tirto.id - Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 menyebutkan bahwa klaster keluarga memiliki risiko penularan COVID-19 10 kali lipat lebih tinggi dibandingkan klaster penularan lain.
"Jadi secara teori kurang lebih klaster keluarga itu risiko penularannya 10 kali lipat lebih tinggi dibandingkan klaster yang lain," kata Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satgas COVID-19 dr. Dewi Nur Aisyah dalam dialog virtual bertema "Mencegah Terjadinya Kluster Keluarga" di Jakarta, Selasa (5/1/2020).
Ia mengatakan risiko penularan lebih tinggi pada klaster keluarga itu adalah karena di dalam keluarga, satu anggota keluarga dengan anggota lainnya cenderung sulit untuk menjaga jarak ketika di dalam rumah.
"Ketika di rumah pasti ingin lebih berdekatan. Kemudian kalau bersama anak-anak juga enggak mungkin berjauh-jauhan," katanya.
Kemudian, kebiasaan lain yang cenderung sulit untuk dilakukan ketika berada di dalam rumah adalah kebiasaan memakai masker. Sehingga penularan di dalam keluarga itu lebih didominasi oleh karakteristik alami orang ketika berinteraksi antara satu anggota dengan anggota keluarga lainnya yang cenderung lebih dekat.
"Jadi tipikal kontaknya sangat dekat. Hal ini yang mengakibatkan kesulitan untuk terjadinya pemutusan penularan pada saat berada dalam satu keluarga," katanya.
Untuk itu, ia berpesan agar setiap anggota keluarga lebih waspada dengan potensi sumber-sumber penularannya sehingga infeksi pada salah satu anggota keluarga tidak menularkan kepada anggota keluarga lainnya di dalam satu rumah.
Ia mengatakan bahwa kebanyakan penularan di dalam klaster keluarga itu pada umumnya berasal dari salah satu keluarga yang positif karena tertular saat beraktivitas di luar rumah, atau mungkin karena ada penderita COVID-19 yang berkunjung ke rumah dan orang itu mungkin tanpa sengaja menularkan penyakit itu kepada orang yang dikunjungi.
"Jadi biasanya jalur penularannya dua, antara keluarga yang di rumah dan mendapatkan penularan dari orang di luar rumahnya. Namun, pada saat berkunjung tidak menerapkan protokol kesehatan. Akhirnya terjadi penularan meskipun secara kondisi badan sehat," kata Dewi.
"Kedua adalah mungkin karena ada salah satu anggota keluarga yang mungkin harus keluar rumah. Entah itu untuk bekerja atau pergi ke pasar. Kemudian terjadi penularan di luar. Saat kembali ke rumah, kemudian menularkan kepada keluarga," tambahnya.
Untuk itu, ia kembali mendorong masyarakat untuk tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan meskipun berada di dalam rumah.
"Jadi salah satu hal yang harus di-highlight adalah ketika ada orang dari luar rumah yang datang ke rumah. Meskipun mungkin saudara, teman atau saudara kandung kita yang tidak tinggal satu rumah. Salah satu kuncinya adalah tetap menerapkan protokol 3M ketika kedatangan tamu seperti itu," katanya.
Kemudian, ketika salah satu anggota keluarga terpaksa melakukan aktivitas di luar rumah, maka anggota tersebut diharapkan juga untuk tetap memakai masker, sering mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak serta menghindari kerumunan guna mencegah penularan.
"Jadi harus dipastikan agar kita menerapkan protokol 3M dengan sangat ketat di mana pun kita berada," pungkas Dewi Nur Aisyah.
Jumlah tersebut berdasarkan data yang masuk ke pemerintah pusat secara bertahap hingga Senin siang, baik melalui tes real time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) maupun Tes Cepat Molekuler (TCM).
Penulis: Maya Saputri
Editor: Dieqy Hasbi Widhana