Menuju konten utama
Sumpah Pemuda

Sejarah Kelahiran Tri Koro Dharmo, Tujuan, dan Bentuk Perjuangan

Sejarah kelahiran Tri Koro Dharmo, tujuan, dan bentuk perjuangannya di era pergerakan nasional akan dibahas dalam artikel Tirto berikut ini.

Sejarah Kelahiran Tri Koro Dharmo, Tujuan, dan Bentuk Perjuangan
Sumpah Pemuda. tirto.id/Tino

tirto.id - Tri Koro Dharmo merupakan salah satu organisasi pemuda yang lahir di era pergerakan nasional. Sejarah kelahiran Tri Koro Dharmo dinilai punya kaitan penting dalam upaya pergerakan pemuda jelang kemerdekaan.

Selayaknya organisasi era pergerakan nasional lainnya, bentuk perjuangan Tri Koro Dharmo tidak dilakukan menggunakan kontak senjata. Organisasi ini menjalankan pergerakan menggunakan pendidikan dan strategi yang lebih koperatif.

Tujuan Tri Koro Dharmo tentunya sama seperti kebanyakan organisasi pemuda lainnya, yaitu memajukan anggota dan masyarakat Indonesia serta meraih kemerdekaan.

Tri Koro Dharmo berdiri pada abad ke-20 di sekolah kedokteran untuk pribumi STOVIA. Pendiri Tri Koro Dharmo adalah Satiman Wirjosandjojo.

Proses sejarah kelahiran Tri Koro Dharmo ini berkaitan dengan Budi Utomo yang merupakan organisasi pelopor pergerakan nasional. Berikut rangkuman sejarah tentang Tri Koro Dharmo, tujuan, dan bentuk perjuangannya.

Sejarah Kelahiran Tri Koro Dharmo dan Perkembangannya

Tri Koro Dharmo merupakan organisasi yang berdiri di Gedung STOVIA Batavia pada 1915. Pendirian Tri Koro Dharmo digagas oleh Dr. Satiman Wirjosandjojo.

Dikutip dari situs Museum Sumpah Pemuda, Tri Koro Dharmo berasal dari istilah bahasa Jawa yang artinya "tiga tujuan mulia." Sejarah kelahiran Tri Koro Dharmo dilatarbelakangi oleh perkembangan organisasi Budi Utomo yang berdiri pada 1908.

Budi Utomo diketahui merupakan organisasi pergerakan nasional pertama yang bergerak di bidang pendidikan. Budi Utomo yang didirikan oleh Sutomo pada Mei 1908 awalnya berisi para pemuda yang ingin membuat perubahan lewat pendidikan dan kebudayaan.

Namun seiring berjalannya waktu, organisasi Budi Utomo justru diminati para kaum tua dan priyayi. Menurut Momon Abdul Rahman, dkk., dalam Sumpah Pemuda Latar Sejarah dan Pengaruhnya bagi Pergerakan Nasional (2008) hal ini membuat kaum muda tidak puas.

Pasalnya, ruang gerak para pemuda di Budi Utomo menjadi sangat terbatas karena organisasi terlanjur diisi oleh kaum tua. Akhirnya, para pemuda yang diinisiasi oleh Satiman Wijosandjojo berencana mendirikan organisasi baru.

Konsep organisasi baru yang dicita-citakan oleh Satiman adalah mampu menghimpun pelajar-pelajar seluruh Indonesia dari berbagai latar belakang. Oleh karena itu, ia mengedarkan pemberitahuan kepada berbagai pelajar di sekolah-sekolah Indonesia untuk bergabung dengannya.

Namun, hal itu tidaklah mudah. Terbatasnya akses komunikasi dan transformasi saat itu membuat rencananya ini gagal. Namun, Satiman tidak cepat menyerah dan memperkecil cakupan para anggota sehingga lebih realistis.

Ia kemudian menargetkan para pelajar dan pemuda Jawa di sekitar STOVIA untuk bergabung di organisasinya. Lalu, pada 7 Maret 1915 organisasi itu resmi berdiri dengan nama Bond van Studeerenden van Java en Madura Tri Koro Dharmo.

