tirto.id - Tanggal 24 April memperingati Hari Solidaritas Asia Afrika yang ditetapkan pada 2015 atau saat peringatan 60 tahun Konferensi Asia-Afrika.
Menurut laman Kebudayaan Kemdikbud, penetapan ini merupakan upaya mengukuhkan solidaritas di negara Asia dan Afrika dan penetapan Kota Bandung sebagai Ibu Kota Solidaritas Asia-Afrika.
Tanggal 24 April juga bertepatan dengan Sidang Umum terakhir Konferensi Asia Afrika.
Setelah melalui sidang-sidang yang menegangkan dan melelahkan selama satu minggu, pada pukul 19.00 WIB (terlambat dari yang direncanakan) tanggal 24 April 1955, Sidang Umum terakhir Konferensi Asia Afrika dibuka.
Dalam Sidang Umum itu dibacakan oleh sekretaris jenderal konferensi rumusan pernyataan dari tiap-tiap panitia (komite) sebagai hasil konferensi.
Sidang Umum menyetujui seluruh pernyataan tersebut, kemudian sidang dilanjutkan dengan pidato sambutan para ketua delegasi.
Setelah itu, ketua konferensi menyampaikan pidato penutupan dan menyatakan bahwa Konferensi Asia Afrika ditutup.
Sejarah Konferensi Asia Afrika di Bandung
Ide tercetusnya Konferensi Asia-Afrika disampikan oleh Presiden 1 RI Sukarno lewat Perdana Menteri Indonesia, Ali Sastroamidjojo pada pertemuan Konferensi Kolombo, demikian dikutip Musuem KAA.
Sukarno menyatakan bahwa hal ini merupakan cita-cita bersama selama hampir 30 tahun telah didengungkan untuk membangun solidaritas Asia Afrika dan telah dilakukan melalui pergerakan nasional melawan penjajahan.
Sebagai persiapan, maka Pemerintah Indonesia mengadakan pertemuan yang dihadiri oleh para Kepala Perwakilan Indonesia di Asia, Afrika, dan Pasifik, bertempat di Wisma Tugu, Puncak, Jawa Barat pada 9-22 Maret 1954.
Peretemuan itu membahas rumusan yang akan dibawa oleh Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo pada Konferensi Kolombo, sebagai dasar usulan Indonesia meluaskan gagasan kerja sama regional di tingkat Asia Afrika.
Pada Senin, 18 April 1955 dibukalah Konferensi Asia Afrika. Sekitar pukul 08.30 WIB, para delegasi dari berbagai negara berjalan meninggalkan Hotel Homann dan Hotel Preanger menuju Gedung Merdeka.
Pada pukul 10.20 WIB setelah diperdengarkan lagu kebangsaan Indonesia : “Indonesia Raya”, Sukarno mengucapkan pidato pembukaan yang berjudul “Let a New Asia And a New Africa be Born”.
Kelancaran jalannya konferensi dimungkinkan oleh adanya pertemuan informal terlebih dahulu di antara para pimpinan delegasi negara sponsor dan negara peserta sebelum konferensi dimulai yaitu pada 17 April 1955.
Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa kesepakatan yang bertalian dengan prosedur acara, pimpinan konferensi, dan lain-lain yang dipandang perlu.
Sidang konferensi terdiri atas sidang terbuka untuk umum dan sidang tertutup hanya bagi peserta konferensi. Dibentuk tiga komite, yaitu Komite Politik, Komite Ekonomi, dan Komite Kebudayaan.
Dalam sidang-sidang selanjutnya muncul beberapa kesulitan yang bisa diduga sebelumnya. Kesulitan-kesulitan itu terutama terjadi dalam sidang-sidang Komite Politik.
Perbedaan pandangan politik dan masalah-masalah yang dihadapi antara Negara-negara Asia Afrika muncul ke permukaan, bahkan sampai pada tahap yang relatif panas.
Namun berkat sikap yang bijaksana dari pimpinan sidang serta hidupnya rasa toleransi dan kekeluargaan di antara peserta konferensi, maka jalan buntu selalu dapat dihindari dan pertemuan yang berlarut-larut dapat diakhiri.
Setelah melalui sidang-sidang yang menegangkan dan melelahkan selama satu minggu, pada pukul 19.00 WIB. (terlambat dari yang direncanakan) tanggal 24 April 1955, Sidang Umum terakhir Konferensi Asia Afrika dibuka.
Dalam Sidang Umum itu dibacakan oleh sekretaris jenderal konferensi rumusan pernyataan dari tiap-tiap panitia (komite) sebagai hasil konferensi.
Sidang Umum menyetujui seluruh pernyataan tersebut, kemudian sidang dilanjutkan dengan pidato sambutan para ketua delegasi.
Setelah itu, ketua konferensi menyampaikan pidato penutupan dan menyatakan bahwa Konferensi Asia Afrika ditutup.
Editor: Iswara N Raditya