tirto.id - Korea Selatan sedang menjadi sorotan di dunia, termasuk Indonesia, lantaran Presiden Korsel Yoon Suk Yeol mengumumkan "darurat militer" pada Selasa (3/11/2024).
Darurat militer (martial law) adalah pengambilalihan kekuasaan oleh militer yang berisiko memicu kekacauan luar biasa dan mengingatkan kembali kediktatoran militer yang diyakini banyak warga Korea Selatan telah tercatat dalam buku sejarah.
Dekrit Yoon, yang dibuat dalam pengumuman yang disiarkan di televisi pada Selasa malam saat ia menuduh oposisi melakukan kegiatan "antinegara".
Hal ini mendorong ribuan pengunjuk rasa yang menuntut kembalinya pemerintahan demokratis berkumpul di luar Majelis Nasional, tempat para anggota parlemen bersidang dengan segera untuk membatalkan perintah tersebut.
Sebuah dekrit yang dikeluarkan pada pukul 11 malam hari Selasa oleh Jenderal Angkatan Darat Park An Soo, yang telah ditunjuk sebagai komandan darurat militer, melarang semua kegiatan politik, rapat umum, dan demonstrasi.
Dekrit tersebut juga melarang tindakan yang berupaya untuk "menggulingkan sistem demokrasi liberal" dan menjadikan semua media dan publikasi berada di bawah kendali darurat militer, meskipun tidak ada tanda-tanda hal itu di media Korea Selatan yang aktif.
Apa Itu Martial Law?
Martial law atau darurat militer adalah pemerintahan sementara oleh otoritas militer di masa darurat, ketika otoritas sipil dianggap tidak dapat berfungsi.
Terakhir kali darurat militer diberlakukan di Korea Selatan adalah pada tahun 1979, ketika diktator militer yang berkuasa lama di negara itu, Park Chung-hee, dibunuh dalam sebuah kudeta.
Darurat militer tidak pernah diberlakukan lagi sejak negara itu menjadi negara demokrasi parlementer pada tahun 1987.
Namun pada hari Selasa, Yoon mengatakan dalam pidato nasional bahwa ia berusaha menyelamatkan Korea Selatan dari "pasukan anti-negara".
Di bawah darurat militer, kekuasaan ekstra diberikan kepada militer dan sering kali ada penangguhan hak-hak sipil bagi warga negara dan standar serta perlindungan supremasi hukum.
Meskipun militer mengumumkan pembatasan terhadap aktivitas politik dan media - para pengunjuk rasa dan politisi menentang perintah tersebut.
Kenapa Korea Selatan Darurat Militer?
Dalam pidatonya pada Selasa malam, Presiden Yoon mengungkap upaya oposisi politik untuk melemahkan pemerintahannya sebelum mengatakan bahwa ia mengumumkan darurat militer untuk "menghancurkan kekuatan anti-negara yang telah menimbulkan kekacauan".
Dekritnya untuk sementara menempatkan militer sebagai penanggung jawab - dengan pasukan berhelm dan polisi dikerahkan ke gedung parlemen Majelis Nasional.
Media lokal juga menunjukkan adegan pasukan berpenutup kepala dan bersenjata memasuki gedung sementara staf mencoba menahan mereka dengan alat pemadam kebakaran.
Diwartakan BBC, sekitar pukul 23:00 waktu setempat, militer mengeluarkan dekrit yang melarang protes dan aktivitas oleh parlemen dan kelompok politik, dan menempatkan media di bawah kendali pemerintah.
Namun, politisi Korea Selatan segera menyebut deklarasi Yoon ilegal dan inkonstitusional. Pemimpin partainya sendiri, Partai Kekuatan Rakyat yang konservatif, juga menyebut tindakan Yoon sebagai "langkah yang salah".
Sementara itu, pemimpin partai oposisi terbesar di negara itu, Lee Jae-myung dari Partai Demokrat liberal, meminta anggota parlemennya untuk berkumpul di parlemen guna menolak deklarasi tersebut.
Ia juga meminta warga Korea Selatan untuk hadir di parlemen sebagai bentuk protes.
Ribuan orang mengindahkan seruan itu, bergegas berkumpul di luar gedung parlemen yang kini dijaga ketat. Para pengunjuk rasa meneriakkan: "Tidak ada darurat militer!" dan "hancurkan kediktatoran".
Media lokal yang menyiarkan dari lokasi itu memperlihatkan beberapa perkelahian antara pengunjuk rasa dan polisi di gerbang. Namun, meskipun ada kehadiran militer, ketegangan tidak meningkat menjadi kekerasan.
Dan para anggota parlemen juga dapat melewati barikade - bahkan memanjat pagar untuk mencapai ruang pemungutan suara.
Tak lama setelah pukul 01:00 pada hari Rabu, parlemen Korea Selatan, dengan 190 dari 300 anggotanya yang hadir, menolak tindakan tersebut. Deklarasi darurat militer Presiden Yoon dinyatakan tidak sah.
Bagaimana Kondisi Terkini di Korea Selatan?
Usai Presiden Yoon menyatakan darurat militer, selama enam jam warga Korea Selatan berada dalam kebingungan.
Namun, pihak oposisi dapat berkumpul dengan cepat di parlemen dan menghadirkan cukup banyak anggota untuk menolak pernyataan tersebut.
Berdasarkan hukum Korea Selatan, pemerintah harus mencabut darurat militer jika mayoritas anggota parlemen menuntutnya dalam pemungutan suara.
Hukum yang sama juga melarang perintah darurat militer untuk menangkap anggota parlemen.
Beberapa pengunjuk rasa yang berkumpul di luar gedung parlemen pada Selasa malam juga berteriak: "Tangkap Yoon Suk-yeol".
Namun, tindakan gegabahnya tentu saja mengejutkan negara itu - yang telah menunjukkan demokrasi modern dan berkembang jauh sejak masa kediktatoran militer.
Hal ini dipandang sebagai tantangan terbesar bagi masyarakat demokratis tersebut dalam beberapa dekade.
"Pernyataan darurat militer Yoon tampaknya merupakan pelanggaran hukum dan salah perhitungan politik, yang secara tidak perlu membahayakan ekonomi dan keamanan Korea Selatan," kata seorang ahli, Leif-Eric Easley di Universitas Ewha di Seoul, dikutip BBC.
"Ia terdengar seperti politisi yang terkepung, melakukan tindakan putus asa terhadap skandal yang meningkat, hambatan kelembagaan, dan seruan untuk pemakzulan, yang semuanya kini kemungkinan akan meningkat."
Editor: Iswara N Raditya