Jika diartikan dalam bahasa Indonesia, organisasi tersebut bernama Perkumpulan Pelajar Jawa dan Madura Tri Koro Dharmo. Saat awal masa berdiri, Tri Koro Dharmo masih jauh dari kata multikultural karena anggotanya masih didominasi oleh pelajar Jawa.

Oleh karena itu, sesuai dengan cita-cita Satiman untuk menghimpun pemuda dari seluruh Indonesia dalam satu organisasi, Tri Koro Dharmo membuka diri untuk pemuda luar Jawa yang ingin bergabung.

Satiman kemudian kembai mengirimkan maklumat ke sekolah-sekolah Belanda untuk pribumi yang ada di Batavia. Ini termasuk Kweekschool (Sekolah Guru), Weltevreden (Gunung Sahari), dan Koningin Wilhelmina School (KWS).

Upayanya ini membuahkan hasil. Tri Koro Dharmo mulai diikuti oleh para pemuda yang berasal dari wilayah luar Jawa, yakni Madura, Bali, dan Lombok. Kemudian, saat organisasi mulai berkembang, Tri Koro Dharmo mendirikan majalah dengan nama yang sama dengan organisasinya.

Namun, majalah Tri Koro Dharmo sempat menyebabkan organisasi tersebut mengalami masalah. Pasalnya, artikel pertama di majalah Tri Koro Dharmo menggunakan bahasa Jawa dan Belanda.

Hal itu membuat banyak orang menilai bahwa Tri Koro Dharmo cenderung sukuisme. Tuduhan ini juga menyebabkan Tri Koro Dharmo diklaim memicu perpecahan di kalangan Indonesia.

Untungnya, hal itu bisa diatasi dengan baik dengan Tri Koro Dharmo sebisa mungkin memelihara hubungan baik dengan suku bangsa lain. Tri Koro Dharmo bahkan semakin berkembang dengan mendirikan beberapa cabang di Surabaya dan Bogor.

Tak hanya itu, Tri Koro Dharmo ikut menginspirasi pelajar-pelajar di STOVIA lainnya untuk mendirikan organsiasi pemuda. Menyusul berdirinya Tri Koro Dharmo, lahir pula Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa, Jong Celebes, dan lain-lain.

Pada 12 Juni 1918, Tri Koro Dharmo menyelenggarakan kongres pertama di Solo. Melalui kongres ini Tri Koro Dharmo mengalami perubahan nama menjadi Jong Java.

Harapannya, melalui perubahan nama ini, Jong Java bisa memperoleh anggota yang lebih luas dari Jawa Raya (Sunda, Madura, dan Bali). Setelah mengubah nama menjadi Jong Java, Tri Koro Dharmo berpartisipasi dalam berbagai peristiwa nasional.

Salah satu peristiwa nasional itu adalah Sumpah Pemuda di Kongres Pemuda 2 tahun 1928.

Tujuan Tri Koro Dharmo

Sesuai dengan namanya, pendirian Tri Koro Dharmo dilatarbelakangi oleh tujuan yang mulia.

Menurut Wiharyanto dan Baryadi dalam Sejarah Pergerakan Nasional dari Lahirnya Nasionalisme sampai Masa Pendudukan Jepang (2015), tujuan Tri Koro Dharmo ada tiga, yaitu sakti, budi, dan bakti.

Sakti artinya para pemuda berusaha menggusur bangsa kolonial dari bumi pertiwi menggunakan ilmu Barat. Lalu, budi artinya berjuang dalam mempertegas kepribadian bangsa.

Sementara itu, bakti artinya menyerahkan jiwa dan raga untuk kepentingan bangsa. Kesimpulannya, para anggota Tri Koro Dharmo memiliki misi untuk mempersiapkan para pemuda menjadi pemimpin Indonesia di masa depan.

