tirto.id - Rektor petahana Fathur Rokhman nyaris menang aklamasi. Ia meraup 93,8 persen suara. Fathur satu-satunya bakal calon bergelar guru besar. Ia lolos dari bakal calon menjadi calon rektor Universitas Negeri Semarang untuk masa jabatan 2018-2022. Tapi, kemenangan pemilihan rektor (Pilrek) tanpa bakal calon dari kampus selain Unnes itu dinyatakan Kementerian Ristekdikti "tidak sah".
Ainun Naim, Sekjen Kementerian Ristekdikti menilai proses Pilrek Unnes "janggal." Kementerian telah melayangkan surat berisi kejanggalan mekanisme pemilihan. Kementerian juga tidak mengutus pejabatnya untuk hadir dalam penjaringan calon rektor Unnes.
“Senat harus mengubah aturan dan memulai ulang semuanya. Memulai Pilrek dari awal, dari pendaftaran,” kata Naim kepada Tirto melalui sambungan telpon pada 12 Juli 2018.
Naim mengungkapkan Kementerian mendapati Unnes memiliki tiga Peraturan Senat dengan nomor yang sama, yakni Nomor 1/2018. Ketiga peraturan ini tentang tata cara pemilihan rektor Unnes.
“Benar ada itu. Kami menerima tiga-tiganya. Kalau ada tiga begitu yang mana yang benar, kan kami tidak tahu,” ungkapnya.
Peraturan Senat Unnes ini cacat hukum karena tidak mengacu pada Permenristek Dikti 19/2017. Naim mendesak agar Unnes bertindak terbuka, mempublikasikan peraturan senat melalui media yang dikelola kampus.
Selain itu, Naim menegaskan harusnya semua PNS di perguruan tinggi lain boleh mengajukan diri sebagai calon rektor Unnes. “Itu boleh meski bukan PTN Badan Hukum. Unnes boleh,” tuturnya.
Patdono Suwignjo, Dirjen Kelembagaan Iptek dan Dikti, enggan menjawab saat ditanya perkara sama melalui sambungan telepon dan pesan singkat pada 12 Juli 2018. Ia menyatakan tidak berwenang menjawab, dan meminta Tirto menghubungi Ali Ghufron Mukti, Dirjen Sumber Daya IPTEK dan Dikti.
“Itu domainnya Dirjen Sumber Daya, Pak Ghufron,” katanya, lalu menutup telepon.
Hal ini berlaku sebaliknya, Ghufron meminta Patdono yang menjawab. “Itu masalah rektor, di bawah Pak Patdono, sudah ya,” kata Ghufron kepada Tirto. Kedua pejabat Kementerian Ristekdikti ini tak merespons lagi upaya konfirmasi Tirto berikutnya.
Mungin Eddy Wibowo, Ketua Majelis Profesor Unnes, mengetahui ada surat dari Kementerian. “Satu surat saja yang mengatakan ada berkas terkait rektor yang plagiat. Surat itu baru diterima tanggal 4 (Juli 2018),” kata Mungin melalui telepon pada 9 Juli 2018.
Soesanto, Ketua Senat Unnes, menegaskan ia bertanggung jawab atas surat yang dilayangkan Kementerian terkait syarat Pilrek. Pihaknya membuat Peraturan Senat baru nomor 3/2018 untuk menggantikan perangkat hukum sebelumnya.
“Jadi no problem. Dikti harus kritis kepada kita, justru kita bersyukur ada perhatian yang serius sekali,” kata Soesanto dalam konferensi Pers di Unnes pada 10 Juli 2018.
Soesanto menjelaskan ada dua klausul yang menyalahi Permenristek Dikti 19/2017. Pertama, aturan nomor 3 terkait “Setia dan patuh pada Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945.” Kedua, syarat nomor 8 soal “Bersedia menjalankan visi Unnes sebagai universitas berwawasan konservasi dan bereputasi internasional.”
