Menuju konten utama
Sejarah Indonesia

Sejarah Runtuhnya Kerajaan Giri Kedaton oleh Mataram Islam

Sejarah keruntuhan Kerajaan Giri Kedaton terjadi tahun 1636 setelah ditaklukkan Kesultanan Mataram Islam di bawah pimpinan Sultan Agung.

Sejarah Runtuhnya Kerajaan Giri Kedaton oleh Mataram Islam
Gapura Kerajaan Giri Kedaton. wikimediacommons/free

tirto.id - Giri Kedaton merupakan kerajaan Islam yang berdiri pada abad 15 Masehi di Gresik, Jawa Timur. Didirikan oleh Sunan Giri, salah satu Wali Songo, sejarah keruntuhan Kedatuan Giri terjadi tahun 1636 setelah ditaklukkan Kesultanan Mataram Islam di bawah pimpinan Sultan Agung (1613–1645).

Berdasarkan catatan M. Lutfi Ghozali dalam Nyarkub: Menyulam Silam (2020), sebelum mendirikan kerajaan, Sunan Giri atau Raden Paku menghadap gurunya yakni Sunan Ampel untuk meminta izin menunaikan ibadah haji ke Mekkah.

Sunan Ampel menyarankan agar Raden Paku menemui ayahnya terlebih dulu, Syekh Maulana Ishaq, yang ketika itu ada di Samudera Pasai. Ia pun pergi ke Aceh dan diberikan pelajaran tentang ilmu keagamaan serta politik.

Setelah itu, Raden Paku diminta ayahnya untuk kembali ke Jawa dan mendirikan pesantren. Raden Paku ditemani oleh utusan ayahnya, Syekh Grigis dan Syekh Koja, kemudian merintis pesantren di Gresik, Jawa Timur.

Menurut tulisan Dukut Imam Widodo dalam Grissee Tempoe Doloe (2004), pesantren tersebut didirikan pada 1481. Tempat inilah yang nantinya berubah menjadi Kedatuan Giri atau Kerajaan Giri Kedaton.

Masa Kejayaan Giri Kedaton

Kedatuan Giri dipimpin oleh pendiri sekaligus raja pertamanya, yakni Raden Paku atau Sunan Giri bergelar Prabu Satmata, sejak tahun 1481 hingga wafatnya pada 1506.

Kerajaan ini mencapai puncak kejayaan pada era pemerintahan Sunan Prapen atau Sunan Giri IV (1548–1605), demikian dituliskan oleh Nuril Izzatusshobikhah dalam penelitian berjudul "Penaklukan Mataram Terhadap Giri Kedaton" (2018).

Pada masa itu, Giri Kedaton menjadi salah satu pusat dakwah Islam paling diperhitungkan di Jawa dan Nusantara. Bahkan, pengaruh Giri Kedaton sampai ke wilayah Nusantara bagian timur.

Sunan Prapen saat itu memiliki banyak pengikut (santri) yang menjadi imam-imam besar di banyak tempat di luar Jawa, termasuk Kalimantan hingga Sulawesi.

Giri Kedaton menjadi salah satu faktor utama keberhasilan penerapan dakwah Islam di Indonesia timur.

Keruntuhan Giri Kedaton

Sunan Prapen wafat pada 1605 dan digantikan oleh Sunan Kawis Guwa atau Sunan Sunan Giri V. Sejak era inilah Kerajaan Giri Kedaton mulai menunjukkan sinyal-sinyal keruntuhan.

Pada masa ini, Giri Kedaton mendapat serangan dari Kesultanan Mataram Islam yang dipimpin oleh Sultan Agung. Mataram Islam kala itu sedang berupaya meluaskan wilayah pengaruhnya.

Di awal abad ke-17 itu, Sunan Agung memberikan perintah kepada saudara iparnya yakni Pangeran Pekik untuk memimpin pasukan guna menyerang Kedatuan Giri.

Dikutip dari Taedjan Hadidjaja dalam Serat Centhini Bahasa Indonesia Jilid I-A (1978), terdapat ramalan bahwa orang yang bisa meruntuhkan Kedaton Giri adalah keturunan asli dari Sunan Ampel, guru Sunan Giri.

Entah kebetulan atau tidak, Pangeran Pekik masih punya garis keturunan dengan Sunan Ampel.

Penaklukan Giri akhirnya benar-benar terjadi pada 1636. Sunan Kawis Guwa

dipersilahkan untuk tetap memimpin Giri dengan syarat harus tunduk terhadap

Mataram Islam.

Sejak saat itu, wilayah Giri dan sekitarnya serta daerah-daerah taklukannya berada di bawah pengaruh Kesultanan Mataram Islam.

Gelar "sunan" atau "prabu" juga tidak dipakai lagi sebagai embel-embel pemimpin Giri Kedaton, digantikan dengan "panembahan".

Daftar Penguasa Giri Kedaton

  • Sunan Giri/Prabu Satmata (1481–1506)
  • Sunan Dalem/Sunan Giri II (1506–1546)
  • Sunan Seda ing Margi/Sunan Giri III (1546–1548)
  • Sunan Prapen/R.M. Pratikal/Sunan Giri IV (1548–1605)
  • Sunan Kawis Guwa/Sunan Giri V (1605–1616)
  • Panembahan Ageng Giri (1616–1636)
  • Panembahan Mas Witana/Sideng Rana (1638–1660)
  • Pangeran Puspa Ita (1660–1680)

Baca juga artikel terkait KERAJAAN GIRI KEDATON atau tulisan lainnya dari Yuda Prinada

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Yuda Prinada
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Iswara N Raditya