tirto.id - Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) menilai kinerja DPR pada 2021 belum memenuhi harapan publik. Berkelindan dengan pengesahan Rancangan Undang-undang yang minim dan tanpa partisipasi publik yang mumpuni.
"DPR bersama pemerintah perlu segera menyesuaikan tata cara pelaksanaan partisipasi publik untuk memberikan masukan dalam pembentukan undang-undang, sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi," ujar Direktur Advokasi dan Jaringan PSHK, Fajri Nursyamsi dalam keterangan tertulis, Senin (3/1/2022).
Menurut Fajri, putusan MK menandakan DPR dan pemerintah kerap tidak memprioritaskan partisipasi publik dalam proses legislatif.
Dalam konteks partisipasi publik, keberadaan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang menyatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta kerja inkonstitusional secara bersyarat, partisipasi publik mesti terjadi dalam beberapa tahapan: (i) pengajuan rancangan undang-undang; (ii) pembahasan bersama antara DPR dan Presiden, serta pembahasan bersama antara DPR, Presiden, dan DPD sepanjang terkait dengan Pasal 22D ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945; dan (iii) persetujuan bersama antara DPR dan Presiden.
"Selama ini, DPR bersama pemerintah acapkali memberikan penafsiran yang amat terbatas terhadap partisipasi publik, yakni hanya sebatas: rapat dengar pendapat umum (RDPU); kunjungan kerja; sosialisasi; dan/atau seminar, lokakarya, dan/atau diskusi," ujarnya.
PSHK juga meminta DPR dan pemerintah menjelaskan perihal tiga RUU yang sudah disahkan namun kembali masuk Prolegnas 2022, yakni RUU tentang Perubahan UU Jalan, RUU tentang Perubahan UU Kejaksaan RI, dan RUU tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Membingungkan dan terkesan penyusunan Prolegnas tidak direncanakan matang, kata Fajri.
"Mendesak DPR bersama Pemerintah memberikan klarifikasi secara terbuka perihal 3 RUU yang sudah disahkan dalam Prolegnas 2022," tukasnya.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Bayu Septianto