Sehari setelahnya, Hendi Pratama, Humas Unnes sekaligus Ketua Panitia Pilrek, mengunggah syarat baru mengenai penjaringan ulang bakal calon rektor.
Sedangkan Fathur Rokhman menegaskan ada serangan politik dari pihak yang berupaya menjatuhkan dia.
“Untuk ngemong penyerang itu maka pemilihan rektor diulangi, penjaringan lagi. Diulangi lagi, dijaring lagi,” kata Fathur saat menghubungi Tirto pada 15 Juli 2018.
Penyempitan Porsi Senat dan Gandeng Politikus
Senat mempunyai kewenangan strategis, dari pengawasan etika akademik, syarat Pilrek, hingga tata cara Pilrek. Sebelum Fathur Rokhman terpilih menjadi rektor Unnes tahun 2014, setiap guru besar otomatis anggota senat. Setelahnya, Fathur membuat aturan yang diduga membersihkan orang-orang lama dalam tubuh senat.
Mungin Eddy Wibowo menjelaskan Majelis Profesor dibentuk pada 2015 melalui peraturan rektor. Peraturan Rektor 1/2017 yang ditandatangani Fathur ini memuat ketentuan bahwa guru besar atau profesor di Unnes tidak otomatis menjadi anggota senat. Fathur dan seluruh wakil rektor Unnes secara otomatis masuk dalam senat.
Sedangkan orang-orang lama di senat ditaruh di Majelis Profesor Unnes. Tugas dan wewenang Majelis Profesor jauh lebih sempit ketimbang senat. Mereka tidak bisa melakukan penetapan, pertimbangan, dan pengawasan terhadap rektor. Wewenangnya terkunci pada penguatan dan pembinaan.
Dari 61 guru besar di Unnes, hanya 13 di antaranya masuk dalam Senat Unnes. Jumlah itu tidak termasuk empat orang lain yang menjadi pimpinan Unnes dan ketua Majelis Profesor. Data ini kami olah dari daftar anggota senat, laporan tahunan 2018, laporan tahunan 2017.
Anggota Senat tertua, yang dihitung dari masa penetapan sebagai profesor, adalah Rustono yang kini menjabat sebagai Wakil Rektor Unnes. Sedangkan orang tertua dalam Senat adalah Soesanto, yang terpilih dua periode menjadi ketua Senat. Sebagian besar diisi oleh orang-orang yang dikukuhkan sebagai guru besar sejak 2009 hingga 2015.
Tindakan Fathur lain saat menjabat rektor adalah menggandeng politikus untuk duduk di dewan penyantun.
Agus Hermanto, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat serta Wakil Ketua DPR, diumumkan oleh Fathur Rokhman sebagai Ketua Dewan Penyantun dalam Dies Natalis Unnes tahun 2015. Tak banyak guru besar Unnes yang tahu proses penentuan pemilihan Ketua Dewan Penyantun ini.
Terpilihnya Agus menyalahi peraturan yang dibuat dan ditandatangani oleh Fathur sendiri. Sesuai Pasal 7 ayat (1) dalam Peraturan Rektor Unnes 18/2017 tentang Dewan Penyantun, ditegaskan bahwa ketua Dewan Penyantun harus "… dijabat oleh gubernur Provinsi Jawa Tengah.”
Ganjar Pranowo, gubernur di Jawa Tengah, justru hanya jadi anggota Dewan Penyantun Unnes. Sebelum kepemimpinan Fathur, ketua Dewan Penyantun Unnes adalah mantan Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo.
Saat dihubungi Tirto lewat sambungan telepon, Agus menuding "banyak yang melancarkan permainan politik" dalam perebutan jabatan rektor 2018-2022. “Saya dulu pernah menjadi ketua komisi X (DPR RI), itu memang permainan pemilihan rektor itu berpolitiknya banyak yang enggak sehat,” ujarnya.
