tirto.id - Pihak termohon, yakni Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta (Kejati), serta turut termohon, yakni Kementerian Keuangan, dalam kasus tuntutan ganti rugi atas salah tangkap pengamen Cipulir, memberikan bukti ke Hakim Ketua dalam sidang praperadilan hari ini, Kamis (25/7/2019).
"Acara hari ini adalah bukti surat dari pihak termohon," ujar Hakim Ketua membuka sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, pada Kamis (25/7/2019).
"Besok kami akan sampaikan bantahan terhadap pemohon," ujar kuasa hukum sejumlah pengamen, Oky Wiratama, saat ditemui di PN Jaksel, sebelum sidang dimulai, pada Kamis (25/7/2019).
Keputusan sidang tersebut akan disampaikan pada Senin (29/7/2019). Dalam sidang sebelumnya, yakni Selasa (27/7/2019), kuasa hukum Kemenkeu, Daryono, menyinggung terkait potensi beban ke negara atas ganti rugi tersebut.
"Sudah sepantasnya tuntutan ganti rugi yang diajukan para pemohon dalam perkara a quo ditolak hakim, terlebih hal tersebut dapat berpotensi membebani keuangan negara," ujar Daryono saat pemberian jawaban dalam sidang praperadilan di PN Jaksel, pada Selasa (23/7/2019).
Selain itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono menyatakan semestinya lihat proses hukum perkara itu.
"Kenapa mem-framing salah tangkap kasus tersebut? Dilihat prosesnya, dong. Apakah ada tujuan lain memojokkan? Karena hanya kamu yang reaktif tanya tentang ini," ucap dia ketika dihubungi Tirto, Rabu (24/7/2019).
Gugatan ganti rugi tersebut dilayangkan oleh empat mantan pengamen Cipulir, yakni Fikri, Fatahillah, Arga atau Ucok, Pau yang mengalami salah tangkap oleh Unit Kejahatan dengan Kekerasan (Jatanras) Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya pada Juli 2013 dengan tuduhan membunuh sesama pengamen anak bermotif berebut lapak mengamen.
Oky menyampaikan, ia dan teman-temannya ditangkap dan dipaksa mengaku, serta mendapatkan penyiksaan dari pihak kepolisian saat menjadi tahanan.
"Dengan bermodalkan pengakuan dan 'skenario' rekayasa hasil penyiksaan, mereka kemudian diajukan ke pengadilan oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta sehingga harus merasakan dinginnya jeruji penjara sejak masih kanak-kanak," jelas Oky.
Namun, akhirnya terbukti di persidangan bahwa mereka bukanlah pembunuh korban. Mereka kemudian dinyatakan tidak bersalah oleh Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 131 PK/Pid.Sus/2016.
Kini, mereka menggugat Polda Metro Jaya dan Kejati DKI sebagai pihak termohon, karena telah melakukan salah tangkap, penyiksaan, hingga putusan yang tak sah. Kemudian mereka menggugat Kemenkeu sebagai turut termohon karena menjadi pihak yang seharusnya membayar ganti rugi tersebut sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015.
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Maya Saputri