Menuju konten utama

Sikap Reaksioner Pemda Batasi Study Tour Tidak Benahi Masalah

Menurut Edi, study tour adalah salah satu pendekatan belajar yang dibenarkan secara teoritis.

Sikap Reaksioner Pemda Batasi Study Tour Tidak Benahi Masalah
Sejumlah siswa melakukan kegiatan belajar diluar ruangan di Museum Taman Makam Pahlawan (TMP) Taruna, Tangerang, Banten, Kamis (7/11/2019). ANTARA FOTO/Fauzan/ama.

tirto.id - Pemerintah di berbagai daerah (pemda) serempak mengeluarkan aturan dan edaran berupa pembatasan kegiatan study tour (karyawisata) yang digelar sekolah. Langkah ini diambil setelah kejadian kecelakaan maut rombongan SMK Lingga Kencana Depok yang terjadi di Ciater, Kabupaten Subang, Jawa Barat dan menewaskan 11 murid serta guru. Langkah yang diambil berbagai pemda ini, berupa larangan study tour ke luar kota hingga larangan mengadakan kegiatan karyawisata di luar sekolah.

Misalnya, Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta yang melarang sekolah untuk menggelar study tour hingga acara perpisahan diadakan di luar sekolah. Larangan ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor e-0017/SE/2024.

Plt Kepala Disdik DKI Jakarta, Purwosusilo, mengaku bahwa SE diteken sejak 30 April 2024 dan diperuntukkan kepada semua sekolah di Jakarta. Dia merinci, kegiatan yang dilarang digelar di luar sekolah terdiri dari acara kelulusan, penyerahan siswa kepada orangtua, hingga study tour.

“Jadi, tidak ke mana-mana, hanya di sekolah masing-masing menggunakan fasilitas yang ada. Kalau ada sekolah yang melakukan di luar itu, berarti dia perlu pembinaan,” ucapnya dalam keterangan yang diterima, Rabu (15/5/2024).

Langkah serupa juga dilakukan Penjabat Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudi, yang mengimbau Bupati/Wali Kota di Jabar memperketat izin pelaksanaan study tour sekolah. Imbauan tersebut tercantum dalam Surat Edaran (SE) tanggal 12 Mei 2024. Dalam SE tersebut, Bey mengimbau study tour dilaksanakan di dalam kota lewat kunjungan ke pusat perkembangan ilmu pengetahuan, pusat kebudayaan, dan destinasi wisata edukatif lokal.

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Jateng) juga membuat edaran lewat nota dinas 421.7/00371/SEK/III/2024 yang melarang kegiatan study tour. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jateng, Uswatun Hasanah, menilai study tour tidak tercantum dalam kurikulum dan tak berdampak secara signifikan pada kegiatan belajar-mengajar.

Adapun di tingkat kabupaten/kota, pembatasan study tour juga bakal dilakukan di beberapa daerah seperti Kabupaten Bogor, Kabupaten Karawang, Subang, Cianjur, hingga Kuningan. Pemda-pemda tersebut membuat aturan ini sebagai reaksi atas kejadian kecelakaan yang kerap terjadi saat study tour, seperti yang terbaru terjadi pada rombongan SMK Lingga Kencana Depok

Kendati demikian, sikap pemda yang kompak membatasi study tour tersebut dinilai reaktif dan terlalu pukul rata. Kesannya, kegiatan karyawisata sama sekali tidak memberikan efek pembelajaran bagi siswa. Padahal, karyawisata merupakan metode belajar di luar kelas yang mampu menstimulasi pembelajaran lebih luas bagi siswa.

Alih-alih membuat aturan yang jelas untuk kegiatan karyawisata sekolah, pemerintah justru memilih potong kompas. Pembatasan karyawisata sebatas di dalam kota atau dilarang ke luar daerah, tidak menjadi solusi maraknya kecelakaan rombongan study tour siswa. Langkah ini menjadi sorotan para pengamat pendidikan yang menilai pemda salah kaprah memahami masalah.

Pengamat pendidikan dari Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi Universitas Negeri Semarang (UNNES), Edi Subkhan, menilai larangan atau pembatasan study tour tidak akan menyelesaikan masalah kecelakaan berulang dalam kegiatan ini. Pasalnya, masalah utama ada pada pengaturan armada transportasi study tour.

