tirto.id - Kepala Ekonom BNI Ryan Kiryanto memprediksi bahwa Bank Indonesia (BI) akan tetap mempertahankan suku bunga acuan atau BI 7 Day Reserve Repo Rate (BI7DRRR) di level 6 persen.
Perkiraan tersebut didasarkan oleh beberapa pertimbangan baik dari internal maupun eksternal.
Dari faktor eksternal, kata Ryan, arah gerak Fed Fund Rate (FFR) semakin longgar atau dovish. Ditahannya kenaikan FFR The Fed mengingat adanya indikasi perlambatan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat di bawah 3 persen disertai laju inflasi mendekati 2 persen.
Dengan demikian, pilihan Bank Sentral AS itu ada dua, yakni menahan FFR di level 2,25 persen-2,50 persen hingga akhir tahun 2019, atau menaikkan FFR hanya sekali sebesar 25 bps menjadi 2,5-2,75 persen hingga akhir tahun 2019.
Bahkan, sebut Ryan, ada pihak yang menghendaki FFR turun 25 bps menjadi 2,0 persen hingga 2,25 persen hingga akhir tahun 2019 untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi AS.
"Sejumlah bank sentral di dunia juga cenderung menahan suku bunga acuannya dan beberapa bank sentral malah sudah menurunkan suku bunga acuan (BOJ, ECB)," ujarnya saat dihubungi, Kamis (21/3/2019).
Dari faktor internal, lanjut dia, BI dan pemerintah juga memiliki stance yang sama, yakni stability over growth. Sehingga pilihan paling rasional dan taktis yang diambil dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI adalah menahan BI7DRRR di level 6 persen, serta deposit facility dan lending facility di level yang tetap.
"Level bunga acuan yang 6 persen saat ini sesungguhnya sudah priced in atau factored in di mana level 6 persen ini sudah mempertimbangkan peluang FFR naik 25-50 bps di tahun 2019 ini," ucapnya.
Lagipula, langkah BI yang cukup agresif menaikkan BI7DRRR sebesar 175 bps dari 4,25 ke 6 persen di tahun lalu merupakan langkah preemptive dan ahead the curve yang tepat mengiringi kenaikan FFR 100 bps saat itu.
Keputusan menahan suku bunga acuan di level 6 persen juga diyakini dapat membantu penguatan daya tahan ekonomi Indonesia terhadap tekanan eksternal (trade war, risiko geopolitik dan Brexit) serta menjaga stabilitas makroekonomi, khususnya rupiah, dan mempertahankan daya tarik investor asing untuk memegang aset dalam rupiah karena lebih atraktif.
Selain itu, kata Ryan, ditahannya suku bunga juga membantu masuknya dana asing atau capital inflows yang dapat menguatkan kurs rupiah, IHSG di BEI serta memperkecil defisit transaksi berjalan (CAD) menjauhi 3 persen dari PDB.
"Momentum pertumbuhan pun masih bisa dikelola dengan baik. Ditahannya BI7DRRR akan disambut gembira kalangan perbankan, sektor riil dan investor portofolio karena level 6 persen ini dinilai akomodatif," pungkasnya.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno