di kawasan Asia Pasifik.

Terdapat empat tahapan perjalanan yang disurvei, yakni planning (perencanaan), booking (pemesanan), the journey (perjalanan), dan in destination (di tempat tujuan). Secara umum, survei ini menyoroti kebiasaan pelancong digital. Misalnya, saat merencanakan perjalanan, sekitar 81 persen responden mengaku terlebih dulu melihat ulasan online.

Lalu, ada 47 persen dari mereka yang melakukan pencarian suara dengan perangkat seperti Amazon, Echo, dan Google Home. Ada 25 persen pelancong berusia 55 tahun yang menggunakan ponsel pintar untuk merencanakan perjalanan.

Saat memesan segala keperluan perjalanan, lebih dari 33 persen pelancong memesan perjalanan di perangkat mobile. Saking digitalnya, para pelancong ini cukup selektif menyaring hotel tanpa fasilitas internet gratis. Sebanyak 61 persen dari mereka cenderung menghindari hotel yang mengenakan biaya tambahan untuk WiFi.

Dalam perjalanan, sebanyak 70 persen pelancong memilih boarding pass berbentuk digital karena dianggap membuat perjalanan lebih mudah. Dan mereka yakin pengalaman digital yang baik sangat membantu untuk memilih maskapai penerbangan. Untuk membantu sampai di tempat tujuan, ada 44 persen pelancong yang mengandalkan ponsel pintar mereka untuk masalah satu ini. Termasuk Afifah.

“Harus banyak-banyak cari informasi. Kadang ada promo tiket maskapai A, tapi harga tidak terlalu beda jauh dengan aslinya. Sementara tanggal penerbangan sangat terbatas,” katanya.

Ketika para pelancong sampai di tempat tujuan, sebagian besar dari mereka, yakni 75 persen meninggalkan ulasan di situs ulasan. Untuk memudahkan perjalanan, ada 16 aplikasi berbeda yang mereka gunakan.

Yang menarik, meski 43 persen dari mereka sesungguhnya ingin lepas dari perangkat digitalnya saat berpergian, 60 persen responden merasa khawatir tersesat jika harus berpisah dari ponsel pintarnya.

Pelancong Digital Indonesia

Dalam survei tersebut, diketahui Indonesia menjadi negara ketiga dengan pelancong yang memanfaatkan perangkat digital untuk memudahkan perjalanannya. Urutan pertama dan kedua masing-masing ditempati India dan Cina. Lalu urutan empat dan selanjutnya berturut-turut diisi Brasil, Saudi Arabia, Mexico, Afrika Selatan, Uni Emirat Arab, Kolombia, dan Italia.

Pelancong Indonesia saat merencanakan perjalanan banyak mempertimbangkan aspek video dan foto di media sosial (93 persen). Di Asia Pasifik, kegiatan ini rata-rata dilakukan para pelancong sebesar 76 persen. Lalu, pelancong Indonesia juga menempati urutan kedua (71 persen) penelusuran suara setelah Cina sebesar 72 persen.

Infografik Digital Traveller

Saat memesan keperluan perjalanan, sebanyak 68 persen pelancong memilih mengaksesnya lewat ponsel pintar. Jumlah ini menjadi yang tertinggi di seluruh dunia. Meski begitu, sebanyak 43 persen pelancong Indonesia ternyata masih merasa frustrasi ketika harus memesan elemen perjalanan secara terpisah. Maka, sebanyak 84 persen responden negara kita masih memilih berkonsultasi dengan biro perjalanan profesional.

Kennita Kurniawan, founder TravelPeople, sebuah agen perjalanan di Jakarta, mengatakan mayoritas pengguna jasanya justru wisatawan mancanegara. Jika bertandang ke Indonesia, pelancong-pelancong tersebut mengambil paket perjalanan komplit, termasuk jasa pemandu wisata. Mereka lebih manut dengan agenda yang dibuatkan oleh agen perjalanan dibanding wisatawan lokal.

“Untuk orang lokal, [kami yang] menyesuaikan dengan kemauan mereka, yang sudah didapat sebelumnya dari pencarian digital,” ujarnya.

Ucapan Kennita jadi mengamini hasil temuan dari Travelport, bahwa pelancong Indonesia menjadikan riset dari perangkat digital sebagai dasar untuk menentukan arah dan bagaimana melakukan perjalanannya. Bukankah ini peluang untuk membuat usaha rintisan terkait pariwisata?

Baca juga artikel terkait TRAVELLING atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Teknologi
Reporter: Aditya Widya Putri
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani