tirto.id - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto menyebut adanya pembakaran surat suara di Papua merupakan bagian dari dinamika Pemilu.
"Sudah biar, itu bagian dari dinamika Pemilu," kata Wiranto usai membuka Meeting of Attorneys General/Ministers of Justice and Minister of Law on the Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters (Among Like-Minded ASEAN Member Countries) (AGs/Ministers Meeting on MLAT ke-6) di Yogyakarta, Kamis (25/4/2019).
Peristiwa pembakaran kotak suara yang videonya sempat beredar di media sosial itu menurut Wiranto tidak perlu diributkan.
"Yang penting dalam skala nasional aman damai lancar tunggu saja hasil perhitungan suara oleh KPU. Semua sabar dulu," ujar Wiranto.
Sementara, saat disinggung soal kabar peristiwa penembakan dua anggota TNI di Papua, Wiranto tak mau banyak memberikan penjelasan. Ia juga tak menjawab ketika ditanya apakah penembakan itu ada hubungannya dengan Pemilu 2019.
"Nanti ini urusan lain. Tanyanya di [kantor] Menkopolhukam saja," kata Wiranto.
Video pembakaran surat suara di Tingginambut, Puncak Jaya, Papua, beredar di media sosial hari Rabu (24/4/2019). Dalam video itu suara seorang pria menyebut Pilpres 2019 adalah pilpres terburuk sepanjang sejarah.
Dia menyatakan, masyarakat tidak mencoblos. Seluruh surat suara diikat dan diberikan kepada paslon nomor urut 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
"Tidak ada pilpres di desa-desa, di distrik-distrik. Semuanya surat suara diikat jadi satu oleh seorang Bupati, dikasihkan ke Bapak Joko Widodo," kata pria itu.
Polisi belum mengetahui siapa pria di dalam video tersebut. Namun Bupati yang diprotes adalah Yuni Wonda.
Video ini langsung direspons Kantor Staf Presiden (KSP). Lewat newsletter nomor 2019-IV-24-NL-10, Deputi V KSP Jaleswari Pramodhawardani mengatakan bahwa setelah dicek, dia bilang benda yang dibakar oleh petugas KPUD Puncak Jaya itu bukanlah dokumen pemilu seperti formulir C1 KWK, rekapitulasi perhitungan suara, dan berita acara perhitungan. Dengan kata lain, bukan sesuatu yang penting.
"Yang dibakar itu dokumen yang tidak diperlukan lagi, agar tidak disalahgunakan," kata Jaleswari dalam keterangan tertulis yang diterima reporter Tirto, Rabu (24/4/2019) sekitar pukul 16.10 WIB.
Pembakaran dilakukan di Kantor Kecamatan Tingginambut. Sedangkan dokumen-dokumen pentingnya, kata dia, sudah diamankan ke kantor KPU Mulia, Puncak Jaya, untuk dilakukan rekapitulasi.
Jaleswari lantas bilang bahwa wajar jika masyarakat tak mencoblos karena di sana yang dipakai adalah sistem noken. Dalam sistem ini bukan one man one vote, suara masyarakat diwakilkan kepala suku setempat.
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Dhita Koesno