Namun, saat Tirto bertanya apakah termasuk dia sendiri dalam perangkat organisasi Unnes yang posisinya berpengaruh bagi terpilihnya lagi Fathur, ia berpendapat, "Saya sebelum jadi (ketua Dewan Penyantun) sudah ada di situ. Itu hal yang tidak mungkin,” ucapnya.
Haryono dan Saratri Wilonoyudho, dua guru besar dan anggota Majelis Profesor Unnes, mempunyai perspektif yang sama. Mereka mengatakan untuk merebut kekuasaan di kampus memang harus ada restu dari orang yang memiliki kekuatan politik. Hal semacam tak cuma terjadi di kampus.
“Meski namanya kampus, tetapi tidak berarti steril dari politik. Kenyataannya, kalau dikaitkan dengan kekuasaan, kampus tidak lepas dari politik,” kata Haryono pada 8 Juli 2018.
==============
Hak Jawab Universitas Negeri Semarang melalui Hendi Pratama, S.Pd., MA., Kepala UPT Pusat Humas UNNES
Terima kasih atas usaha Tirto membahas beberapa informasi mengenai beberapa berita terkait dengan Rektor Universitas Negeri Semarang Prof. Fathur Rokhman, M.Hum. Informasi yang disajikan cukup lengkap namun ada beberapa fakta yang perlu diluruskan.
1. Teks dalam Infografik: "Pemilihan Rektor Unnes harus diulang karena Fathur terpilih secara tidak sah / cacat hukum."
Sanggahan Unnes: Proses pemilihan belum sampai pada tahap terpilihnya Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum sebagai Rektor Unnes 2018-2022. Tahap ini masih pemaparan visi misi serta penyaringan dari lima ke tiga calon. Proses pemilihan diulangi bukan karena cacat hukum, namun karena masukan pengurangan dan penambahan pasal aturan senat yang telah diberikan masukan oleh Kemenristekdikti. Proses ini juga diulang bukan karena satu bakal calon saja tapi bentuk tanggung jawab demokrasi agar proses pemilihan lebih baik.
Jawaban Tirto: Pembuka laporan sudah menjelaskan, "Ia lolos dari bakal calon menjadi calon rektor". Tirto juga sudah menjelaskan: Tidak sah atau cacat hukum terkait kebijakan yang tidak sesuai dengan Permenristek Dikti 19/2017. Dalam hal ini Peraturan Senat Unnes 1/2018. Ainun Naim, Sekjen Kemenristekdikti, mengatakan pengulangan Pilrek bukan hanya karena dua klausul yang ditambahkan senat, tapi ada tiga Peraturan Senat dengan nomor yang sama, yakni Nomor 1/2018( tentang tata cara pemilihan rektor Unnes). Mungin Eddy Wibowo, Ketua Majelis Profesor Unnes, juga mengatakan ada satu surat soal laporan plagiat dari Kementerian. “Surat itu baru diterima tanggal 4 (Juli 2018),” kata Mungin kepada Tirto.
Jawaban: Laporan Tirto mengacu Peraturan Rektor Unnes 18/2017. Tidak ada susunan yang menyatakan ada Ketua Harian Dewan Penyantun. Saat dikonfirmasi, Agus tidak mengingatkan atau membantah bahwa dia ketua harian, bukan ketua saja. Saat hadir dalam penjaringan bakal calon rektor, Agus Hermanto di Twitter menulis: "Dr Agus Hermanto Selaku Wakil Ketua DPR RI dan juga Ketua Dewan Penyantun UNNES, Menghadiri Rapat Pleno Senat Penyampaian Visi Misi Calon Rektor UNNES Periode 2018-2022."
Demikian hak jawab UNNES kami gunakan untuk memberikan klarifikasi atas beberapa fakta yang perlu diluruskan.
Penulis: Dieqy Hasbi Widhana
Editor: Fahri Salam