Dalam menjalankan misinya, Tri Koro Dharmo berpegang teguh dengan tiga asas. Menurut Hasibuan dan Widada dalam Revolusi Politik Kaum Muda (2008) berikut ketiga asas organisasi pemuda Tri Koro Dharmo:

    • Menciptakan hubungan yang erat di kalangan pelajar Bumi Putra yang belajar di sekolah tingkat menengah, kursus, sekolah kejuruan, dan sekolah vokasi.
    • Meningkatkan pengetahuan umum bagi anggota-anggotanya.
    • Membangkitkan dan mempertajam perasaan terhadap seluruh bahasa dan budaya Indonesia.

Bentuk Perjuangan Tri Koro Dharmo

Tri Koro Dharmo punya peran penting dalam upaya pergerakan nasional. Hal ini diwujudkan lewat bentuk perjuangan Tri Koro Dharmo dalam memajukan para anggotanya dan masyarakat sekitar secara umum.

Menurut Munandar Raharjo dan Dyah Kumalasari dalam Journal Student UNY (2016) bentuk perjuangan Tri Koro Dharmo banyak menyasar bidang sosial dan budaya.

Namun, tidak seperti organisasi kepemudaan lainnya Tri Koro Dharmo tidak langsung terjun ke bidang politik. Organisasi ini masih sangat kental dengan sifat kedaerahannya selama beberapa waktu hingga berani melangkah ke bidang politik.

Berikut beberapa bentuk perjuangan Tri Koro Dharmo selama organisasi tersebut eksis di era pergerakan nasional:

1. Menyediakan tempat para pemuda untuk berkumpul

Tri Koro Dharmo berdiri sebagai bentuk ketidakpuasan para pemuda terhadap Budi Utomo yang sudah didominasi oleh kaum tua. Oleh karena itu, para pemuda membuat organisasinya sendiri.

Melalui Tri Koro Dharmo, para pemuda memiliki tempat khusus untuk berekspresi, berdiskusi, dan belajar dengan sesama generasinya. Tri Koro Dharmo menyediakan wadah khusus bagi para pemuda dengan ide-ide segar untuk membuat perubahan.

2. Memodernkan pemuda Jawa

Anggota-anggota Tri Koro Dharmo memang banyak diisi oleh para pelajar Jawa. Oleh karena itu, para anggotanya masih menjunjung nilai-nilai luhur masyarakat Jawa.

Namun, berkat asas Tri Koro Dharmo, organisasi ini bermisi untuk memodernkan pemuda Jawa. Upaya ini bisa dilakukan dengan mengadopsi ilmu pengetahuan Barat untuk diajarkan kepada pemuda-pemuda Jawa.

Melalui upaya ini, para anggota Tri Koro Dharmo memiliki pengetahuan yang lebih modern sekaligus memiliki sifat yang luhur sesuai dengan kebudayaan Jawa.

3. Mempersatukan pemuda Jawa Raya

Tri Koro Dharmo awalnya adalah organisasi yang bersifat kejawaan (Jawa Sentris). Hal ini ditandai dengan mayoritas anggotanya yang terdiri dari pelajar-pelajar Jawa.

Namun, seiring berjalannya waktu Tri Koro Dharmo membuka diri untuk para pemuda dari luar Pulau Jawa, yaitu Madura dan Bali untuk bergabung. Oleh karena itu, organisasi ini menjadi wadah untuk mempersatukan para pemuda Jawa Raya.

Bentuk persatuan antar sesama sendiri diperlukan untuk memupuk rasa cinta terhadap tanah air dan meraih cita-cita bangsa.

4. Menyebarkan bibit-bibit nasionalisme

Bentuk perjuangan Tri Koro Dharmo lainnya adalah menyebarkan bibit-bibit nasionalisme dan kebangsaan terhadap para anggota serta masyarakat sekitar.

Penyebaran bibit-bibit nasionalisme ini semakin diperkuat dengan diluncurkannya majalah Tri Koro Dharmo pada 1915. Majalah tersebut berisi propaganda-propaganda yang bertujuan untuk menyebarkan paham nasionalisme dan rasa cinta terhadap budaya nasional.

Baca juga artikel terkait TRI KORO DHARMO atau tulisan lainnya dari Yonada Nancy

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Yonada Nancy
Editor: Dhita Koesno