Menuju konten utama

Suara Pemilih PKS Jateng: Antara Jokowi dan #2019GantiPresiden

"Hasil survei internal kami mayoritas pemilih PKS menghendaki pemimpin baru, 2019 ganti presiden," kata Ketua Departemen Politik DPP PKS, Pipin Sopianujar.

Suara Pemilih PKS Jateng: Antara Jokowi dan #2019GantiPresiden
Massa pendukung tanda pagar #2019GantiPresiden menghadiri deklarasi akbar gerakan #2019GantiPresideni di kawasan Silang Monas, Jakarta, Minggu (6/5/2018). tirto.id/Andrey Gromico.

tirto.id - Dewan Pimpinan Pusat Partai Keadilan Sejahtera (DPP PKS) boleh saja mengutarakan kedekatan dan preferensinya untuk mendukung tokoh selain Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Pilpres 2019. Akan tetapi, sikap politik pengurus pusat belum tentu sejalan dengan pilihan para kader atau simpatisan di daerah.

Meski gencar mengkampanyekan gerakan #2019GantiPresiden, terbukti masih ada sejumlah kader atau pendukung PKS yang hendak memilih Jokowi jika pemilu diselenggarakan saat ini. Penilaian ini muncul setelah melihat hasil survei lembaga Charta Politika di Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Survei yang dilakukan pada 23-29 Mei 2018 itu menunjukkan banyak pendukung PKS yang hendak memilih Jokowi sebagai presiden di Pilpres 2019. Bahkan, mayoritas pendukung PKS di Jawa Tengah menyatakan ingin memilih Jokowi dibanding Prabowo Subianto, Ketua Umum DPP Gerindra yang digadang maju dan didukung PKS.

Berdasarkan survei Charta Politika, PKS meraih 4,3 persen dukungan di Jawa Tengah. Dari jumlah itu, 40,4 persen pemilih PKS menyatakan hendak memilih Jokowi sebagai presiden. Hanya 23,1 persen pemilih partai pimpinan Sohibul Iman itu yang mau memilih Prabowo.

Hasil itu berbeda dengan sikap pemilih PKS di tiga provinsi lain di Pulau Jawa. Ada 77,2 persen pemilih PKS di Banten yang menyatakan akan mendukung Prabowo. Untuk Jawa Barat, pemilih PKS yang menyebut siap memilih Prabowo ada 68,4 persen. Pada Provinsi Jawa Timur 47,6 persen pemilih PKS siap memilih Prabowo di pemilu.

Jika ditotal, elektabilitas Jokowi di Pulau Jawa unggul atas Prabowo. Ia mendapat elektabilitas tertinggi di Jawa Barat (38,8 persen), Jawa Tengah (53,1 persen), dan Jawa Timur (47,7 persen). Sementara Prabowo hanya unggul di Banten dengan raihan 28,5 persen, berbeda tipis dengan Jokowi yang meraih 26,9 persen dukungan.

PKS Ragukan Hasil Survei ChartaPolitika

Ketua Departemen Politik DPP PKS, Pipin Sopian angkat suara menanggapi hasil survei Charta Politika itu. Menurut dia, PKS sebenarnya ragu dengan metodologi survei yang dilakukan lembaga tersebut.

Keraguan muncul karena hasil survei internal PKS menunjukkan hal berbeda dengan temuan Charta Politika. Pipin mengklaim, mayoritas kader dan pemilih PKS menghendaki pemimpin baru dari hasil pemilu mendatang.

“Perlu dilihat bagaimana metodologi survei. Apakah sudah tepat atau tidak, apakah basis surveinya DPT atau data induk kependudukan. Kami menghormati saja hasil survei lembaga manapun, tetapi hasil survei internal kami mayoritas pemilih PKS menghendaki pemimpin baru, 2019 ganti presiden," ujar Pipin kepada Tirto.

Meski ragu dengan aspek metodologi, Pipin mengakui bahwa hasil survei tersebut menjadi refleksi bagi partainya. Perbaikan disebut akan dilakukan PKS karena partai itu berencana menjadikan Jawa Tengah sebagai basis suara di masa depan.

Pipin juga mengungkap bahwa elit PKS selama ini selalu turun menemui masyarakat untuk menjaga konsistensi pilihan para pendukung. Selain itu, ia meyakini adanya kesamaan pandangan antara pendukung dengan DPP PKS melihat kondisi negara di bawah pemerintahan saat ini.

"Jawa Tengah itu bukan basis utamanya PKS. Jadi memang di situ basis utama PDIP. Jumlahnya [pendukung PKS] lebih besar di Jawa Barat dan daerah Sumatera [...] Jadi saya kira itu menjadi evaluasi kami ke depan, dan mesin partai akan terus bekerja untuk memaksimalkan [misi] 2019 ganti presiden," kata Pipin.

Pengamat politik dari Populi Centre Rafif Pamenang Imawan berkata, ada kemungkinan seseorang memiliki perbedaan pilihan saat memilih partai politik dan figur presiden di pemilu serentak.

Menurut Rafif, kemungkinan itu tergantung dari seberapa besar ikatan individu terkait dengan parpol. Jika seorang pemilih tak terlalu dekat dengan parpol yang didukung, besar kemungkinan ia memilih figur presiden selain yang diusung partai terkait.

Akan tetapi, Rafif mengingatkan hasil survei Charta Politika tak bisa dijadikan cerminan bahwa kader PKS di Jawa Tengah mendukung Jokowi. Alasannya, survei itu dilakukan terhadap warga yang bisa jadi merupakan pendukung non-pengurus partai.

"Sampelnya juga sangat kecil, jadi tidak bisa mencerminkan bahwa dukungan mengarah ke salah satu calon. Hasil ini dapat dilihat sebagai indikasi dari pemilih partai tertentu kepada calon tertentu. Beda jika kita bertanya pada pengurus struktural partai di daerah tersebut. Data ini harus dilihat sebagai data indikatif," ujar Rafif kepada Tirto.

Rafif menambahkan, memang ada kemungkinan putusan politik di dewan pimpinan pusat sebuah partai tidak sejalan dengan sikap pengurus di daerah. Hal itu kerap terjadi, dan bisa berdampak pada nasib partai tersebut di daerah. Artinya, hal ini tidak hanya terjadi pada PKS.

Dalam konteks pemilu serentak, Rafif menilai kekuatan figur lebih dominan dibanding mesin partai. Karena itu, ia tak menutup kemungkinan adanya perbedaan preferensi pemilih saat memberikan suara untuk parpol dengan calon presiden.

"Kekuatan figur dalam hal ini lebih dominan dibandingkan struktural partai. Artinya, untuk membaca preferensi pemilih tidak semata-mata dilihat dari preferensi pilihan partainya," kata Rafif.

Menanggapi hasil survei yang sama, Ketua DPP PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno berkata bahwa hal itu merupakan cerminan dari semakin objektifnya warga dalam memberi dukungan di pemilu.

Hendrawan berharap hasil survei itu nyata dan terus bertahan kebenarannya sampai pemilu berlangsung. Sayang, ia enggan berkomentar saat ditanya mengenai akomodasi yang siap diberikan PDI terhadap pendukung Jokowi dari partai nonkoalisi pemerintah.

"Berarti masyarakat semakin objektif dalam memberi penilaian, dan tidak terlena oleh demagogi mereka yang suka menebar janji dan mendegradasi prestasi orang lain. Demokrasi tanpa rasionalitas publik biasanya menjadi kerdil dan tidak inklusif," ujar Hendrawan.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Politik
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Abdul Aziz & Maulida Sri Handayani