“Nah, oleh karena itu perlu regulasi yang jelas agar kegiatan study tour dapat direncanakan dan jalankan dengan baik,” kata Edi kepada reporter Tirto, Rabu (15/5/2024).

Menurut Edi, study tour adalah salah satu pendekatan belajar yang dibenarkan secara teoritis. Karyawisata merupakan kegiatan mengajak siswa langsung belajar di situs atau tempat tertentu, dan sangat bisa dikaitkan dengan mata pelajaran sejarah, sosiologi, ekonomi, geografi, dan biologi.

Namun, akan menjadi masalah kalau kegiatan study tour hanya berisi kegiatan jalan-jalan dan tidak mendukung penguasaan materi dalam mata pelajaran. Kegiatan semacam itu hanya akan memberatkan ekonomi orangtua siswa.

Masalahnya, selama ini Kemendikbudristek belum memiliki regulasi terkait study tour. Karena kekosongan aturan ini, justru pemerintah daerah yang banyak mengeluarkan kebijakan terkait kegiatan ini. Padahal, jika Kemendikbudristek mengeluarkan panduan, hal itu bisa dimasukkan menjadi bagian dari kebijakan terkait pembelajaran.

“Di situ pemerintah dapat mengatur misalnya kualitas armada seperti apa yang dipersyaratkan, termasuk menunjuk misalnya dinas pendidikan dan dinas perhubungan untuk mengizinkan penggunaan armada tertentu atau tidak, jadi tidak asal jalan,” ucap Edi.

Dengan adanya aturan, dinas pendidikan dapat menelaah kelayakan objek study tour, sementara Dinas Perhubungan dapat melakukan cek kelayakan armada transportasi untuk karyawisata. Agar study tour bermanfaat bagi siswa, kata Edi, maka tempat tujuan pembelajaran harus jelas, termasuk kegiatan yang hendak dilakukan di tempat tujuan harus sudah diatur.

“Dengan demikian perlu misalnya dipersyaratkan menyusun proposal yang isinya tujuan yang harus dapat dilihat kaitannya atau posisinya menunjang tujuan pembelajaran tertentu,” tutur Edi.

Terlalu Pukul Rata

Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri, menilai seharusnya pemda tidak mengeluarkan aturan pembatasan kegiatan study tour dengan pukul rata. Pemda harus memahami bahwa ada dua jenis kegiatan karyawisata. Yakni kegiatan study tour yang masuk dalam kurikulum pembelajaran dan yang tidak berkaitan dengan kurikulum.

“Yang di kurikulum yakni masuk skema pembelajaran. Bentuknya bisa field trip dan outing class. Artinya siswa ini belajar bergaram di luar kelas, seperti di museum, di lokasi wisata, di desa-desa dan lain-lain,” jelas Iman kepada reporter Tirto, Rabu (15/5/2024).

Adapun yang di luar skema kurikulum pembelajaran adalah karyawisata yang bersifat seremonial. Misalnya study tour dalam rangka perpisahan sekolah, wisuda, atau kenaikan kelas. Pemerintah harus jeli melihat perbedaan ini agar tidak mengambil kebijakan yang bakal mencabut manfaat dari kegiatan study tour.

“Kalau dibatasi semua itu jadi masalah jadi jangan dipukul rata. Jadi skema study tour ada untuk pembelajaran kurikulum jangan dipukul rata [dibatasi],” ujar Iman.

Iman juga menyayangkan tidak adanya regulasi yang mengatur study tour dari pemerintah pusat. Bahkan untuk kegiatan karyawisata, kebanyakan sekolah biasanya membuat aturan keamanan sendiri bagi siswa mereka.

“Mulai dari apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan siswa, hingga perbekalan dan obat-obatan. Jadi kami kira ini harus dibuat aturan oleh Kemendikbudristek dan Disdik biar nanti dirinci masing-masing sekolah, jadi ada panduan resmi,” jelas Iman.

Iman menilai pemerintah harus memikirkan aturan keamanan dan kesehatan kegiatan study tour. Dia menyatakan bahwa study tour selama memang untuk kegiatan pembelajaran maka akan membawa manfaat bagi siswa. Adapun kegiatan karyawisata seremonial juga perlu diatur agar tidak memberatkan pihak keluarga siswa.

