Menuju konten utama

Sejarah Kudeta Korsel 1961 dan 1979, Bakal Terjadi Lagi?

Sejarah peristiwa kudeta militer yang pernah terjadi di Korea Selatan (Korsel) pada 1961 dan 1979. Benarkah akan terjadi kembali?

Sejarah Kudeta Korsel 1961 dan 1979, Bakal Terjadi Lagi?
Kudeta militer Korsel 1961. Wikimedia/newshankuk

tirto.id - Korea Selatan (Korsel) tercatat pernah mengalami dua kali kudeta militer besar sejak negara tersebut berdiri. Adapun sejarah kudeta Korsel terjadi pada 1961 dan 1979 silam.

Peristiwa ini dikhawatirkan kembali terjadi menyusul perintah darurat militer yang dikeluarkan Presiden Korsel, Yoon Suk Yeol, pada Selasa (3/12/2024), malam. Lantas, apakah kudeta militer Korsel bakal terjadi lagi?

Perintah darurat militer Korea ini ditayangkan dalam siaran televisi lokal. Yoon menurunkan perintah darurat militer sembari menuduh bahwa oposisi melakukan tindakan “antinegara”.

Seiring dengan perintah darurat militer itu, Yoon menetapkan bahwa partai politik dan berbagai kegiatan parlemen akan dilarang. Ia juga mengatakan bahwa penerbit dan media dikendalikan pihak militer.

Baru berlangsung beberapa jam, perintah darurat militer tersebut dicabut akibat ditolak oleh parlemen. Namun, Park Chan Dae, Ketua Partai Demokrat dari pihak oposisi, tetap meminta Yoon untuk mundur dari jabatan atau dimakzulkan.

“Bahkan jika darurat militer dicabut, dia tidak dapat menghindari tuduhan pengkhianatan. Itu diungkapkan dengan jelas kepada seluruh bangsa bahwa Presiden Yoon tidak bisa lagi menjalankan negara secara normal. Dia harus mengundurkan diri,” ujar pemimpin oposisi dalam suatu pernyataan.

Sejarah Kudeta Militer di Korsel

Terdapat dua sejarah kudeta militer di Korea Selatan yang dikenal dengan nama South Korean Coup. Kudeta militer di Korsel membawa sejumlah dampak baik maupun buruk terhadap negara tersebut.

Berikut sejarah peristiwa kudeta militer yang pernah terjadi di Korsel:

1. Sejarah Kudeta Korsel 16 Mei 1961

Kudeta Korsel pertama terjadi para era presiden ditaktor Korsel, Park Chung Hee. Kejadian itu berlangsung tidak lama setelah Korsel lepas dari genggaman penjajah.

Setelah merdeka, kondisi politik dan ekonomi Korsel masih belum stabil. Namun, kondisi ekonomi dan politik Korsel dinilai paling buruk di era pemerintahan Presiden ke-4 Korsel, Yun Bo Seon.

Hal ini membuat Park Chung Hee membentuk Komite Revolusi Militer. Ia bersama para sekutunya melakukan kudeta militer terhadap kepemimpinan Yun Bo Seon, kemudian membangun Dewan Tertinggi Militer untuk melakukan perubahan.

Kim Byung-Kook, dkk., dalam The Park Chung Hee Era: The Transformation of South Korea (2011), menilai kudeta terjadi akibat adanya anomali rezim baru. Rezim baru terkesan sederhana dalam menghadapi ketidakstabilan.

Park mengerahkan ribuan tentara ke Seoul, pada 16 Mei 1961, untuk merebut kekuasaan pemerintah. Peristiwa ini dikenal dengan Kudeta Militer 16 Mei atau Revolusi Militer 16 Mei.

Penggunaan kata “Revolusi”oleh pihak pengkudeta, masih menjadi kontroversi hingga sekarang. Mengutip AP News, selama menjabat sebagai militer, Park terus mengumumkan darurat militer untuk membungkam oposisi dan menekan protes massa.

Kudeta militer Park Chung Hee berhasil membuatnya menduduki posisi sebagai orang nomor satu di Korsel. Era kediktatorannya berlangsung selama 18 tahun, hingga ia tewas dibunuh pada 26 Oktober 1979.

Peristiwa pembunuhan Park Chung Hee menjadi bagian dari peristiwa penting kudeta militer kedua Korsel.

2. Sejarah Kudeta Korsel 12 Desember 1979

Kudeta Korsel kedua berlangsung di tahun yang sama dengan kematian Park Chung Hee. Setelah Park dibunuh, tampuk kekuasaan dipegang oleh Presiden ke-5 Korsel, Chun Doo Hwan.

Melansir The New York Times, dua bulan setelah kematian Park, Chun Doo Hwan melakukan kudeta militer, pada 12 Desember 1979. Ia melarang setiap aktivitas politik, menutup sekolah-sekolah, dan menangkap orang-orang yang dia anggap membangkang.

Kudeta militer Chun menyebabkan setidaknya 191 orang tewas, termasuk 26 tentara dan polisi. Namun, jumlah tersebut berasal dari klaim pemerintah kala itu.

Menurut keluarga demonstran dan aktivis yang diculik, jumlah korban jiwa akibat kudeta militer Chun lebih banyak lagi. Selanjutnya, pemerintahan diktator Chun berlangsung selama 8 tahun, hingga ia mundur usai gelombang protes besar pada 1988.

Dinukil dari Peninsula Dispatch, kasus pembunuhan ini memberikan harapan terhadap penerapan demokrasi yang semestinya di mata masyarakat Korsel.

Korsel pun baru resmi menjadi negara demokrasi parlementer pada 1987. Sejak saat itu, penerapan darurat militer tidak pernah diumumkan lagi, hingga era Presiden Yoon Suk Yeol.

Benarkah Kudeta Militer akan Kembali Terjadi di Korsel?

Kudeta militer dikhawatirkan kembali terjadi di Korea Selatan karena situasi yang ada baru-baru ini. Hal ini menyusul pengumuman Yoon Suk Yeol, yang menetapkan darurat militer Korea, pada Selasa (3/12/2024).

Mengutip The Korean Herald, sejumlah pakar hukum menyatakan bahwa deklarasi darurat militer Yoon Suk Yeol ilegal dan tidak bisa dibenarkan. Mereka mengaitkan tindakan Yoon dengan putusan kontroversial Chun Doo Hwan.

Penggunaan perangkat militer dalam upaya melemahkan Partai Demokrat (oposisi Yoon) dikhawatirkan mengulang sejarah kudeta 16 Mei maupun 12 Desember. Begitu juga proyeksi terhadap masa kepemimpinannya pascakudeta militer aktif.

Terlebih, Yoon sempat menyebutkan soal larangan terhadap partai politik maupun aktivitas parlemen. Ia juga menegaskan bahwa kendali para awak media maupun penerbit akan diatur oleh militer, mirip seperti kebijakan dua diktator Korsel sebelumnya.

Baca juga artikel terkait INTERNASIONAL atau tulisan lainnya dari Yuda Prinada

tirto.id - Aktual dan Tren
Kontributor: Yuda Prinada
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Yonada Nancy & Iswara N Raditya