“Karena kita belajar tidak hanya di dalam kelas. Bagaimana misal anak SMK berkunjung ke industri tertentu, atau pelajar SMA berkunjung ke lokasi budaya tertentu. Nah di situ ada pelajaran sejarah, geografi, dan materi antropologi ini kan bermanfaat,” tutur Iman.

Di sisi lain, study tour yang dilakukan para siswa juga berpotensi mengangkat sektor ekonomi di lokasi tujuan. Melarang sepenuhnya atau membatasi kegiatan tersebut juga akan berdampak pada potensi pariwisata lokal. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Pengamat Pariwisata sekaligus Founder Indonesia Tourism Strategist, Taufan Rahmadi.

“Pembatasan ini bisa mengurangi jumlah pengunjung, menurunkan pendapatan bagi sektor-sektor tersebut, dan secara keseluruhan memperlemah perekonomian lokal yang bergantung pada pariwisata,” kata Taufan kepada reporter Tirto.

Menurut Taufan, pariwisata lokal sangat diuntungkan dengan adanya study tour sekolah. Karyawisata biasanya melibatkan kelompok besar siswa yang mengunjungi berbagai objek wisata dan berinteraksi dengan masyarakat lokal. Kegiatan ini, kata dia, tidak hanya meningkatkan pendapatan bagi destinasi wisata, tetapi juga memberi manfaat ekonomi bagi sektor terkait seperti akomodasi, transportasi, dan makanan.

“Signifikansi kegiatan ini pada sektor ekonomi lokal cukup besar, terutama di daerah-daerah yang pariwisatanya berkembang berkat kunjungan pelajar. Jumlah siswa yang datang dalam satu study tour dapat menghasilkan dampak ekonomi yang cukup berarti,” ungkap Taufan.

EDUKASI TAMAN PINTAR YOGYAKARTA

Sejumlah pengunjung mencoba simulator gempa bumi di Taman Pintar, Yogyakarta, Sabtu (8/4). Selain mudah dijangkau, wisata edukasi tersebut menjadi destinasi favorit pelancong karena menawarkan berbagai wahana interaktif lintas keilmuan untuk segala lapisan masyarakat, khususnya generasi muda. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc/17.

Respons Pemerintah

Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek, Chatarina Girsang, mengakui pihaknya memang tidak bertugas mengawasi pelaksanaan study tour. Sebab itu, dia menilai pelaksanaan karyawisata tidak perlu dilarang jika bertujuan baik untuk para siswa. Chatarina menuturkan, sekolah perlu mempertimbangkan aspek kehati-hatian dalam pelaksanaan kegiatan ini.

Misalnya, dalam pemilihan armada atau kendaraan yang digunakan, kondisi cuaca, jalan yang harus dilalui hingga lokasi sehingga pelaksanaannya berjalan dengan baik dan aman untuk semua.

“Namun kegiatan study tour bukanlah hal yang wajib dilakukan jadi tidak boleh ada pemaksaan jika ada siswa atau orang tua yang tidak ingin anaknya ikut,” kata Chatarina kepada Tirto, Selasa (14/5/2024).

Sementara itu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, berpendapat keputusan memperketat pelaksanaan study tour tidak perlu dilakukan, melainkan penting lebih memperhatikan kelaikan kendaraan, fasilitas, dan sumber daya manusia (SDM) dalam pelaksanaan kegiatan ini.

Oleh sebab itu, Sandiaga mengimbau instansi sekolah atau organisasi dan perusahaan otobus yang terlibat kegiatan study tour agar memastikan kelaikan kendaraannya.

“Saya imbau kepada instansi atau organisasi yang akan mengadakan study tour, pastikan kendaraan yang akan digunakan dalam kondisi yang layak dan sesuai dengan aturan pemerintah," demikian tulis Sandiaga di akun media sosial X-nya, @sandiuno, dikutip Rabu (15/5/2024).

Tak hanya fasilitas kendaraan yang digunakan, dalam unggahan tersebut, Sandiaga juga menekankan pula kesiapan pengemudinya. “Kepastian SDM yang mengemudikan harus memiliki kesigapan dan dalam kondisi prima,” tegas Sandiaga.

Baca juga artikel terkait STUDY TOUR atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Abdul Aziz